Chapter 2

Na Jaemin, ketua kelas, sekaligus murid paling pintar di kelasnya, melangkahkan kakinya memasuki ruang kelasnya yang masih sepi. Belum ada seorang pun di sana, kecuali dirinya, si rajin yang ambisius. Ia tidak ingin dikalahkan dalam hal apa pun, termasuk masalah absen pagi. Ia tidak ingin ada yang lebih dulu datang ke dalam kelas, bahkan kalau bisa lingkungan sekolah, selain dirinya. Tidak boleh ada seorang pun yang mengalahkannya, pokoknya tidak boleh.

Setelah ia meletakkan tasnya di atas meja di depan bangkunya, ia mulai membuka buku dan membacanya. Sekedar menambah pengetahuannya di pagi hari.

Matanya tertuju pada sebuah buku hitam di atas meja guru di dalam ruang kelasnya. Ia tidak ingat ada buku itu di sana saat ia pulang sekolah kemarin. Apalagi ia kemarin adalah orang yang paling akhir pulang sekolah karena ia memiliki kelas tambahan bersama salah satu gurunya di sekolah itu, sekedar untuk menunjang nilainya di mata pelajaran guru tersebut.

Licik? Tidak. Ia hanya memanfaatkan kekuasaan kedua orang tuanya yang mampu memberikannya apa pun yang ia inginkan. Bahkan kalau ia mau, ia bisa mengeluarkan guru itu dari sekolah tersebut kalau ia mau. Tidak akan ada yang berani padanya, anak kesayangan dari pemilik yayasan tempat ia bersekolah saat ini.

Laki-laki itu maju melangkahkan kakinya untuk sekedar melihat buku hitam pekat di atas meja gurunya. Senyuman mengejek terbit di wajahnya begitu melihat penampilan buku tebal yang cukup lusuh itu. Entah siapa pemilik buku itu.

Ia mengambil buku itu dan meletakkannya di dalam tong sampah di koridor kelasnya. Jahat? Tidak. Jika ada yang berani protes pada tindakannya itu, ia akan balik menyalahkan si pemilik buku yang dengan sembrono meletakkan bukunya seperti itu.

Jaemin melangkahkan kakinya kembali memasuki ruang kelas setelah membuang buku catatan yang lusuh itu. Entah siapa pemiliknya, ia tidak peduli. Ia hanya merasa buku itu merusak pemandangan di sekitarnya karena penampilannya yang lusuh.

***

Kedua mata laki-laki itu membola. Buku yang baru saja ia buang seolah-olah kembali ke tempatnya sendiri. Buku itu bahkan sudah ada di atas meja guru dengan posisi sama seperti sebelumnya, padahal laki-laki itu sudah membuang buku itu ke dalam tempat sampah di koridor kelasnya.

Bulu kuduk laki-laki itu berdiri. Ia masih sulit percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Ia benar-benar yakin telah membuang buku itu beberapa menit yang lalu.

Ia dengan langkah bingung dan sedikit ragu, berjalan mendekati meja guru di depan kelasnya itu. Ia kembali mengambil buku itu dan membuangnya ke dalam tempat sampah di koridor kelasnya. Setelahnya, ia berbalik dan berlari untuk sekedar mengecek apakah kejadian yang sama akan kembali terjadi atau tidak.

Laki-laki itu menghembuskan nafas lega begitu ia tidak mendapati buku itu ada di atas meja gurunya. Ia melangkahkan kedua kakinya menuju bangkunya dan duduk di sana.

Jantungnya berdetak dengan kencang sampai membuat dadanya terasa berdebar-debar begitu ia kembali menatap ke arah meja gurunya. Buku itu kembali ada di sana, di saat ia bahkan masih sendirian di dalam kelas itu. Entah bagaimana caranya buku itu bisa kembali berada di sana.

