Chapter 13

Polisi sedang menginterogasi murid-murid yang satu kelas dengan Sangmin, termasuk Jaemin. Mereka dipanggil satu persatu ke dalam ruang kepala sekolah untuk dimintai keterangan terkait kasus hilangnya Sangmin. Tentu saja mereka tidak membuka mulut sedikit pun tentang kutukan yang ada di dalam kelas mereka saat ini. Mereka telah berembuk dan membuat kesepakatan bersama tentang kesaksian mereka hari ini. Mereka tentu tidak ingin membuat risiko dengan menentang peringatan yang sudah diberikan pada mereka sebelumnya.

Suasana benar-benar diwarnai oleh ketegangan saat ini. Tentu saja kedatangan polisi di sekolah mereka untuk menyelidiki kasus hilangnya Sangmin menjadi buah bibir di kalangan para murid dan guru yang mengetahuinya. Apalagi Sangmin memiliki latar belakang orang yang cukup berpengaruh di kota mereka. Tentu saja, hal tersebut akan diusut tuntas oleh pihak kepolisian, meskipun terkadang mereka tidak bekerja sesuai yang diharapkan oleh masyarakat selama ini.

***

Mereka benar-benar menaati perjanjian di antara mereka karena tidak ingin melibatkan pihak lain di luar murid kelas mereka. Meskipun mereka sampai sekarang masih belum menemukan cara untuk menghentikan teror kematian yang masih berlangsung di dalam kelas mereka.

Sudah tiga minggu berlalu dan sudah enam korban yang berjatuhan. Murid-murid di dalam kelas itu kembali berembuk untuk mendiskusikan kesamaan para korban tersebut. Tentu saja diskusi itu tidak melibatkan Na Jaemin yang merupakan ketua kelas sekaligus anak kesayangan pemilik yayasan sekolah itu. Laki-laki itu masih dikucilkan hingga saat ini, seolah-olah ia terlibat dalam teror kematian yang tidak kunjung berakhir di kelas mereka saat ini.

Laki-laki itu benar-benar muak dengan orang-orang di kelasnya saat ini, termasuk Jeno dan Chenle. Mereka bahkan kembali dengan terang-terangan mengusiknya. Ia menatap ke arah teman-teman sekelasnya yang saat ini tengah menatap tajam ke arahnya.

“Kamu kenapa lihat-lihat hah? Kamu kira kami takut sama kamu?”

Jaemin menatap tajam ke arah Subin yang baru saja membentaknya. Setelahnya ia menatap ke arah seluruh teman-teman sekelasnya satu per satu. Ia akan membuat perhitungan pada mereka yang berani macam-macam dengannya.

“Oh, begitu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan sama kamu. Hmm, Jung Subin, ya?’

Laki-laki itu menghembuskan nafas berat, lalu kembali menatap tajam Subin yang masih menatap tajam ke arahnya saat ini. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan membuat panggilan pada pihak sekolah.

“Halo.”

Semua atensi diberikan secara penuh pada Jaemin saat ini. Mereka sedikit waswas begitu laki-laki itu melakukan panggilan dengan ponselnya saat ini. Bahkan Subin yang sebelumnya membentak laki-laki itu, sedikit memberi raut khawatir sekarang.

“Subin dari kelas X MIA 1 baru saja membuat masalah denganku. Kamu tahu ‘kan apa yang harus kamu lakukan? Aku tunggu lima menit dari sekarang.”

Jaemin memutuskan panggilan telepon dengan petinggi sekolah. Ia benar-benar akan membuat perhitungan dengan Jung Subin hari ini. Ia dulu ditakuti bukan tanpa sebab, laki-laki itu bisa dengan bebas mengeluarkan orang-orang yang tidak ia sukai dari sekolah tempat ia berada saat ini. Ia tidak peduli dengan protes orang tua murid yang datang kepadanya, kedua orang tuanya akan melakukan sesuatu jika ia terusik dengan aksi protes tersebut dan tentunya akhir dari protes itu tidak akan pernah baik untuk orang tua murid dan murid yang bersangkutan.

***

Subin sedikit cemas begitu Na Jaemin telah selesai menelepon seseorang dan tersenyum meremehkan ke arahnya. Ia tidak tahu apa yang telah laki-laki itu lakukan tapi ia tahu bahwa hal itu pasti merugikannya.

Ponsel di saku Subin bergetar. Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya dari dalam sakunya, tertera kontak ayahnya yang sedang melakukan panggilan ke ponselnya saat ini. Laki-laki mengangkat panggilan itu dengan sedikit cemas.

“Halo.”

“Apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu tahu apa akibat dari tindak sembronomu barusan?”

Suara ayahnya terdengar menahan amarah yang berkecamuk dari seberang telepon saat ini. Subin menelan salivanya cemas. Ia menatap cemas ke arah Jaemin, yang tengah tersenyum meremehkan ke arahnya saat ini.

“Perusahaan NANA Corp yang melakukan investasi di perusahaan papa telah menarik semua investasinya. Apa kamu tahu kalau perusahaan papa sekarang berada diambang kehancuran dan kamu baru saja menyinggung pihak perusahaan yang akan menjadi penyelamat perusahaan papa saat ini. Apa kamu masih punya otak? Atau otakmu itu hanya hiasan saja di kepalamu? Kamu benar-benar keterlaluan. Pihak sekolah juga barusan menelepon bahwa kamu dikeluarkan dari sekolah karena terlibat perkelahian dengan anak dari pemilik perusahaan NANA Corp sekaligus pemilik yayasan sekolahmu saat ini. Kamu benar-benar sinting. Kesalahan apa yang telah kuperbuat sampai memiliki anak sepertimu.”

