Pemakaman Mark dilaksanakan dua hari setelah kejadian di dalam kelas. Anehnya, orang yang melemparkan batu dari balik jendela kelas mereka belum terungkap sampai saat laki-laki itu selesai dimakamkan.
Tidak ada siapa pun yang melihat pelaku utama pelemparan batu, bahkan batu yang dilempar pun tidak memiliki bekas sidik jari seseorang. Kedua orang tua Mark ingin memperjuangkan keadilan bagi anaknya, tapi hanya menemui jalan buntu. Bahkan Jaemin, Jeno dan Chenle yang merupakan teman dekat Mark tidak bisa membantu apa pun. Seolah-olah kematian laki-laki itu adalah sebuah kutukan, karena namanya telah tertulis dalam buku ‘Death Note’.
Hal itu membuat banyak spekulasi yang menyebar di antara teman-teman sekelasnya, tapi tidak ada yang berani membuka mulutnya keluar kelas setelah Jaemin mengancam akan membuat mereka menderita jika berani menyebarkan soal ‘Death Note’ keluar lingkungan kelas mereka. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi karena mulut sembrono teman-teman sekelasnya, apalagi keluarganya merupakan pemilik yayasan di sekolah itu. Ia khawatir reputasi sekolahnya menjadi buruk dan orang-orang tidak ingin masuk ke dalam sekolahnya karena rumor soal ‘Death Note’.
***
Jaemin menatap nanar gundukan tanah yang ada di depannya saat ini. Laki-laki itu belum bisa menerima kenyataan yang menimpa teman dekatnya itu. Ia sudah melakukan penyelidikan terhadap pelaku teror ‘Death Note’ dan pembunuhan Mark, tapi ia hanya menemui jalan buntu. Ia tidak kunjung menemui titik terang sampai hari ini.
Ia takut akan lebih banyak korban yang berjatuhan setelah ini, apalagi ‘Death Note’ itu benar-benar terasa seperti kutukan kematian yang lemparkan pada mereka. Reputasi sekolah akan benar-benar hancur jika hal itu terjadi.
Laki-laki itu melangkah meninggalkan gundukan tanah tempat teman dekatnya itu disemayamkan. Ia hanya datang berkunjung untuk menyapa dan mengucapkan salam perpisahan untuk ke sekian kalinya pada temannya itu. Teman yang telah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.
***
Jaemin melangkahkan kakinya memasuki ruang kelasnya pagi ini. Suasana di kelasnya benar-benar terasa berbeda semenjak kematian Mark. Ia dan teman-teman dekatnya bahkan seolah-olah dikucilkan oleh orang-orang di dalam kelasnya dengan alasan mereka meyakini kutukannya tidak hanya pada Mark, tapi juga padanya, Jeno dan Chenle, orang-orang yang paling akrab dengan Mark di kelas itu. Mereka takut ikut terbawa-bawa ke dalam lingkaran kutukan itu jika bergaul bersama mereka bertiga.
Orang-orang di kelasnya bahkan terkadang dengan sengaja membuat Jaemin kesal agar bisa dipindahkan dari kelas itu, bahkan dari sekolah itu. Tapi yang mereka dapatkan adalah pembalasan yang lebih parah dari laki-laki itu dan teman-temannya.
Nafas laki-laki itu tercekat begitu ia kembali buku usang dengan sampul berwarna hitam itu ada di atas meja guru di depan kelas mereka, sama seperti ketika ia pertama kali menemukan buku itu.
Laki-laki itu menarik nafasnya dalam, kemudian menghembuskannya. Ia takut bertindak gegabah hari ini. Ia tidak akan penasaran dan membuka buku itu sama seperti terakhir kali. Ia hanya membiarkan buku itu tetap pada posisinya di atas meja guru di depan kelas.
Ia melangkahkan kedua kakinya menuju bangkunya, menaruh tasnya di atas mejanya dan mulai membaca buku. Bohong jika ia tidak tertarik untuk mengambil dan membuka buku itu, tapi ia lebih takut konsekuensi yang akan ia terima jika ia berani berbuat macam-macam. Ia hanya akan diam dan tenang sambil mengamati sekitarnya.
