Jeno mengetuk pintu rumah Jaemin. Laki-laki itu datang berkunjung ke rumah temannya itu sepulang sekolah. Ia bahkan tidak mengabari temannya itu bahwa ia akan berkunjung ke rumahnya.Wajah laki-laki itu sedikit mengeras. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah dan rasa kecewanya.
Chenle yang ikut di mengunjungi rumah laki-laki itu hanya menatap datar ke arah pintu rumahnya. Tidak ada binar kebahagiaan di mata dua laki-laki yang berada di depan pintu rumah Jaemin, hanya ada sorot marah dan kecewa di sana. Seolah-olah keduanya merasa seperti sedang dikhianati saat ini.
Chenle memutar malas bola matanya ketika pintu rumah itu tidak kunjung terbuka sejak tadi. Mereka sangat yakin Jaemin sedang ada di rumah saat ini. Apalagi motor dan mobil laki-laki itu terparkir rapi di dalam garasi rumahnya.
Awan mendung yang menghiasi langit hari ini seperti menggambarkan seperti apa perasaan mereka saat ini. Mereka benar-benar merasa kecewa dengan Jaemin saat ini. Mereka cukup lama berteman, tapi laki-laki itu seakan-akan tidak menganggap mereka berdua seperti itu.
Hujan turun dengan deras, tapi pintu rumah itu belum kunjung terbuka. Jeno dan Chenle saling menatap, mereka yakin Jaemin sedang tertidur di dalam kamarnya saat ini. Mereka tahu benar seperti apa temannya itu kalau sudah tertidur, betapa sulit membangunkannya. Apalagi hujan telah turun, mungkin tidur laki-laki itu akan lebih nyenyak.
Keduanya akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Mungkin esok hari baru keduanya menuntut penjelasan dari temannya itu.
***
Jeno dan Chenle memperhatikan Jaemin yang sejak tadi duduk di bangkunya. Laki-laki itu datang seperti biasa, lebih dulu dibandingkan dengan anak-anak lain di dalam kelasnya. Mereka melangkahkan kakinya mendekati laki-laki yang tengah sibuk membaca buku pelajaran sejarah yang akan diajarkan pagi ini. Sisi ambisius laki-laki itu benar-benar terpampang nyata di hadapan keduanya.
“Kamu nyembunyiin buku itu kan?”
Sedikit tersentak begitu mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Jeno, Jaemin mengarahkan pandangannya dari buku ke arah kedua laki-laki yang saat ini sudah berada di sampingnya itu. Ia sedikit terkejut begitu mengetahui ada yang tahu keberadaan buku itu saat ini. Ia bahkan bingung bagaimana ia bisa ketahuan.
Tatapan Jeno dan Chenle yang cukup menusuk seakan sedang menuntut jawaban dari laki-laki itu dengan tidak sabar, membuat laki-laki itu menghembuskan nafasnya. Ia mengangguk sebagai jawaban.
“Kenapa kamu nggak pernah cerita kalau buku itu ada sama kamu?”
“Kamu benaran anggep kami teman?”
Jaemin menatap sinis dua orang yang ada di hadapannya itu. Ia sangat terganggu dengan pertanyaan yang barusan dilontarkan oleh Chenle.
“Terus kalian apa? Bukannya kalian yang akhir-akhir ini jaga jarak sama aku?”
Laki-laki itu tertawa sinis melihat dua orang yang ada di depannya. Sejujurnya ia mau-mau saja memperlihatkan buku tersebut pada dua orang yang kini ada di hadapannya itu, tapi begitu Chenle menyentil egonya, perasaan seperti itu luntur. Laki-laki itu pergi meninggalkan dua orang yang masih diam di tempatnya itu, sambil membawa tasnya.
***
Jaemin berjalan menelusuri koridor kelas. Orang-orang yang melihatnya, menghindarinya seakan-akan dia adalah kuman, dikarenakan rumor tentang kutukan di kelas mereka telah menyebar. Bahkan tidak sedikit yang protes ke guru dan kepala sekolah untuk memindahkan semua murid yang ada di kelas itu. Tapi tentu saja tidak ada yang berani melakukan protes itu terang-terangan di hadapan Na Jaemin, bisa-bisa justru mereka yang dikeluarkan dari sekolah itu.
