Chapter 8

Chaewon duduk sambil menatap ke arah makanannya yang bahkan tidak mampu mengundang selera makannya siang itu. Bukan karena penampilan makanan itu buruk, bukan juga karena rasanya kurang enak. Gadis itu selalu menyukai semua masakan yang dibuat oleh bundanya.

Kedua orang tua gadis itu sudah beranjak dari meja makan karena harus kembali ke kantor. Bundanya sebenarnya cukup sibuk, tapi terkadang ia masih menyisihkan sedikit waktunya untuk sekedar memasak untuk suami dan putrinya.

“Haahhh....”

Helaan nafas keluar dari mulut gadis itu. Ia ragu untuk memberitahukan kejadian yang terjadi di kelasnya selama beberapa hari terakhir. Ia takut jika nantinya ia akan menanggung risiko yang akan membuatnya menyesal seumur hidup.

Gadis itu beranjak meninggalkan meja makan, ia bahkan tidak memakan makanannya sedikit pun. Tidak lama gadis itu kembali ke meja makan sebelum kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak ingin bundanya merasa sedih karena gadis itu tidak memakan makanan yang sudah dibuat oleh bundanya dengan susah payah. Bundanya mungkin tidak marah, tapi gadis itu tetap akan merasa bersalah jika bundanya sampai sedih dan kecewa karena perbuatannya.

Ia menghabiskan makanan yang telah dibuat oleh bundanya sebelumnya dengan penuh paksaan karena selera makannya seakan-akan menguap entah ke mana. Ia menghargai masakan yang telah dibuat oleh bundanya dengan susah payah itu. Ia tahu bagaimana sibuknya bundanya, tapi beliau masih menyempatkan untuk membuat makanan untuknya dan ayahnya.

Setelah selesai makan, gadis itu beranjak meninggalkan meja makan. Ia melangkah menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Ia ingin menyiapkan hati, pikiran dan mentalnya terlebih dahulu sebelum akhirnya mengungkapkan kejadian yang terjadi di kelasnya pada kedua orang tuanya.

***

Chaewon duduk di depan meja belajarnya sambil menatap ke arah luar jendela kamarnya. Hari sudah gelap dan hujan di luar turun dengan derasnya. Kedua orang tuanya belum kunjung pulang dari kantornya sejak tadi.

Mata gadis itu sesekali melirik ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Pukul 21.30 tertera di sana. Ia mencoba berpikiran positif kalau kedua orang tuanya mungkin mendapat banyak pekerjaan di kantor sampai harus lembur.

Drrttt.... drrttt....

Ponsel gadis itu bergetar. Ia melangkah mendekati ponselnya yang ia taruh di atas tempat tidur. Di sana tertera kontak neneknya yang sedang melakukan panggilan ke kontak gadis itu.

“Halo, nek.”

“Chaewon, ke rumah sakit sekarang! Bunda sama Ayah kecelakaan tadi sore. Ini nenek juga baru dikasi tahu.”

Jantung gadis itu berdegup kencang. Ia segera mengambil dompet dan ponselnya, lalu berlari ke luar dari rumah. Tentu saja ia tidak lupa untuk mengunci pintu rumahnya.

Gadis itu memesan taksi online untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat kedua orang tuanya berada saat ini. Orang tuanya bahkan belum mendengarkan tentang kutukan yang ada di dalam kelasnya, tapi sudah mengalami kecelakaan. Tidak mungkin itu kecelakaan ringan jika keduanya sampai dilarikan ke rumah sakit sejak sore, tapi belum memberi kabar sama sekali padanya.

Air mata gadis itu mulai berjatuhan. Ia mondar-mandir dengan gelisah sambil menunggu taksi online yang ia pesan tiba. Perasaannya benar-benar hancur saat ini.

***

Chaewon menaiki taksi online yang telah ia pesan sebelumnya ketika taksi itu tiba di depan rumah gadis itu. Air matanya belum kunjung berhenti menetes sejak tadi. Tubuh gadis itu bahkan sampai gemetar karena ketakutan. Ia takut jika kecelakaan yang dialami oleh kedua orang tuanya ada hubungannya dengan kutukan kematian yang ada di dalam kelasnya saat ini.

