Chapter 15

“Kalian mau bicara apa?” tanya Jaemin sambil menatap tajam ke arah Jeno dan Chenle.

Jeno menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya. Ia sebenarnya sedikit bingung tentang hal yang ingin ia tanyakan kepada Jaemin. Ia bingung harus mulai bertanya dari mana, ia bahkan tidak melihat isi buku itu di hari di mana Mark terbunuh di hadapan mereka.

“Sejujurnya aku tidak tahu harus mulai bertanya dari ma-“

“Kamu dapat buku itu dari mana?”

Jeno menatap ke arah Chenle yang baru saja memotong perkataannya. Laki-laki itu tidak balas menatap ke arahnya dan hanya menatap lurus ke arah Jaemin sejak tadi.

“Aku tidak tahu buku itu dari siapa, tapi aku dapat buku ini dari meja guru di dalam kelas.”

“Sejak kapan buku itu ada sama kamu?” Jeno bertanya pada Jaemin, menyelesaikan kalimatnya secepat mungkin karena tidak ingin ucapannya kembali dipotong oleh Chenle.

“Buku itu ada sama aku saat perhatian kalian semua mengarah ke Junghwan yang saat itu sedang terbatuk-batuk dan muntah darah di dalam kelas.”

“Sebelumnya?”

“Aku tidak mengambil buku itu. Buku itu seolah-olah menghilang semenjak kematian Mark di dalam kelas, lalu kembali muncul sebelum kematian Junghwan.”

Jeno menyipitkan matanya dan menatap curiga ke arah Jaemin, seakan-akan sedang mencari kebohongan di mata laki-laki itu setelah mendengarkan laki-laki itu berbicara. Tidak ada keraguan di sana. Ucapan Jaemin terdengar tidak masuk akal, tapi semua yang terjadi di kelasnya akhir-akhir ini memang di luar nalar manusia.

“Kenapa kamu tidak bilang kalau buku itu ada sama kamu?”

“Untuk apa aku bilang jika kalian semua mengucilkanku. Aku juga tidak terlalu membutuhkan kalian. Aku juga tidak punya kewajiban untuk memberikan informasi ini secara cuma-cuma sama kalian.”

“Itu sebenarnya buku apa?”

“Death Note.”

Jeno dan Chenle terkejut begitu mendengar perkataan yang keluar dari mulut Jaemin dengan entengnya. Seolah-olah hal itu bisa diucapkan dengan santai seperti yang baru saja dilakukan laki-laki itu. Bahkan mereka ragu laki-laki itu merasa cemas, takut dan khawatir seperti yang mereka rasakan selama teror kematian terus menyebar di dalam kelas mereka sampai saat ini.

“Terus kenapa buku itu tidak kamu singkirkan?” tanya Chenle dengan penasaran.

“Emangnya kamu bisa nyingkirin buku ini? Aku sudah coba segala cara buat hancurin buku ini, aku bahkan sampai ngebakar buku ini, tapi buku ini tetap kembali seperti semula, bahkan tidak ada bekas kalau aku sudah ngebakar buku itu. Mark saja sampai ngerobek-robek buku itu, tapi tetap utuh sampai sekarang. Bahkan nggak ada bekas-bekas robekan yang sudah dilakukan oleh Mark.”

“Terus tulisan yang ada di dalam sana, itu kamu yang tulis?”

“Tidak. Kalian mungkin tidak percaya, tapi nama-nama mereka muncul begitu saja dari dalam buku itu, seolah-olah urutan kematian mereka sudah ditentukan sejak awal. Aku juga tidak bisa menebak nama siapa yang akan muncul dari dalam buku itu. Kalian juga lihat sendiri aku tidak pengang pena atau menulis apa pun di dalam buku itu selama aku di sekolah, tapi kalian bisa lihat senidiri,” Jaemin mengeluarkan buku usang itu dari dalam tasnya lalu membuka halaman pertama dari buku itu yang menunjukkan nama-nama teman sekelas mereka yang sudah meninggal.

“Kalian lihat sendiri ‘kan? Nama Subin tertulis di dalam sini tanpa perlu aku tulis. Bukannya sebelum Mark meninggal ia juga menunjukkan buku ini pada kalian dan memperlihatkan bagaimana tulisan tangannya hilang setelah ia menulis di dalam buku ini?”

Jeno dan Chenle saling menatap sebentar, kemudian mengangguk mengerti sambil menatap ke arah Jaemin. Mereka sekarang tahu bahwa buku itu memang tidak bisa disingkirkan, tapi mereka tetap tidak bisa hanya berdiam saja sambil menunggu kematian datang menghampiri mereka. Setidaknya mereka harus melakukan sesuatu agar bisa terbebas dari teror ‘Death Note’ itu.

“Terus sekarang bagaimana? Kamu tahu siapa dalang di balik teror ‘Death Note’ ini? Atau kamu tahu cara untuk bisa bebas dari teror kematian ini?”

Jaemin menggelengkan kepalanya dan membuat Jeno dan Chenle menghembuskan nafas frustasi. Tidak ada satu pun dari mereka yang tahu bagaimana cara agar bisa terbebas dari teror kematian yang masih terus berlanjut hingga sekarang.

“Kalian sudah selesai bertanya?” tanya Jaemin.