Sejak rumor buruk itu beredar, para guru sekalipun, enggan menginjakkan kakinya di kelas itu dan membuat kelas itu memiliki banyak jam kosong. Para guru hanya akan memberikan tugas yang dikirimkan melalui ketua kelas.
Meskipun beberapa murid di kelas itu kecewa dengan tindakan para guru di sekolahnya itu, tapi di sisi lain mereka juga bersyukur karena jadi memiliki lebih banyak waktu untuk berdiskusi, mencari cara agar bisa keluar dari kutukan kematian yang menyebar di kelasnya itu. Tentu saja diskusi itu tidak melibatkan Jaemin di dalamnya.
***
Jeno dan Chenle tidak ingin bergabung dalam diskusi yang sedang berlangsung di dalam kelasnya saat ini, tentang cara untuk menghindari kutukan kematian di kelas itu. Mereka berdua memiliki diskusi khusus terkait buku hitam usang yang kini ada di tangan Jaemin. Mereka masih menutup mulut tentang keberadaan buku itu dari teman-teman sekelas mereka yang lain, karena mereka pun belum tahu pasti kaitan buku itu dengan kematian yang terus terjadi di dalam kelas mereka.
Jam sekolah sudah berakhir sejak tadi, tapi para murid di kelas itu masih tetap berada di dalam kelas itu untuk melakukan diskusi seolah enggan untuk pulang ke rumah mereka. Sekolah bahkan sudah sepi, hanya ada murid-murid di kelas itu yang ada di sekolah saat ini. Murid-murid lain enggan untuk berlama-lama di dalam lingkungan sekolah semenjak rumor itu beredar. Bahkan kegiatan ekstrakurikuler kadang justru diadakan di luar lingkungan sekolah karena rasa takut yang menyebar di kalangan guru dan murid sampai saat ini.
“AAGGHHHH!!!”
Murid-murid di kelas itu berhenti melakukan diskusi mereka ketika mendengar suara jeritan yang tidak jauh dari kelas mereka saat ini. Mereka langsung berlari ke luar dari kelas untuk mencari tahu dari mana asal suara jeritan itu.
Tatapan mereka semua tertuju pada seorang gadis yang jatuh terduduk ketakutan sambil menatap ke arah toilet yang ada di ujung koridor. Merasa aneh, mereka mendekat ke arah gadis yang belum kunjung mengalihkan perhatiannya dari dalam toilet. Sejujurnya mereka sedikit takut dan waswas dengan keanehan yang ada di depan mereka saat ini, tapi mereka tetap mendekatinya karena penasaran.
Suara jeritan keluar dari mulut sebagian dari mereka begitu melihat sumber ketakutan gadis yang saat ini terduduk di depan toilet. Di dalam sana, salah satu teman sekelas mereka kembali meregang nyawa. Beberapa bagian tubuhnya koyak dan terdapat beberapa bekas cakaran binatang buas di sana, anehnya kepalanya masih utuh dan bisa dikenali dengan jelas.
Toilet itu tampak lebih gelap dibandingkan biasanya, padahal hari masih siang. Mereka sedikit kesulitan untuk melihat lebih jauh ke dalam toilet itu, tapi tidak ada seorang pun dari mereka yang berani menginjakkan kaki lebih dekat ke toilet itu.
Beberapa mata berwarna kuning keemasan dengan pupil yang berbentuk elips dengan kedua sudutnya yang lancip, tiba-tiba muncul dari kegelapan di dalam toilet itu sambil menatap ke arah mereka. Mereka semua menjerit ketakutan dan berlari meninggalkan tubuh teman sekelas mereka yang sudah tidak bernyawa itu di dalam toilet.
Mereka berlari menuju ruang kelas, merapikan alat-alat tulis mereka, lalu bergegas meninggalkan lingkungan sekolah. Raut ketakutan dan kepanikan jelas terpancar dari wajah mereka semua saat ini.
Mereka awalnya ingin mengunci seluruh pintu dan jendela yang ada di dalam kelas mereka dan menjadikan kelas mereka tempat berlindung dari monster yang ada di dalam toilet yang ada di ujung koridor sejajar dengan kelas mereka. Tapi mereka ragu akan bisa bertahan lebih lama lagi di dalam kelas itu.
Akhirnya mereka memutuskan meninggalkan lingkungan sekolah sesegera mungkin. Lingkungan sekolah lebih berbahaya dari yang mereka ketahui selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments