Pesta

"Pras! Please," ucap Cassandra dengan nada suara yang sudah mulai melemah.

Pras menggeleng tanpa menatap Cassandra. Ia fokus melihat jalanan di depannya. Wajahnya menyunggingkan senyum penuh kemenangan.

Ia tak suka dengan situasi ini, tapi ia terbawa permainan Cassandra. Siapa yang mulai?

Cassandra mulai mengeluh. Ia jelas mencemaskan nama baik papanya kalau ia muncul dengan pakaian seperti ini.

"Pras! Ini udah nggak lucu, ya!" Cassandra mulai kesal dan nada suaranya naik meninggi.

Pras malah makin megompori dengan menghantam Cassandra dengan kata-katanya sendiri tadi.

"Loh kok sekarang panik? Bukannya tadi kamu bilang gaunnya bagus, kok. Aku juga suka. Cantik, kok. Pas di kamu. Papa kamu pasti juga bangga ngenalin kamu ke teman-temannya dengan kamu pakai baju kayak gitu. Iya, kan?" Pras menjawab santai sambil melirik Cassandra yang kini wajahnya kaku bagai kanebo kering.

Cassandra diam saja.

Diamnya Cassandra membuat Pras merasa dirinya telah jahat dengan kata-katanya barusan.

Ya, sisi lemah Pras adalah ia tidak bisa berbalik jahat pada orang yang sudah jahat padanya sekalipun.

Jadi walau kemarin ia sudah dibantai habis-habisan dengan fitnah sewaktu di rumah sakit dan resto, Pras tetap tidak bisa berbalik jahat pada Cassandra. Apalagi anak itu sekarang diam saja sambil memeluk pundaknya sendiri.

Hatchui!

Cassandra tiba-tiba bersin. Pras melirik kasihan. Ia mengatur suhu AC mobil agar Cassandra tidak terlalu kedinginan tapi tetap saja ia bersin-bersin lagi.

Ya siapa suruh pakai baju tanpa lengan dan pendek begitu malam-malam. Pasti dingin.

Pras akhirnya luluh. Ia ingin membawa Cassandra pulang agar berganti pakaian. Ia tadi hanya menggertak balik saja.

"Aku cari putaran balik di depan. Kita pulang lagi. Nggak papa nanti kita telat. Yang penting kamu ganti baju dulu." Pras berkata dengan nada agak pelan.

Cassandra masih diam. Tangannya masih memeluk lengannya sendiri yang tak terbungkus sehelai benang pun.

"Kok diam? Kamu nggak dengar aku tadi bilang apa?" Pras bertanya sekali lagi tapi matanya sibuk menatap rambu-rambu jalan, mencari tanda putar balik.

"Nggak papa. Aku dengar, kok. Aku cuma heran aja dari tadi kamu udah nggak ngomong saya-saya lagi. Kemarin-kemarin kan kamu sekaku itu kalau ngomong sama aku. Kenapa? Sekarang udah merasa akrab?" Cassandra yang gengsi soal gaun mencoba menutupi rasa kekalahannya dengan mengganggu Pras lagi.

Pras menggeram lirih. Wajahnya jadi mendadak kaku.

Oh, iya ya. Penyebutan kata ganti saya untuk dirinya sendiri akan otomatis ia pakai di depan orang yang ia rasa asing atau memang ia ingin menjaga jarak dengan orang itu.

Kalau sudah akrab dan nyaman panggilannya berubah menjadi santai dan non formal macam aku-kamu. Kecuali untuk orang yang lebih tua tentu saja.

Walau kadang tak disadari, tapi Pras si pria paling teratur dan rapi hidupnya itu memang punya kebiasaan sensitif soal panggilan itu.

"Udah! Nggak usah meledek saya. Kamu mau saya nggak jadi putar balik, nih!" Pras langsung mengganti panggilannya dengan saya-saya lagi.

Cassandra tertawa lepas. Ia tahu Pras sengaja mengancamnya karena gengsi.

Aduh tidak terbayang nanti kalau mereka sudah satu sekolah dan harus berakting jadi guru dan murid. Konflik-konflik lucu dan saling lempar gengsi masing-masing macam ini pasti akan terjadi tanpa bisa dicegah.

Tawa Cassandra terhenti ketika beberapa meter sebelum rambu putar balik ia melihat portal menghadang.

"Yah, jalannya ditutup. Nggak bisa putar balik." Cassandra langsung menghentikan tawanya.

Pras pucat. Ia lupa kalau jam malam ada aturan buka tutup jalur begini. Kalau ia lurus maka akan makin jauh putar baliknya. Sedangkan waktu sudah mepet.

"Pras! Kok belok ke hotel!" Cassandra jadi panik.

Pras menenangkan. Ia bilang akan masuk ke jalur exit dan putar arah untuk pulang. Nanti ia akan ngebut.

Tapi ternyata rencana Pras gagal total. Begitu mobilnya masuk area hotel dan melintasi area parkir prioritas, tiba-tiba saja ada Prambodo alias Papa Cassandra sedang mengobrol dengan seseorang.

Prambodo yang mengenali mobil Pras langsung menghadang dan memberi kode pada petugas hotel untuk mengarahkan parkir.

Cassandra makin panik. Pras hanya bisa nyengir.

"Kok Papa kamu bisa-bisanya ada di tempat parkir. Gimana ini?" Pras mau tak mau memarkirkan mobil.

Cassandra menggerang panik.