Gadis itu turun dari taksi begitu taksi itu tiba di depan UGD rumah sakit. Ia menghampiri neneknya yang saat ini sedang duduk dengan wajah penuh kesedihan sambil memandang ke arah kedua kakinya yang menapak lantai. Ia memeluk wanita tua renta itu sambil menangis ketakutan.

Ia tambah ketakutan saat ia mengetahui bahwa sejak tadi kedua orang tuanya belum sadarkan diri. Neneknya mengusap punggung gadis itu menenangkannya.

Sedikit perasaan lega timbul setelah diberi tahu bahwa kedua orang tuanya sudah stabil, hanya saja memang belum sadarkan diri. Chaewon tidak melepaskan pelukannya dari tubuh renta neneknya, ia masih ketakutan sampai saat ini.

***

Kim Chaewon terlambat memasuki kelas pagi ini. Suasana ketegangan dan penuh rasa penasaran menyelimuti ruang kelas pagi itu. Gadis itu datang saat jam pelajaran pertama sedang berlangsung, gadis itu bahkan nyaris tidak dibolehkan masuk ke dalam lingkungan sekolah oleh satpam yang sedang berjaga di pintu gerbang sekolah.

Mood Chenle tentu saja sangat buruk, mengingat Chaewon tidak membalas pesannya sama sekali sejak kemarin sore. Makin buruk saat ia mendapati Chaewon masuk ke dalam kelas dengan lesu seperti mayat hidup, seakan-akan jiwa gadis itu terbang entah ke mana.

Perhatian di kelas tentu saja di arahkan pada gadis yang kini tengah duduk di bangkunya pada jam pelajaran ketiga, setelah diusir dari kelas pada jam pelajaran pertama dan kedua karena terlambat. Gadis itu hanya berekspresi murung sejak tadi.

Chenle menatap Yujin sambil mengepalkan tangannya. Ia benar-benar akan membuat perhitungan pada gadis itu setelah melihat keadaan Chaewon pagi ini.

***

Atensi anak-anak teralihkan dari Kim Chaewon saat papan tulis yang tadinya berisi penjabaran mengenai soal matematika yang baru saja di terangkan oleh gurunya, tiba-tiba menjadi bersih tanpa noda. Tulisan gurunya di papan tulis entah menghilang ke mana.

Suasana tegang menyelimuti ruang kelas begitu tulisan berwarna merah tua menyerupai darah kembali muncul di papan itu. Ketakutan melingkupi seluruh siswa di kelas itu, bahkan ada yang sampai menjerit begitu melihat tulisan itu muncul di papan tulis.

‘JANGAN MAIN-MAIN DENGANKU

CERITAKAN PADA ORANG LUAR DAN MEREKA AKAN IKUT MATI’

Kim Chaewon menangis tersedu-sedu begitu membaca tulisan itu. Ia bahkan belum memberi tahu kepada kedua orang tuanya, tapi mereka sudah mengalami kecelakaan. Entah apa yang terjadi jika ia sudah memberi tahu mereka, mungkin keduanya sudah tidak bisa tertolong lagi.

Melihat Chaewon yang langsung menangis, kepalan tangan Chenle makin mengeras. Ia benar-benar ingin menghajar Yujin, tidak peduli dia perempuan. Laki-laki itu menahan emosinya mengingat di kelas mereka saat ini masih ada guru yang sedang mengajar.

Sementara itu, guru mereka yang sedang duduk di kursi guru di depan kelas sambil memainkan ponselnya, kebingungan dengan ekspresi anak-anak muridnya yang tiba-tiba ketakutan, histeris dan menangis sambil melihat ke arah papan tulis. Ia ikut mengarahkan pandangannya ke arah papan tulis, tapi yang ia lihat hanyalah kumpulan angka-angka yang ia tulis sebelumnya, sebelum ia duduk.

Rasa panik ikut menyelimuti guru itu ketika sudah ada siswa di kelas itu yang pingsan karena ketakutan. Ia segera berlari ke arah ruang kepala sekolah untuk memberi tahu keanehan yang terjadi di dalam kelas itu. Ia takut jika anak-anak muridnya sedang kesurupan massal di kelas itu.

Terpopuler

Comments

MasWan

MasWan

whoooaaahhh... aneh juga ya, hanya murid² kelas itu saja yg mengalami kejadian, selain itu nggak

2023-06-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!