Chapter 9

Kepala sekolah dan beberapa guru segera menuju kelas itu untuk melihat keadaan para murid di sana. Hal yang lebih membuat panik mereka ialah karena di antara murid itu ada anak kesayangan pemilik yayasan. Tentu saja mereka harus segera menyelesaikan perkara tersebut.

Murid-murid yang lemas dan pingsan segera dilarikan ke UKS. Ketegangan dan ketakutan di dalam kelas itu perlahan berangsur-angsur berkurang. Anak-anak mulai lebih tenang, tapi tidak ada satu pun yang menceritakan penyebab di balik ketegangan yang terjadi sebelumnya. Semua seakan-akan diharuskan untuk bungkam, karena sekeras apa pun para guru mencoba mengorek informasi tersebut, hanya akan berakhir dengan kesia-siaan.

Kepala sekolah dan para guru sampai benar-benar frustasi sambil memandangi para murid yang terus bungkam itu. Mereka hanya menunduk semenjak pertanyaan-pertanyaan mengenai penyebab ketakutan di dalam kelas tersebut dilontarkan kepada mereka. Mereka hanya diam, tak bersuara sedikit pun.

***

Murid-murid di dalam kelas itu serempak menghembuskan nafas lega setelah kepala sekolah dan para guru yang mencoba menginterogasi mereka sudah meninggalkan ruang kelas. Mereka tidak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan. Mereka tahu bahwa tidak akan ada hal baik jika informasi mengenai kutukan kematian tersebut menyebar keluar kelas mereka. Tapi mereka juga tidak bisa hanya berdiam diri, pasrah menunggu kematian datang menghampiri mereka.

Jaemin memperhatikan murid-murid di dalam kelasnya kembali berembuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang mereka alami. Ia dapat melihat dengan jelas Chenle yang sejak tadi mengepalkan tangannya dengan keras sambil menatap Yujin saat ini. Gadis itu pasti sadar dengan rasa kesal Chenle yang diarahkan padanya. Gadis itu bahkan hanya diam menatap teman-temannya sejak tadi.

Bukannya teman-temannya tidak sadar dengan kekesalan yang dirasakan Chenle saat ini. Mereka benar-benar sadar sepenuhnya sehingga lebih hati-hati, mereka tidak ingin menambah masalah baru dengan laki-laki itu. Bisa-bisa mereka bukan mati karena kutukan, tapi mati karena luapan kemarahan laki-laki itu. Bahkan teman-temannya takut untuk sekedar bertanya pada Chaewon mengenai apa yang terjadi sampai gadis itu murung sejak tadi.

Chaewon bahkan tidak ingin bergabung dengan mereka. Gadis itu lebih memilih duduk di pojokan kelas, lalu tertidur. Ia benar-benar tidak ingin diganggu saat ini.

***

Diskusi panjang telah berjalan cukup lama, bahkan bel pertanda jam istirahat berakhir telah berbunyi. Namun, tidak ada yang bisa mereka dapatkan dan putuskan dalam diskusi itu. Mereka tidak tahu bagaimana cara agar bisa keluar dari permasalahan tersebut.

Mereka masih penasaran dengan keberadaan buku usang bersampul hitam itu. Sekeras apa pun mereka mencarinya, mereka tidak menemukan keberadaan buku itu. Padahal, buku itu yang diduga menjadi penyebab utama Mark meregang nyawa.

Jaemin memperhatikan mereka dengan ekspresi datar. Bukannya ia tidak tahu dengan apa yang mereka bahas selama ini, apalagi mereka bersuara cukup keras. Ia tahu, tapi ia tidak ingin mengungkapkan pada mereka keberadaan buku itu dan kecurigaan mereka dengan rentetan kematian di kelas itu berhubungan dengan buku usang bersampul hitam yang ia sembunyikan adalah benar.

Egois? Mungkin. Laki-laki itu tidak ingin berbuat baik dengan menunjukkan buku itu pada orang-orang yang sering memojokkan dan mengucilkannya. Kalau pun ia menemukan jalan keluar untuk lepas dari kutukan itu, mungkin ia hanya akan menolong teman-teman terdekatnya, yang lainnya ia akan berpura-pura tidak tahu.

***

Jaemin mengeluarkan buku bersampul hitam itu begitu ia sudah berada di dalam kamarnya. Terakhir kali ia membuka buku itu ialah ketika ia menemukan mayat Kim Seungmin di dalam kelasnya. Setelah itu, ia tidak membuka buku itu lagi.

