Berita kematian Yena sudah tersebar sampai ke sekolah. Jaemin dan teman-teman sekelasnya akan mengikuti prosesi pemakaman gadis itu siang ini, mereka bahkan diberikan waktu kosong setelah jam istirahat pertama berakhir.
Suasana kelas menjadi lebih menegangkan semenjak kematian gadis itu. Bahkan berita kematian Seungmin sudah menyebar di dalam kelas. Siswa-siswi di dalam kelas itu makin ketakutan, apalagi mereka tidak tahu ke mana menghilangnya buku usang bersampul hitam itu.
Mereka tetap datang ke sekolah karena takut seperti Yena. Gadis itu bahkan baru pertama kali absen di sekolah karena sakit, tapi akhirnya ikut meregang nyawa.
Banyak rumor yang mengatakan bahwa kelas mereka telah dikutuk, tapi tidak ada yang berani menyebarkan rumor itu keluar kelas. Mereka terlalu takut berbuat kesalahan yang mempertaruhkan nyawa mereka sendiri. Tapi mereka juga takut jika hanya berdiam diri dan menunggu maut datang menghampiri mereka.
Mereka mendesak Jaemin yang merupakan ketua kelas dan anak pemilik yayasan sekolah untuk menemukan jalan keluar atas permasalahan tersebut. Jaemin hanya menatap kesal ke arah teman-teman sekelasnya itu. Laki-laki itu juga sama bingungnya dengan mereka, tidak tahu harus berbuat apa. Tapi teman-teman kelasnya terus mendesaknya seakan-akan ia bertanggung jawab atas adanya kutukan yang menimpa kelas mereka saat ini.
***
Jaemin duduk di perpustakaan setelah bel istirahat berbunyi. Ia memilih sedikit menjauh dari teman-teman sekelasnya yang tampak mulai kehilangan kewarasannya perlahan-lahan karena teror kematian yang ada di kelas mereka saat ini. Mereka bahkan tidak berani pindah sekolah.
Laki-laki itu mengeluarkan buku bersampul hitam itu dari dalam tasnya. Ia sudah cukup lama tidak membuka lembaran buku itu, terakhir kali saat ia menemukan jenazah Kim Seungmin di dalam kelas.
Seperti dugaannya, kematian Yena tidak jauh-jauh dari ‘Death Note’ begitu laki-laki itu membuka lembaran pertama buku itu. Nama gadis itu tertera jelas di sana, di bawah nama Kim Seungmin.
Bulu kuduk Na Jaemin berdiri, ia bergidik ngeri dengan buku yang ada di genggamannya saat ini. Buku yang memunculkan nama-nama para korbannya sebelum mereka meregang nyawa. Buku yang benar-benar mengerikan.
Ia bingung bagaimana cara menghentikan teror kematian di dalam kelasnya. Total teman sekelasnya sudah empat orang yang meninggal. Jika dibiarkan berlanjut terus, bisa jadi korban selanjutnya adalah laki-laki itu.
Jaemin mengacak rambutnya frustasi. Sejujurnya, ia ingin mendiskusikan hal ini dengan pihak sekolah dan pihak yayasan, tapi ia terlalu takut dengan konsekuensi yang akan ia terima. Salah-salah, justru orang-orang yang mendengarkan masalah kutukan tersebut ikut terseret dalam lingkaran kutukan yang akan membuat mereka ikut meregang nyawa seperti korban-korban sebelumnya.
***
Matahari bersinar dengan teriknya, menyinari orang-orang yang kini menghadiri prosesi pemakaman gadis bernama Choi Yena. Isak tangis dari pihak keluarga, kerabat dan teman-teman terdekat gadis itu ikut mewarnai prosesi pemakaman yang sedang berlangsung.
Jaemin menatap datar gundukan tanah di depannya, yang saat ini tengah ditaburi kelopak-kelopak bunga dari pihak keluarga. Ia mengingat kembali bagaimana teman terdekatnya menjadi korban pertama dari teror ‘Death Note’ di dalam kelasnya. Ia benar-benar ingin menghancurkan siapa pun yang berada di balik teror tersebut.
Tangan laki-laki itu mengepal. Jeno yang melihat hal itu mengusap tangan temannya itu agar menjadi lebih tenang. Ia juga sama terpukulnya saat Mark meninggal di depan kedua matanya. Ia tahu betul penyebab kematian laki-laki tentu saja berkaitan dengan kutukan ‘Death Note’ di kelas mereka. Akan tetapi, semenjak kematian Park Junghwan, ia tidak tahu lagi di mana keberadaan buku itu. Ia bahkan sedikit ragu jika kematian dua orang teman sekelasnya juga berkaitan dengan buku usang yang tidak pernah lagi muncul ke permukaan itu.