***
Anak-anak mulai memasuki ruang kelas. Tidak jauh berbeda dengan ekspresi yang sebelumnya ditunjukkan oleh Jaemin, setiap siswa yang memasuki kelas itu akan merasa terkejut, takut dan khawatir begitu menyadari keberadaan buku itu. Tapi belum ada satu pun yang berani mendekat dan membuka buku itu. Mereka berpikir bahwa Mark terbunuh karena telah membuka buku itu dengan sengaja, jadi tidak ada yang berani membuka buku itu meskipun mereka merasa penasaran.
Suasana kelas terasa mencekam pagi itu. Sebagian besar murid di kelas itu merasa ketakutan. Mereka merasa seperti tengah diteror dengan cara yang paling mengerikan karena melibatkan nyawa manusia. Tapi belum ada yang berani membuka mulut ke lingkungan di luar kelas mereka. Salah-salah mereka malah dianggap gila oleh orang-orang.
“Uhukk....uhuk.....”
“AHHHH!”
Suasana di dalam kelas itu semakin tegang begitu ada yang menjerit di dalam kelas itu. Semua mata tertuju pada orang yang tengah terbatuk-batuk dengan orang yang barusan menjerit di sebelahnya.
Wajah gadis itu pucat pasi melihat temannya yang terbatuk-batuk. Melihat hal itu, anak-anak mulai datang mendekat dan berkerumun di sekeliling mereka berdua, ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Laki-laki itu batuk dengan suara yang sangat kesakitan. Anak-anak di dalam kelas itu menjerit histeris begitu laki-laki itu memuntahkan cukup banyak darah dari dalam mulutnya. Setelahnya ia terduduk lemas di atas lantai kelasnya, kemudian tidak sadarkan diri dengan kepala merapat di atas kursi yang sebelumnya ia duduki.
Seisi kelas semakin mencekam, tidak sedikit yang menjerit ketakutan begitu melihat salah satu teman sekelasnya seperti itu. Seisi kelas di landa kepanikan. Banyak di antara mereka yang lebih mengkhawatirkan nasib mereka dibandingkan kondisi teman sekelas mereka yang sudah terkapar tidak berdaya di depan kedua bola mata mereka.
Jaemin mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, menghubungi petinggi di dalam lingkungan sekolah untuk mengurus permasalahan tersebut agar tidak menimbulkan keributan seperti yang terjadi di hari Mark meregang nyawa. Setelahnya laki-laki itu melangkah maju ke depan kelas, ke arah meja guru, tempat buku usang bersampul hitam itu berada.
Ia membuka lembaran buku itu. Ia takut jika benar yang terjadi di dalam kelas mereka saat ini benar-benar kutukan. Ia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya jika itu benar-benar merupakan kutukan.
Death Note
1. Mark Lee
2. Park Junghwan
Kedua matanya membola begitu melihat nama teman sekelasnya yang baru saja tidak sadarkan diri setelah terbatuk-batuk dan memuntahkan darah itu tertulis di halaman pertama di dalam buku itu, tepat di bawah nama Mark. Keringat dingin menguncur dari dahi laki-laki itu. Ia tidak tahu harus bagaimana sekarang.
Laki-laki itu dengan cepat melangkah menuju bangkunya, memasukkan buku itu dengan segera ke dalam tasnya agar tidak ada yang tahu. Kondisi kelas saat ini benar-benar buruk, ia tidak ingin memperburuk keadaan dengan informasi tersebut, setidaknya ia ingin menyimpan ini sendirian untuk sementara waktu sampai ia menemukan titik keluar dari permasalahan ini.
Tidak ada yang menyadari pergerakan dari laki-laki itu karena suasana kelas dilanda kepanikan. Tidak sedikit bahkan yang berpikir untuk segera mengurus berkas-berkas agar bisa pindah dari sekolah itu, atau mungkin pindah dari kelas itu. Mereka takut kutukan itu ternyata tidak ditujukan hanya pada Jaemin dan teman-temannya, melainkan pada seluruh penghuni kelas itu. Entah siapa pelakunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
MasWan
msh blm jelas siapa yg melakukan, mungkinkah arwah chaeryung
2023-06-13
0