Death Note

1.      Mark Lee

2.      Park Junghwan

3.      Kim Seungmin

4.      Choi Yena

5.      Lee Eunsang

Melihat nama baru tertera di sana, hanya ada dua kemungkinan yang melintas di kepalanya. Pertama: Eunsang sudah mati, Kedua: Eunsang belum mati dan akan segera mati.

Sebenarnya ia tidak punya dendam pribadi dengan  laki-laki itu. Tapi karena laki-laki itu ikut-ikutan mengucilkannya seperti teman-teman kelasnya yang lain, alhasil Jaemin tidak begitu peduli bagaimana keadaannya sekarang. Ia juga tidak berniat membantu laki-laki itu. Jahat? Ia tidak punya kewajiban berbuat baik pada orang-orang yang mengucilkannya itu.

Egonya membuat ia mengesampingkan fakta bahwa reputasi sekolah milik yayasan yang dibangun keluarganya itu akan hancur jika korban terus berjatuhan. Rasa sakit hati yang tersimpan di dalam dadanya justru membuatnya mengabaikan kematian teman-teman sekelasnya sekarang. Baginya aman selama tidak tercium oleh publik.

***

Hari telah gelap, matahari sudah menyembunyikan dirinya sejak tadi. Bintang-bintang pun seakan enggan menghiasi langit malam itu. Kumpulan awan gelap menutupi cahaya mereka agar bumi tidak dapat melihatnya.

Seorang laki-laki meninggalkan perpustakaan sekolah pada waktu selarut itu. Ia merutuki kebodohannya karena sempat tertidur di dalam ruangan itu dalam waktu yang cukup lama. Ia seharusnya sudah pulang saat hari masih sore, tapi ia justru ketiduran di dalam sana.

Jika bukan ambisinya, ia tidak akan masuk ke dalam ruangan itu. Ia sangat ingin menjuarai ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) jenjang SMA untuk mata pelajaran matematika bulan depan. Oleh karena itu, ia memasuki perpustakaan untuk mencari buku yang sekiranya bisa menunjang pembelajarannya saat ini. Tapi ia justru berakhir tertidur di dalam ruangan yang cukup sunyi itu.

TAKK...TAKKK.....

Langkah laki-laki itu memelan begitu ia mendengar suara yang mengganggunya saat ini. Ia cukup yakin bahwa kecil kemungkinan ada orang lain di sekolah itu selain dirinya. Mungkin satpam masih ada di sekolah, tapi tidak mungkin satpam akan berjalan di belakangmu tanpa berbicara sepatah kata pun dan hanya mengikuti langkahmu.

Perasaannya benar-benar tidak enak begitu bunyi langkah kaki itu semakin dekat dengan dirinya disertai bunyi nafas seperti binatang buas. Ia bahkan takut untuk sekedar berbalik dan melihat sosok yang sudah hampir dekat dengannya saat ini.

Tidak ingin berpikir lebih lama, laki-laki itu berlari secepat mungkin menuju mobilnya yang terparkir di parkiran sekolah. Ia ingin segera masuk ke dalam mobil itu dan menguncinya, seakan-akan ia akan benar-benar aman jika berada di dalam mobil itu.

Ia lega ketika langkah kaki itu masih sama ketika ia tengah berlari. Ia lega karena langkah kaki itu tidak mengejarnya sama sekali, bahkan ketika ia sudah berada di depan pintu mobilnya dan membukanya.

Rasa lega itu hilang seketika ketika langkah itu mulai berlari ke arahnya. Ia segera masuk ke dalam mobilnya dan mengunci seluruh pintu mobilnya. Laki-laki itu menyalakan mesin mobilnya dengan terburu-buru.

Kedua matanya melotot begitu tahu makhluk seperti apa yang sejak tadi terus mengikutinya dan kini sedang berlari menuju mobil yang akan ia kendarai itu. Satu kata yang bisa ia gunakan untuk menggambarkan makhluk itu adalah mengerikan. Ia bahkan tidak tahu itu adalah jenis makhluk apa, rupanya benar-benar cocok untuk penggambaran makhluk yang disebut monster.

Terpopuler

Comments

MasWan

MasWan

sebenarnya ini benar murni balas dendam arwah chaeryung atau memang ada makhluk lain yg memanfaatkan kematian charyoung

2023-06-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!