Subin jatuh terduduk begitu telepon dengan ayahnya terputus. Ia seperti kehilangan jiwanya saat ini. Di sudut matanya, ia dapat melihat senyuman Jaemin yang semakin lebar sambil menatap ke arahnya.

Ia ingin marah pada laki-laki yang baru saja menghancurkan hidupnya dan keluarganya saat ini. Tapi ia tahu tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal itu karena masih sangat terkejut.

“Nah, karena Subin bukan lagi murid di sekolah ini, aku penasaran apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Bukankah ia telah melanggar peringatan pertama yang muncul di papan tulis itu,” kata Jaemin seraya menunjuk ke arah papan tulis putih di depan kelas.

Murid-murid di kelasnya terkejut dengan apa yang baru saja laki-laki itu katakan. Mereka menatap bergantian antara Subin dan Jaemin.

“Kamu sudah gila? Dia hanya membentakmu dan kamu mengeluarkannya dari sekolah?”

Jaemin menatap tajam ke arah Woobin yang saat ini tampak sedang membela Subin di hadapannya. Ia mengakui bahwa tindakannya sedikit keterlaluan, tapi ia ingin membuat orang-orang di kelasnya jera dengan apa yang mereka perbuat selama beberapa hari belakangan ini. Ia sudah cukup bersabar dengan tidak menghancurkan mereka satu per satu.

“Dia bisa saja mati jika dikeluarkan dari sekolah ini. Kamu tahu itu ‘kan? Yena yang tidak hadir sehari saja karena sakit langsung meninggal setelahnya. Aku tidak habis pikir denganmu.”

Teman-teman kelasnya ikut menatap tajam ke arahnya saat ini. Ia tidak takut meski jumlah mereka banyak. Ia dapat dengan mudah menghancurkan mereka satu per satu jika ia mau.

“Terus kenapa? Kamu mau dikeluarkan juga?”

Woobin terdiam. Tatapannya yang sebelumnya tajam berubah menjadi tatapan khawatir. Ia tidak mungkin mampu melawan Jaemin yang memiliki latar belakang berpengaruh tidak hanya di lingkungan sekolahnya, tapi juga di kotanya saat ini.

“Aku sudah cukup lama bersabar dengan kelakuan kalian selama ini. Kalau kalian mengusikku lagi, kalian tahu apa yang akan terjadi.”

Jaemin mengeluarkan buku usang dengan sampul warna hitam dari dalam tasnya. Seperti dugaannya, nama Subin tercatat di dalam buku itu. Ia merasa sedikit bersalah, tapi ia jadi tahu apa yang akan terjadi jika perintah yang muncul di papan tulis kelas mereka itu dilanggar.

Laki-laki itu membaca satu persatu nama yang tertera di dalam buku usang itu di hadapan seluruh teman sekelasnya. Tentu saja teman-teman sekelasnya terkejut dan takut. Bahkan Subin yang namanya disebutkan terakhir sebelum Jaemin menutup buku itu, sudah seperti boneka kosong tanpa jiwa. Ia hanya menatap kosong ke depannya dengan putus asa.

“Lihat saja apa yang akan terjadi sama Subin setelah ini. Tentu kalian pun bisa memperkirakan apa kira-kira yang akan terjadi padanya setelah ini.”

Jaemin memasukkan kembali buku usang itu ke dalam tasnya, merapikan seluruh alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Setelah itu, ia berjalan meninggalkan teman-teman sekelasnya yang masih terkejut saat ini, termasuk Jeno dan Chenle yang diam membatu di tempatnya saat ini. Mereka benar-benar tidak menyangka jika dugaan mereka terkait buku usang itu benar.

***

Isak tangis mulai terdengar di dalam kelas itu. Murid-murid perempuan yang takut dan cemas tentang apa yang mungkin terjadi pada mereka mulai menangis tersedu-sedu dan putus asa. Mereka benar-benar terkejut dengan fakta yang baru saja diungkapkan pada mereka oleh Jaemin.

“Jika laki-laki itu tahu penyebab dari teror kematian yang ada di kelas ini. Kenapa ia tidak mengatakannya sejak awal?”

“Setelah apa yang kita semua lakukan padanya? Tidak mungkin. Kau lihat dia bisa membuat Subin berada di dalam daftar itu hanya karena Subin membentaknya tadi? Kau pikir ia akan mau membantu kita saat ini?”

“Lagian siapa, sih, dari awal yang mengusulkan untuk mengucilkannya. Lihat sekarang? Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kalau buku itu memang ada di tangannya sejak awal, kenapa ia tidak menghancurkannya saja dari awal agar korban tidak terus berjatuhan? Apa mungkin justru ia yang ada dibalik teror kematian itu?”

Jeno dan Chenle berlari meninggalkan teman-teman sekelasnya yang sedang berdebat, saling menyalahkan dan membuat spekulasi masing-masing. Mereka mengejar Jaemin yang sudah meninggalkan kelas mereka setelah membuat semua orang di dalam sana terkejut dan ketakutan. Mereka membutuhkan penjelasan dari laki-laki itu saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!