Laki-laki itu kemudian mengambil buku itu dan berlalu menuju kantin. Ia hendak meminta korek api untuk membakar buku itu. Ia merasa ada sesuatu yang salah dengan buku itu. Sesuatu yang terasa ganjil dan berbahaya. Ia benar-benar merasa harus menyingkirkan buku itu secepatnya.

***

Setelah meminjam korek api dari ibu kantin, laki-laki itu beranjak keluar dari kantin dan berjalan menuju halaman belakang sekolah. Ia akan membakar buku itu di sana. Ia khawatir akan ada sesuatu yang buruk terjadi jika buku itu tidak segera ia singkirkan.

Langkah kedua kaki laki-laki itu berhenti begitu ia sampai di halaman belakang sekolah. Ia mengeluarkan korek api yang sebelumnya ia pinjam dari dalam saku celananya, kemudian membakar buku usang itu.

Ia menatap buku yang telah dilahap api itu. Ia akan pergi dari sana setelah memastikan bahwa buku itu telah berubah menjadi abu. Ia tidak ingin melihat buku menyeramkan itu lagi. Ia takut keberadaan buku itu akan membawa kesialan di sekitarnya.

Ketika api yang membakar buku itu mulai padam, laki-laki itu beranjak dari sana, meninggalkan buku yang telah berubah menjadi abu itu di sana. Perasaannya sedikit lega setelah memastikan bahwa buku itu telah berubah menjadi abu.

Ia melangkahkan kakinya kembali ke kantin untuk mengembalikan korek api yang telah ia pinjam sebelumnya. Setelah itu, ia akan kembali ke ruang kelasnya, karena jam pelajaran akan segera dimulai.

Ia tidak ingin terlambat dan mengurangi poinnya. Ia ingin tetap bertahan di peringkat satu umum di sekolahnya dalam hal akademik dan kedisiplinan, ia bahkan berniat mencalonkan dirinya menjadi ketua OSIS di sekolahnya, jika ia sudah duduk di bangku kelas dua SMA nanti.

***

Mata laki-laki itu membola begitu ia mendapati temannya sedang memegang buku dengan sampul hitam itu di dalam kelas sambil bercanda dan menghina buku itu. Ia telah membakar buku itu dan memastikan buku itu benar-benar telah berubah menjadi abu.

Tapi sekarang apa yang ia lihat dengan kedua bola matanya? Buku itu masih utuh dan sedang digenggam oleh teman-temannya, yang saat ini sedang menghina pemilik buku itu. Meskipun tidak ada satu pun orang di dalam kelas itu yang mengaku pemilik buku itu.

Dengan langkah tergesa-gesa, laki-laki itu menghampiri temannya dan merampas buku itu dari tangan temannya. Teman-temannya hanya bingung melihat tindakan dan ekspresi laki-laki itu saat ini. Ekspresi penuh ketakutan dan kekhawatiran sambil menatap buku yang ada di dalam genggamannya.

Ia membuka dengan kasar lembar demi lembar buku itu. Tapi tak kunjung menemukan apa pun di dalam. Buku itu seperti buku catatan biasa, hanya saja sedikit lusuh. Buku itu bahkan kosong, seolah-olah memang tidak pernah digunakan sebelumnya.

Laki-laki itu memberikan buku itu kembali pada temannya yang sebelumnya memegang dan mengolok-olok buku itu. Ia lalu berjalan kembali ke tempat duduknya dengan ekspresi bingung dan cemas. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan buku itu. Sesuatu yang tentu saja bukan hal baik.

Keringat dingin menguncur dari jidatya, tatapannya bahkan kosong saat ini dan membuat teman-temannya khawatir dengan kondisinya saat ini. Laki-laki itu bahkan tiba-tiba berubah menjadi pendiam karena masih sangat terkejut dengan apa yang terjadi pagi ini.  Buku yang telah ia bakar sampai hanya menyisakan abu itu masih ada di dalam kelasnya, bahkan masih utuh seolah-olah tidak pernah dibakar sebelumnya.

Terpopuler

Comments

MasWan

MasWan

eh... serem juga... apa ini awal dendam arwah?

2023-06-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!