Cassandra menutup pintu kamar papanya pelan-pelan lalu ia naik ke lantai dua menuju kamarnya sendiri.
Setelah tadi sore papanya mengungkap soal penyakit parahnya dan tujuannya menjodohkannya dengan lelaki bernama Pras itu, Sandra tidak henti-hentinya menangis hingga rasanya matanya bengkak dan air matanya sudah terkuras habis.
Prambodo berulang kali meminta maaf pada putrinya. Ia tidak ingin membuat Sandra menangis tapi ia tak punya pilihan.
Tak, tak, tak...
Bunyi suara langkah kaki Sandra menaiki tangga. Langkahnya gontai seolah tak ada tenaga.
Sandra tetaplah perempuan biasa yang lemah. Terlebih setelah kehilangan mamanya. Cassandra yang sudah seharusnya dewasa secara usia seolah jadi mundur ke belakang lagi. Tingkahnya semacam anak belasan tahun.
"Sandra kangen, Ma," ucap gadis itu sambil memungut bingkai cantik berisi foto mamanya lalu ia peluk sambil menarik selimutnya.
Air matanya menetes lagi tapi Cassandra mengusapnya dengan cepat dengan punggung tangannya.
"Kok Mama nggak pernah bilang sih kalau Papa sakit. Mama cuma bilang biar Sandra nggak terlalu cuek sama Papa. Mama cuma bilang biar aku sering-sering perhatian ke Papa. Jadi ini sebabnya, Ma..."
Sandra menarik nafas panjang lalu membelai wajah mamanya lewat kaca pigura.
"Sandra sampai nggak tahu kalau Papa sakit. Kalau Papa mencukur habis rambutnya dan sering pakai topi karena kemoterapi bukan karena dia pengen model rambut itu seperti yang dia bilang. Sandra kok nggak peka, sih?
Sandra nggak tahu kalau Papa sibuk ke luar negeri, sering keluar kota bahkan nggak pulang berhari-hari karena berobat, bukan karena nggak perhatian sama Sandra.
Kok bisa Sandra nggak sadar beberapa tahun terakhir kondisi fisik Papa berubah banyak. Sandra terlalu marah karena Mama ninggalin Sandra sendirian.
Sandra terlalu marah karena nggak bisa jalan berbulan-bulan dan harus pemulihan. Sandra marah karena Papa terus makasa Sandra sekolah. Papa juga melarang Sandra untuk main musik dan Sandra jadi marah ke Papa."
Cassandra bermonolog sendiri seolah-olah foto mamanya bisa mendengar suaranya. Kemudian ia menaruh bingkai foto itu lagi di samping mejanya.
Lalu dipungutnya handphone yang tergeletak di mejanya itu.
Sandra menatap kosong ke arah layar ponsel yang sudah ia nyalakan itu. Nafasnya terasa berat.
Dalam hati ia ingin hilang, "Oke. Di saat-saat terakhir Papa, yang bisa Sandra lakukan cuma bikin dia senang. Jadi pura-pura aja menyanggupi perjodohan ini. Tapi sebelum cowok itu dikenalin langsung, aku harus nyari tahu sendiri soal dia. Ah, tadi nama lengkapnya siapa sih..."
Cassandra lalu membuka akun sosial medianya dan mengetikkan nama lengkap pria itu di kolom pencarian namun tidak ada hasil.
Ia lalu mengetikkan alternatif nama lain yang memungkinkan tapi juga tidak ada hasilnya. Username atas nama Prastyo Hakka Gudono tidak ada sama sekali.
"Hidup di zaman apa sih cowok itu. Semua sosial medianya nggak ada namanya, loh. Dia pakai nama anonim kali, ya? Ah, tapi kayaknya malah dia mungkin nggak main sosial media deh. Dia kan cowok tua 27 tahun. Mana ngerti mainan beginian."
Cassandra asyik dengan handphone-nya tapi mulutnya sambil menggerutu.
Cassandra mengetikkkan nama itu lagi di mesin pencarian internet, berharap menemukan artikel atau apapun yang ditulis atas nama Pras.
Nihil!
Iia tidak menemukan apa-apa kecuali CV, riwayat pekerjaan, dan biodata singkat di akun resmi perusahaan.
"Ya ampun! Bener-bener, ya! Memang cowok kuno itu orang. Tapi 27 tahun sih masih muda dan keren seharusnya kalau orangnya kayak Amris Goyard. Tapi ini benar-benar kayak bapak-bapak."
