Chapter 12

Jaemin menatap buku usang yang ada di tangannya itu. Ia ingin sekedar mengecek apakah hari ini sudah ada korban lagi atau tidak. Jahat? Ia pun merasa dirinya sedikit jahat karena menyembunyikan fakta bahwa orang-orang yang akan mati tertulis namanya di dalam buku itu, tapi ia sama sekali tidak mau memberi tahu anak-anak di dalam kelasnya.

Death Note

1.      Mark Lee

2.      Park Junghwan

3.      Kim Seungmin

4.      Choi Yena

5.      Lee Eunsang

6.      Lee Sangmin

Jaemin memijit pangkal hidungnya setelah melihat nama korban keenam telah muncul entah sejak kapan di halaman pertama buku itu. Ia yakin masalah mengenai rumor kutukan di sekolahnya akan menjadi semakin buruk setelah ini. Apalagi setelah kematian Eunsang mereka cukup kesulitan melawan permintaan kepala sekolah, para guru dan para orang tua murid yang ingin mereka dipindahkan ke sekolah lain.

Mereka sebenarnya ingin keluar dari kutukan yang seperti mengikat mereka itu, tapi bagaimana caranya? Mereka bahkan sudah diberi peringatan untuk tidak pindah dari kelas itu. Ia yakin ancaman itu muncul karena ada yang sudah mencoba untuk pindah dari sekolah itu sebelumnya, tapi berakhir meregang nyawa. Sama seperti peringatan untuk tidak menyebarkan kutukan tersebut ke orang-orang di luar kelas itu, yang muncul setelah Kim Chaewon berniat melakukannya.

Laki-laki itu meletakkan buku tersebut di atas meja belajarnya dengan posisi terbuka dan memperlihatkan daftar nama korban-korban dari kutukan tersebut. Ia berjalan ke arah tempat tidurnya dan merebahkan diri dengan posisi terlentang di atas kasurnya.

Ia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru. Ia bingung harus bagaimana sekarang. Ia juga takut dengan kutukan yang sedang berlangsung di dalam kelasnya itu, mengingat ia bisa saja menjadi korban selanjutnya.

Jaemin memejamkan kedua matanya sambil memijit pangkal hidungnya. Ia benar-benar frustasi sekarang, apalagi tidak ada orang yang bisa ia percayai untuk mendiskusikan hal ini. Jeno dan Chenle akhir-akhir ini lebih sering bergaul dengan teman-teman sekelasnya yang lain di bandingkan dirinya.

Terkadang terlintas di dalam ingatannya nama salah satu mantan teman sekelasnya yang telah pindah sekolah. Gadis yang dahulu sangat ia sukai, sekaligus gadis yang ia jatuhkan dalam jurang penderitaan dan kehancuran terdalam dalam hidupnya mungkin. Ia juga yang membuat gadis itu dikucilkan oleh semua orang di kelasnya, sebelum akhirnya di-bully teman-teman sekelasnya dan dikucilkan oleh anak-anak di sekolahnya.

Entah bagaimana kabar gadis itu sekarang. Setiap kali ia dikucilkan di dalam kelas, nama gadis itu terkadang melintas di dalam pikirannya, seolah-olah ia sedang merasakan karmanya karena sudah berbuat jahat pada gadis itu.

Apakah ia merasa bersalah? Sedikit. Ia sedikit menyesal telah melakukan hal seperti itu pada gadis itu, setelah ia merasakan bagaimana rasanya dikucilkan semua orang di sekolah saat ini. Ia bisa saja melaporkan mereka pada kedua orang tuannya agar murid-murid yang jahat padanya itu dipindahkan. Tapi apa mungkin bisa memindahkan seluruh murid yang ada di sekolahnya? Itu tidak mungkin.

***

Jeno dan Chenle melintas di depan rumah Jaemin. Rumah keduanya tidak jauh dan masih dalam kompleks yang sama dengan laki-laki itu, sehingga mereka sering melintasi rumahnya.

Mereka memandang ke arah kamar Na Jaemin yang ada di lantai dua rumah itu. Lampu kamar yang masih menyala menandakan laki-lak itu sedang ada di rumah saat ini. Entah sudah tidur atau belum, mereka tidak tahu. Laki-laki itu tidak pernah mematikan lampu kamarnya saat ia sedang berada di rumah, meskipun ia telah tertidur.