Jeno dan Chenle saling melirik, kemudian mengangguk. Keduanya berdiri dari posisi duduknya hendak pergi dari sana dan meninggalkan Jaemin sendirian di dalam sana.

“Siapa bilang kalian sudah boleh pergi sekarang?”

Kedua laki-laki itu lantas menghentikan pergerakannya, lalu kembali ke posisi duduknya semula. Mereka menatap lurus ke arah Jaemin yang menatap keduanya dengan tatapan datar.

“Sekarang giliran aku yang betanya kepada kalian. Apa kalian tahu apa yang terjadi sama Sangmin?”

Jeno dan Chenle beradu pandang sejenak, lalu menghembuskan kasar nafas mereka. Mereka menatap aneh ke arah Jaemin yang mereka yakini sudah tahu kalau sebenarnya Sangmin sudah meninggal.

“Untuk apa kamu memegang ‘Death Note’ itu selama ini jika kamu tidak tahu apa yang terjadi dengan laki-laki itu.”

“Aku tahu bahwa dia kemungkinan besar sudah meninggal karena sudah cukup lama semenjak namanya tertera di dalam buku ini, tapi aku tidak tahu bagaimana ia bisa meninggal. Apalagi pihak kepolisian sampai datang ke sekolah dan mencarinya seolah-olah anak itu lenyap ditelan bumi.”

“Dia sudah meninggal.”

“Aku tahu, dia sudah meninggal. Aku kan su-“

“Dia tidak mati kecelakaan.”

Jaemin ingin protes ketika ucapannya dipotong oleh Chenle. Tapi begitu mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut lai-laki itu, ia membatalkan niatnya untuk protes pada laki-laki itu.

“Maksudnya?” tanyanya heran.

“Ia dibunuh.”

“Sama seperti kasus keracunan Junghwan?”

Chenle dan Jeno menggeleng dan membuat Jaemin bingung sekaligus penasaran. Ia bahkan menduga laki-laki itu meninggal dengan cara yang sama seperti Seungmin, yang gantung diri di dalam ruangan kelas mereka tempo hari.

“Ia dimakan monster.”

“Maksudnya? Ada monster di sekolah?”

“Kamu mungkin tidak percaya, tapi ada. Bahkan anak-anak di kelas sudah melihatnya. Mungkin hanya kamu yang tidak melihat monster itu hari itu. Penampilannya benar-benar mengerikan. Ia seperti bersembunyi di dalam toilet di ujung koridor setelah membunuh Sangmin.”

Jaemin melongo mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Chenle. Ia bahkan tidak tahu jika ada monster di dalam sekolah mereka. Apalagi lokasi keberadaan monster itu tidak begitu jauh dari ruang kelas mereka.

“Terus kenapa monster itu belum muncul ke permukaan sampai sekarang? Maksudnya setelah kematian Sangmin, monster itu belum menampakkan dirinya di hadapan kita semua.”

“Aku menduga bukan ia tidak mau, tapi ia memang tidak bisa.” Ujar Jeno.

“Maksudmu apa?”

“Ingat monster itu muncul ketika toilet itu dalam keadaan sangat gelap. Aku bahkan heran kenapa toilet di ujung koridor bisa segelap itu. Aku menduga bahwa monster itu tidak bisa berkeliaran di siang hari, di mana cahaya matahari bersinar dengan teriknya. Tapi saat malam hari, mungkin akan berbeda.”

Jaemin dan Chenle menganggung-angguk mengerti. Penjelasan Jeno cukup masuk akal untuk diterima mengingat selama ini jam pelajaran sekolah berlangsung saat matahari masih bersinar di atas langit dan belum digantikan oleh gelapnya malam.

“Satu lagi, ini masih dugaanku, tapi mungkin monster itu tidak bisa membunuh orang-orang di luar sekolah mengingat kemunculan monster itu hanya terjadi di dalam lingkungan sekolah.”

“Bagaimana dengan kematian Yena dan Eunsang.”

“Yena meninggal karena demam tinggi yang disertai kejang, mungkin tidak ada hubungannya dengan monster itu, tapi aku juga belum yakin. Sedangkan Eunsang, ia bukannya meninggal karena kecelakaan tepat di depan pintu gerbang sekolah. Apakah monster itu sudah ada sebelum Eunsang meninggal dan membuat laki-laki itu kecelakaan? Ingat pohon yang ada di depan pintu gerbang agak aneh semenjak kematian Eunsang, seolah-olah baru saja ditabrak, bagian depan mobil Eunsang juga penyok padahal mobilnya ditabrak oleh truk dari arah samping.”

Jaemin dan Chenle mengangguk-angguk setelah mendengar penjelasan dari Jeno. Penjelasan laki-laki itu cukup masuk akal, akan tetapi belum bisa dipastikan kebenarannya, dan tentu saja tidak akan ada yang berani ke sekolah pada malam hari. Siang hari saja sudah cukup menakutkan, apalagi malam hari. Tidak mungkin ada anak-anak di dalam kelas mereka yang dengan sukarela menyerahkan nyawanya sambil memasuki sekolah itu di malam hari. Tanpa melakukan itu pun, nyawa mereka semua sudah terancam.

Terpopuler

Comments

MasWan

MasWan

apakah si jaemin ini yg bakal menguak semua misteri yg terjadi dikelasnya? ya tentunya dibantu teman²nya atas ide nya jaemin

2023-06-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!