“Jaemin!”
Jeno berteriak memanggil Jaemin yang tidak jauh dari posisinya saat ini. Laki-laki itu tidak kunjung menghentikan langkahnya meskipun telah dipanggil berkali-kali. Akhirnya ia menarik bahu laki-laki itu agar laki-laki itu menghentikan langkah kakinya saat ini.
Tatapan sinis dilemparkan laki-laki itu pada Jeno dan Chenle. Ia benar-benar terganggu dengan apa yang baru saja dilakukan oleh kedua orang itu padanya saat ini.
Ia bukan tidak mendengar namanya yang sejak tadi dipanggil oleh dua orang itu. Ia hanya tidak ingin berurusan dengan dua orang yang entah apa masih layak ia panggil teman itu. Ia sudah menduga jika mereka berdua akan mendatanginya lagi saat ini, apalagi ia telah mengatakan fakta yang ada di dalam buku usang itu.
“Kami mau bicara.”
“Bukannya kalian sudah bicara sejak tadi? Lagian siapa yang larang kalian untuk bicara? Bicara saja, tapi aku tidak ingin mendengarnya.”
Jaemin menyingkirkan tangan Jeno yang ada di bahunya dengan kasar dan melanjutkan perjalanannya ke arah parkiran sekolah. Langkahnya berhenti begitu Jeno kembali menahan bahunya agar tidak pergi dari sana.
Berkali-kali ia menepis tangan laki-laki itu, berkali-kali juga tangan itu kembali bertengger di atas bahunya. Ia kesal dengan Jeno yang terus menghentikan langkahnya sejak tadi. Jaemin menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya. Setelahnya ia menatap tajam ke arah Jeno.
BUGGHHHH...!
Sebuah pukulan melayang ke pipi Jeno dan meninggalkan rasa panas dan bekas biru kemerahan di sana. Sudut bibir laki-laki itu bahkan sedikit berdarah karena robek. Pukulan Jaemin yang tiba-tiba benar-benar terasa menyakitkan.
Jeno membuang ludahnya yang telah tercampur darah dan membalas pukulan Jaemin. Ia tidak takut dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Rasa marah benar-benar menguasainya saat ini. Ia setidaknya ingin membalas perbuatan Jaemin yang terasa benar-benar keterlaluan saat ini.
Chenle yang ikut bersama Jeno mulai panik begitu perkelahian antara dua orang itu terjadi di depannya. Mereka bahkan sudah menjadi perhatian seluruh penghuni sekolah saat ini, termasuk kepala sekolah dan para guru yang sedang berlari ke arah mereka saat ini. Tentu saja mereka akan menghentikan perkelahian yang terjadi, meskipun anak kesayangan pemilik yayasan terlibat di dalamnya.
Tubuh Jeno ditahan oleh Chenle yang ikut membantu para guru dan kepala sekolah menghentikan perkelahiannya dengan Jaemin di tengah-tengah lingkaran yang dibentuk oleh para murid yang penasaran. Dua orang yang sebelumnya terkenal dekat dan sempat menjadi orang-orang paling populer di sekolah itu menunjukkan aksi perkelahian yang baru pertama kali terjadi di antara mereka. Tentu saja orang-orang di sana mulai penasaran dengan apa yang menjadi penyebab dua orang itu berkelahi.
Setelah Jeno dan Jaemin dipisahkan, keduanya dibawa ke ruang BK. Murid-murid yang sebelumnya berkumpul mengelilingi mereka perlahan membubarkan diri. Kedua laki-laki itu menjadi bahan pembicaraan hangat di antara para murid saat ini, perkelahian mereka bahkan disangkut pautkan dengan rumor kutukan yang ada di kelas mereka, meskipun itu tidak sepenuhnya salah.
***
Hari mulai petang, matahari hampir menyembunyikan dirinya dari angkasa, membiarkan gelapnya malam datang menutupi saat ini. Dua orang, tidak tiga orang karena Chenle tetap bersama Jaemin dan Jeno sampai saat ini, belum juga meninggalkan ruang BK sejak tadi siang. Keduanya tidak ingin membuka mulut terkait penyebab perkelahian keduanya.
Guru BK memijit pangkal hidungnya. Ia ingin membiarkan Jaemin pulang lebih dulu, pekerjaannya bisa dalam bahaya jika ia menahan laki-laki itu lebih lama. Tidak adil? Bukankah dunia memang selalu tidak adil? Apa yang bisa diharapkan pada manusia?
“Jaemin, kamu pulang saja dulu.”
Jaemin menatap datar ke arah guru BK yang sejak tadi menahannya itu. Ia melirik ke arah Jeno dan Chenle yang mungkin akan mengalami kesulitan setelah ini. Laki-laki itu menghembuskan nafasnya dengan berat.