Keduanya sebenarnya ingin berkunjung ke rumah itu untuk berdiskusi perihal buku usang yang mereka curigai berhubungan dengan kutukan kematian yang terus terjadi di dalam kelas mereka belakangan ini. Tapi mereka merasa tidak enak pada Jaemin. Mereka tahu mereka cukup jahat dengan laki-laki itu akhir-akhir ini dengan menjaga jarak dengan laki-laki itu, di saat hanya merekalah teman yang dimiliki oleh laki-laki itu di sekolah saat ini.

***

Cukup berbeda dengan dugaan Jaemin. Hari ini tampak tenang. Tidak ada keributan dari perdebatan antara para murid di dalam kelasnya, para orang tua murid dan pihak sekolah. Mungkin kematian Sangmin belum terjadi, atau mungkin sengaja ditutup-tutupi.

Ponsel di saku laki-laki itu berdering. Tertera nama kepala sekolah yang saat ini melakukan panggilan pada kontaknya. Ia bisa menduga apa yang akan mereka bicarakan hari ini. Meskipun tidak ada keributan, tidak mungkin pihak sekolah tidak mengetahui kasus kematian yang terjadi di sekolah jika ada.

Laki-laki itu melirik sebentar ke arah tempat duduk Lee Sangmin, laki-laki itu belum kunjung datang padahal jam pelajaran akan segera dimulai. Ia menatap ke arah sekelilingnya, membaca ekspresi teman-teman kelasnya. Ia bisa melihat ekspresi ketakutan, cemas dan gelisah di sana. Setelahnya ia mengangkat panggilan dari kepala sekolah ke kontaknya.

“Halo.”

“Jaemin, saya mau tanya, kemarin Sangmin masuk sekolah?”

“Masuk, pak.”

Jaemin bisa merasakan semua atensi di dalam kelasnya saat ini sedang diarahkan padanya. Seolah-olah semua orang di kelas itu ingin tahu apa yang sedang ia bicarakan dengan orang yang sedang terhubung dengannya melalui panggilan telepon. Merasa kurang nyaman, laki-laki itu melangkah keluar dari kelas dan berjalan menuju halaman belakang sekolah. Tempat yang paling jarang dikunjungi di sekolah itu.

“Terakhir kamu lihat dia di mana?”

“Di dalam kelas sebelum saya pulang pak, saya kemarin pulang lebih awal daripada biasanya. Ada apa dengan Sangmin, pak?”

“Okay. Dia dilaporkan hilang oleh orang tuanya, sekarang di ruang guru sedang ada polisi yang menginterogasi tentang hilangnya Sangmin. Tolong kamu kasi tahu sama teman-teman kelasmu agar ke ruang kepala sekolah sekarang.”

“Baik, pak.”

Jaemin mengernyitkan kedua alisnya bingung. Ia bertanya-tanya dalam benaknya tentang Sangmin yang seharusnya dinyatakan meninggal, malah dinyatakan hilang oleh kedua orang tuanya. Apalagi sampai melibatkan pihak kepolisian. Kalau kepolisian ikut terlibat dalam kasus kutukan ini, maka masalah akan semakin besar. Ia harus menemukan cara untuk mematahkan kutukan yang terus menghantui kelasnya sampai saat ini.

Laki-laki itu melangkahkan kedua kakinya meninggalkan halaman belakang sekolah dan kembali ke kelasnya. Ia tentu harus menyampaikan informasi dari kepala sekolah tentang kasus hilangnya teman mereka itu. Ia tahu bahwa setelah ini mereka akan diinterogasi satu per satu. Laki-laki itu menghembuskan nafas berat, semua terasa semakin berat. Masalah akan semakin menyusahkan dengan adanya keterlibatan polisi sekarang.

Ia tidak menyalahkan kedua orang tua Sangmin karena memanggil polisi karena hilangnya anaknya. Tentu saja ia maklum dengan kekhawatiran kedua orang tua teman sekelasnya itu, hanya saja keberadaan polisi itu akan semakin menyulitkan mereka dalam menutupi kutukan yang ada di dalam kelas mereka saat ini. Meskipun sudah banyak kabar yang beredar tentang kutukan di kelas mereka, walau tidak ada satu pun yang dikonfirmasi kebenarannya sampai sekarang.

Terpopuler

Comments

MasWan

MasWan

nah baru tersadar dia,,, teringat chaeryoung

2023-06-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!