Sandra mengomel sendiri sambil mencoba membesarkan foto Pras yang terlihat pecah-pecah itu untuk meneliti seperti apa sih Prastya Hakka Gudono ini. Sandra juga membandingkan Pras dengan Amris Goyard-vokalis band rock favoritnya yang tampan dan tetap keren meski usianya sudah 40 tahun.
"Benaran mas-mas biasa yang tua banget gayanya. Oh nasibku!" Sandra memijit-mijit kepalanya lalu meletakkan kembali handphone canggih itu di kasurnya dan berusaha memejamkan mata.
Pencarian soal Pras buntu. Ia benar-benar tidak tahu apa-apa soal pria itu. Sandra akhirnya berkesimpulan dan menganggap Pras mas-mas tua menyebalkan dan membosankan yang jelas tidak akan cocok dengannya.
"Oke, tidur Sandra! Besok bangunin Papa. Ajak jalan-jalan di taman, pastiin dia minum obat, ajak berjemur sambil ngobrol. Kamu nggak mau kan nyesel kayak waktu kehilangan Mama?"
Sandra bicara sendiri sambil memejamkan mata. Ia biarkan air matanya menetes lagi.
Sandra tahu sebentar lagi usianya 20 tahun. Mimpinya menjadi penyanyi dan musisi terkenal sepertinya sudah tinggal kenangan sekarang setelah tahu kondisi papanya.
Sandra hanya ingin fokus mengurus papanya yang selalu bilang usianya tidak akan lama lagi. Ia tak ingin membuatnya kecewa. Setidaknya ia harus lulus sekolah lalu melanjutkan kuliah bisnis seperti yang papanya mau. Itu pun kalau papanya masih ada umur sampai ia lulus SMA.
Cassandra akhirnya tidur. Air matanya mengering sendiri tapi hatinya tercabik-cabik seolah darahnya terasa masih mengucur deras. Sakit itu bahkan masih terasa ketika ia ketiduran hingga terbawa ke alam mimpi.
Ya, Sandra takut akan menjadi sebatang kara. Ia tahu hal itu akan terjadi tapi rasanya tetap menakutkan ketika ia membayangkannya sekarang.
Jujur saja ia tak siap. Lagipula siapa yang siap kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang berdekatan.
***
Ketika Sandra ketiduran dan membiarkan ponselnya tergeletak di kasur, Pras justru tidak bisa tidur. Handphone dengan layar menyala terang itu ia genggam dengan alis mengernyit.
Niatnya untuk mencari tahu soal Cassandra lewat sosial media malah teralihkan karena Pras justru asyik stalking akun Mayasa.
Ya, Pras menggunakan akun anonim untuk mencari tahu soal aktifitas Mayasa. Bohong kalau ia sudah melupakan perasaannya pada wanita itu.
Melihat foto pribadi dan anak-anaknya yang ia posting, makanan yang ia makan, lagu yang ia dengar, dan hal-hal sederhana dari Mayasa sudah membuat Pras senang.
Setelah pindah divisi di kantor setelah ketahuan menjalin hubungan, mereka tidak benar-benar melepaskan satu sama lain. Kelihatannya sih sudah tidak ada apa-apa. Kalau bertemu di rapat internal pun sikap mereka tampak biasa, sehingga tak ada yang curiga.
Tapi baik Pras maupun Mayasa, keduanya sama-sama tahu rasa itu masih ada. Keduanya pun juga sama-sama tahu kalau mereka tidak akan pernah bisa bersama.
"Aku malah ngapain sih buka-buka akun Mayasa. Oke, fokus. Cari tahu soal Cassandra. C-a-s... S-nya dua atau satu sih?"
Sambil merebahkan dirinya di tempat tidurnya, akhirnya akun sosial media Cassandra dengan mudah bisa Pras temukan.
"Oke. Ini dia! Wow!"
Dan Pras langsung tidak bisa berkata-kata.
"Oke aku punya ide..."
Lalu Pras menutup layar sosial media itu dan beralih mencari satu kontak di daftar kontaknya. Ia tahu ia harus bagaimana untuk mendekati Cassandra.
"Halo Hugo? I need your help!"
Bersambung ...
...
Tinggalkan jejak like dan komentar untuk next part ya.🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Hesty Mamiena Hg
Berasa sendirian di novel ini.. gk ada komenan yg lain.. sereemm
2023-08-16
0