***
Seisi kelas mulai menjauhi Na Jaemin, kecuali Jeno dan Chenle yang tetap setia menjadi teman terdekat laki-laki itu. Anak-anak mulai menyalahkannya karena tidak bisa mencari jalan keluar atas teror yang mereka alami. Anak-anak itu bahkan mengancam akan memberi tahu pihak luar, bahkan wartawan sekalipun mengenai teror kematian yang terjadi di kelas mereka.
Laki-laki itu tentu saja melarang mereka menyebarkannya dengan sembrono, ia khawatir akan terjadi hal yang lebih parah lagi jika orang luar ikut dilibatkan. Tapi laki-laki itu juga manusia biasa, ia tidak bisa mengendalikan semua orang yang ada di kelasnya saat mereka berada di luar sekolah, saat di dalam sekolah saja terkadang ia sedikit kewalahan.
Jaemin menatap teman-teman sekelasnya yang mulai berkumpul dan berbincang tanpa memedulikan dirinya. Jeno dan Chenle bahkan diseret paksa oleh teman-teman sekelasnya yang lain, sehingga Jaemin sendirian tanpa teman di kelas itu.
Perbincangan mereka tidak lain adalah menentang perintah dari Jaemin untuk tidak memberi tahu pihak luar tentang masalah yang sedang mereka alami. Dari 23 siswa yang berkumpul, tidak ada satu pun yang bersedia menjadi percobaan sebagai orang pertama yang melanggar perintah Jaemin sebagai bentuk pemberontakan.
“Kenapa kita nggak suruh si Jaemin saja buat ngasi tahu pihak sekolah sama pihak yayasan?”
“Kamu itu bego apa gimana? Kita itu mau melanggar perintahnya Jaemin, masa justru mau nyuruh dia buat ngelanggar perintahnya sendiri? Ya sudah pasti dia nggak maulah!.”
“Nggak pakai ngatain bego juga kali.”
Jeno dan Chenle saling melirik, teman-teman mereka benar-benar aneh saat mengatakan ingin menentang perintah Jaemin, tapi tidak ada satu pun dari antara mereka yang berani mencoba lebih dulu. Mereka berani mengancam laki-lak itu di saat mereka sendiri tidak memiliki keberanian untuk mewujudkan ancamannya itu.
“Jeno, bagaimana kalau kamu saja ngasi tahu orang luar?”
Laki-laki itu menatap datar ke arah Yujin. Gadis yang sebelumnya mengusulkan menyuruh Jaemin untuk memberi tahu pihak luar tentang apa yang mereka alami saat ini.
“Nggak maulah. Kenapa nggak kamu saja?” balas laki-laki itu.
“Chenle?”
“Nggak, nggak ada. Chenle dan aku nggak mau coba.”
“Kalian takut, ya?” ledek Chaewon.
“Kayak kamu berani saja,” balas Chenle sambil menatap tajam ke arah gadis itu.
Chaewon terdiam, kalah telak. Ia memang tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal itu. Ia menatap kedua kakinya yang sedang menapak lantai sambil berpikir. Ia memang tidak memiliki keberanian, tapi ia juga tidak ingin terus menerus berada dalam situasi seperti ini. Setidaknya mereka butuh orang lain untuk menolong mereka keluar dari situasi seperti ini.
“Ya sudah, kalau begitu aku saja yang coba,” ujar Chaewon menawarkan diri.
Mata Chenle membola. Ia tidak bermaksud menyuruh gadis itu menawarkan diri. Ia tidak mau gadis itu sampai terluka. Apalagi laki-laki itu sudah memendam perasaan pada gadis itu sejak awal semester satu.
“Kamu gila?”
“Apa sih, Chenle. Si Chaewon sudah menawarkan diri, jangan bikin dia berubah pikiran.”
Yujin menatap kesal pada Chenle yang saat ini seakan-akan mencoba mengubah pikiran Chaewon untuk memberi tahu pihak luar tentang permasalahan yang mereka alami saat ini. Tentu saja tatapan itu dibalas tatapan yang lebih sinis lagi oleh Chenle. Laki-laki itu bahkan berencana membuat perhitungan pada gadis itu jika sesuatu yang buruk terjadi pada Chaewon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
MasWan
bisa² saling melukai, bahkan saling bunuh nih ntar nya
2023-06-20
0