“Ibu cuma kasi pulang saya, nih? Terus mereka berdua bagaimana?”
Sang guru terdiam begitu Jaemin menatap tajam ke arahnya sambil bertanya. Ia tahu bahwa ia tidak adil jika membiarkan Jaemin pulang saat ini. Tapi ia juga tidak berani untuk menahan laki-laki itu lebih lama lagi di sekolah.
“Sudahlah. Kalian semua pulang saja, lagi pula kalian juga tidak mau menjawab pertanyaan saya dari tadi.”
Jaemin meninggalkan ruang BK tanpa berpamitan pada guru BK yang ada di dalam sana. Ia malas berpamitan dengan guru itu.
Ia melangkahkan kaki menjauh dari ruang BK ke arah parkiran tanpa menunggu Jeno dan Chenle yang berjalan di belakangnya saat ini. Ia malas berurusan dengan dua orang itu sejak keduanya ikut-ikut mengucilkannya sama seperti teman-teman kelasnya yang lain selama beberapa hari belakangan ini.
Laki-laki itu berhenti di depan mobilnya yang terparkir rapi di parkiran sekolah. Ia membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalamnya. Ia hendak menutup pintu mobilnya tapi kembali ditahan oleh Jeno dan Chenle. Ia menatap datar pada dua orang itu.
“Aku pasrah apa yang bakal kamu lakuin sama aku setelah ini, tapi aku benar-benar perlu bicara sama kamu,” kata Jeno sambil membujuk Jaemin dengan putus asa.
Jaemin memutar malas kedua bola matanya begitu mendengar kalimat putus asa yang keluar dari mulut Jeno. Ia menghembuskan kasar nafasnya, lalu kembali menatap datar dua orang itu.
“Masuk.”
Tanpa perlu berpikir panjang, Jeno dan Chenle langsung masuk ke dalam mobil Jaemin. Keduanya sebenarnya juga membawa kendaraan ke sekolah, tapi mereka akan mematuhi keinginan Jaemin saat ini. Lagi pula keamanan sekolah mereka cukup bagus, sehingga mereka tidak khawatir kendaraan mereka akan hilang jika dibiarkan bermalam di sekolah.
Jaemin menyalakan mobilnya dan mulai mengendarai mobilnya meninggalkan wilayah sekolah menuju ke rumahnya. Mereka satu kompleks, jadi ia tidak perlu pusing memikirkan di mana ia akan menurunkan Jeno dan Chenle yang sudah memutuskan meninggalkan kendaraannya di sekolah dan ikut bersamanya saat ini.
“Ehemm...”
Jeno berdehem cukup keras meskipun tenggorokannya tidak sedang gatal saat ini. Jaemin melirik laki-laki itu dari kaca spion molinya.
“Sampai rumahku baru kita bicara. Aku malas harus membagi konsentrasiku saat aku sedang menyetir.”
Jeno dan Chenle hanya mengangguk paham. Mereka memaklumi laki-laki itu, lagi pula laki-laki itu memang sejak dulu selalu seperti itu. Tidak ingin fokusnya terbagi pada saat sedang menyetir karena takut berbuat kesalahan yang bisa mengakibatkan dirinya terlibat kecelakaan lalu lintas. Jeno hanya sedikit lupa, mungkin karena ia sudah beberapa hari tidak bergaul bersama laki-laki itu.
***
Jaemin memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya setelah mereka sampai. Laki-laki itu keluar dari dalam mobilnya lalu masuk ke dalam rumahnya, disusul oleh Jeno dan Chenle.
Laki-laki itu terus berjalan menuju kamarnya, membiarkan Jeno dan Chenle terus mengekorinya sampai ke kamarnya. Lagi pula kedua orang itu sudah beberapa kali datang ke rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya, bahkan sering. Tentu sebelum teror mengerikan terjadi di dalam kelasnya.
Jaemin masuk ke dalam kamarnya, lalu duduk di atas tempat tidurnya sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap ke arah Jeno dan Chenle. Ia sebelumnya meletakkan tasnya secara sembarangan di atas tempat tidurnya agar kedua bahunya terasa lebih ringan.
Kedua laki-laki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Jaemin. Jeno duduk di atas kursi di depan meja belajar Jaemin, sedangkan Chenle duduk di kursi empuk yang berbentuk bantal raksasa yang ada di dalam kamar Jaemin.
“Kalian mau bicara apa?” tanya Jaemin sambil menatap tajam ke arah dua orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
MasWan
sebenarnya jaemin nih baik, hanya memang sedikit sombong dan angkuh aja sih, dan ego nya tinggi karena merasa anak orang terpandang
2023-06-21
0