"Mana aku tahu. Katanya tadi ada temannya yang nginep di hotel ini terus mau ketemu. Mungkin yang ngobrol sama Papa tadi kali. Aduh ngapain sih Papa pakai ngobrol di sini. Ah, dia pakai jalan ke arah sini lagi. Gimana ini, Pras?" Cassandra merasa lemas. Ia menujuk ke arah gaun yang beberapa menit lalu ia tunjukkan dengan bangga itu dengan wajah sedih.

Pras memutar otak. Setelah mematikan mesin mobil, ia segera melepaskan sabuk pengamannya dan melepas atasan tuxedo-nya.

"Ini! Pakai ini! Warnanya cocok sama gaun kamu." Pras menyampirkan tuxedo cokelat tua itu ke pundak Cassandra.

Untuk beberapa detik, mereka saling tatap.

Apa itu bendera permusuhan yang Cassandra kobarkan?

Pras yang ia musuhi justru berusaha melindunginya dengan sikap gentle-nya.

"Kegedean, Pras!" Cassandra melirik panik ke arah pundaknya.

"It's okay. PD aja. Nggak usah dimasukkan lengannya. Diselimutkan ke pundak. Aku lihat model-model pakai baju begitu di catwalk kemarin waktu liputan produk. Dan itu keren. Ya daripada lengan kamu kemana-mana begitu kedinginan.

Udah nggak papa. Anggap kamu model. Kamu tak kalah cantik dengan model, Cassandra. Ayo turun! Papa kamu makin dekat. Eh, tapi tunggu. Belahan d**da kamu agak terbuka. Rambut kamu kedepanin begini untuk menutupi. Nah! Oke! Perfect!"

Pras mendadak menjadi pengarah gaya profesional. Ia menyibak rambut Cassandra yang tergerai rapi dan mengarahkannya ke depan.

Cassandra kehabisan kata-kata. Ia menatap Pras dengan tatapan bingung. Kok bisa cowok ini sebaik ini padanya padahal ia bisa saja tak peduli padanya.

"Thanks." Cassandra berbisik pelan.

Walau gengsi, rasa terima kasih tetap terucap dari bibir manisnya.

Pras hanya tersenyum lalu bergegas membuka pintu dan turun.

Cassandra melirik ke belakang. Papanya benar-benar menghampiri mobil mereka bersama temannya. Ketika Cassandra memastikan lagi penampilannya 'layak' di mata umum, tahu-tahu Pras sudah membukakan pintu mobilnya.

Oh! Tadi waktu naik Pras juga membukakan pintu mobil untuknya, kan?

"Kenapa sikapnya begitu manis? Bagaimana aku bisa terus-terusan jahat dan mengerjainya?" batin Cassandra yang mulai agak lemas mengibarkan bendera perangnya terhadap Pras.

Cassandra pun akhirnya turun dari mobil dan berdiri dengan canggung. Ia melirik Pras tampak tersenyum dengan kemeja putih dan celana cokelatnya. Tetap tampan. Harus Cassandra akui itu. Tapi tipe tampan rapi begini bukan seleranya. Tipe idamannya itu Hugo! Titik!

"San, kok lama banget baru sampai. Padahal waktu Papa berangkat Pras udah jemput, loh." Papa Cassandra yang posesif langsung melirik curiga ke arah Cassandra dan Pras.

Pras hanya nyengir lalu beralasan kalau tadi agak macet. Ya iyalah, mana mungkin mereka jujur. "Iya, Om. Kita lama karena berantem dulu. Anak Om tuh pakai baju nggak bener!"

Pras si pria jujur itu entah kenapa akhir-akhir ini terlatih sekali perihal berbohong.

Prambodo pun akhirnya tidak mau memperpanjang urusan dan mengangguk percaya. Kemudian ia memperkenalkan temannya pada Cassandra dan Pras.

"Kenalin ini Om Bambang. Teman kuliahnya Mama Cassandra dulu. Perusahaan lama Om Bambang sempat kerjasama sama perusahaan kita." Lalu Prambodo lebih semangat berbasa-basi hingga Cassandra bosan harus bersikap sok antusias.

Herannya Pras malah seperti menikmati obrolan itu. Ia beberapa kali menimpali. Cassandra tak habis pikir.

"Oh, memang kebanyakan bergaul sama Bapak-Bapak sih makannya Pras kelihatan cepat tua. Gayanya, caranya ngomong, pemikirannya. Ah, basi. Padahal Pras kan seumuran sama Hugo! Ah Hugo... . Seharusnya aku asyik tiduran di kamar sambil nonton live streaming konser dia di Bali. Nggak seharusnya aku di pesta konyol ini!" Cassandra membatin jengkel.

"Oh, ayo masuk. Banyak yang harus disapa. Oh ya, Pras. Kamu temenin Cassandra terus, ya. Anak ini nggak suka pesta. Apalagi dia nggak kenal semua orang. Jaga dia agar jangan sampai kabur sampai akhir acara, ya. Pengumuman pertunangan kalian di akhir acara soalnya," ucap Prambodo sembari mereka berjalan menyusuri lobby hotel menuju lift.

Beberapa meter dari area lift, Mayasa yang baru masuk dari pintu parkir melihat Pras dari kejauhan.

Itu Pras-nya. Bersama gadis itu...

Hati Mayasa seperti ditusuk-tusuk belati. Sakit...

BERSAMBUNG...

_____

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!