Tama tidak lagi membicarakan soal tawaranya kepada Kinara. Keduanya bekerja seperti biasa.
Selama beberapa hari ini, Kinara mencoba mencari mencari pekerjaan tambahan yang memiliki waktu fleksibel. Sayangnya, tidak ada pekerjaan yang bisa mengikuti pekerjaanya sebagai seorang sekretaris yang jam kerjanya kadang sampai larut malam.
"Hah. Kenapa susah sekali mendapatkan pekerjaan dengan waktu yang bisa mengikuti waktu bekerjaku?" keluh Kinara sambil menghela napas panjangnya.
Buru-buru Kinara berdiri ketika Tama mendatangi meja kerjanya.
"Apa ada yang Bapak butuhkan?" tanya Kinara.
"Aku mengirimu pesan tiga kali, namun kamu tidak membalas atau pun membacanya."
Kinara langsung mengambil telepon genggamnya dan ternyata benar Tama sudah mengirim beberapa pesan. Tidak hanya itu, pria yang menjabat sebagai bosnya tersebut juga sudah meneleponnya beberapa kali.
"Maaf, Pak. Saya tidak mendengarnya." Kinara mengakui kesalahanya.
"Lupakan saja. Nanti siang makan lah denganku."
"Apa?"
"Taki dan Maki ingin bertemu denganmu dan aku tidak bisa menolak keinginan mereka," lanjut Tama.
"Baiklah, Pak," jawab Kinara. Setidaknya dengan ikut makan siang bersama dengan bosnya tersebut, dia bisa sedikit menghemat meskipun tidak seberapa.
"Kalau begitu ayo!" ajak Tama.
"Sekarang?"
"Memangnya mau jam berapa? Ini sudah jam 11.30 WIB. Kita bisa menunggu mereka di restoran," jawab Tama. Pria itu kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan kantor. Kinara mengikutinya di belakang.
*
"Apa yang sedang kamu pikirkan tadi sampai tidak tahu kalau aku mengirimimu pesan?" tanya Tama ketika mereka berada di dalam mobil. "Jangan salah paham! Aku bertanya karena tidak pekerjaanku jadi berantakan karena kamu kurang fokus," ralat Tama.
"Saya hanya sedang berpikir bagaimana caranya aku mendapatkan pekerjaan tambahan dengan waktu bekerja yang bisa menyesuaikan jam kerja saya sekarang," jawab Kinara jujur karena memang itulah yang dia pikirkan.
"Tawaranku masih berlaku, jadi kamu bisa memikirkan itu sebagai last solution," ujar Tama.
"Tidak akan! Saya hanya akan menikah dengan laki-laki yang saya cintai," jawab Kinara dengan tegas.
"Aku lihat kamu selalu sendirian dan jarang berinteraksi dengan lawan jenis, apa kamu benar-benar memiliki laki-laki yang kamu cintai?" tanya Tama dengan nada mengejek.
"Tentu saja saya punya, Pak. Memang Bapak pikir hanya Bapak yang memiliki cinta sejati? Saya juga sama, Pak."
"Benarkah? Baguslah kalau begitu, setidaknya jika kamu menerima tawaranku kamu tidak akan jatuh cinta kepadaku."
"Maksud Bapak?"
"Tadinya aku sedikit khawatir, saat kamu menerima tawaranku nanti kamu akan jatuh cinta kepadaku. Dan akan membuatku merasa tidak enak karena sampai kapan pun aku tidak akan bisa membalas perasaanmu."
"Cih." Kinara memutar kedua bola matanya. Dia baru tahu kalau selain memiliki sifat yang dingin, ternyata bosnya tersebut juga orang yang narsis.
Mobil yang dikendarai Tama berhenti di depan sebuah restoran mewah. Keduanya pun segera turun setelah berhasil memarkirkan mobil yang mereka tumpangi tersebut.
"Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan perasaan saya, tapi sampai kapanpun, saya tidak akan pernah menerima tawaran dari Bapak," ujar Kinara begitu ia dan Tama keluar dari mobil. Sekali lagi Kinara berusaha menegaskan bahwa dirinya tidak akan pernah menerima tawaran tersebut. Dan soal memiliki cinta sejati, Kinara memang tidak bohong. Dia memang masih menunggu kekasihnya yang sedang bekerja di luar kota.
Tama dan Kinara melenggang memasuki restoran mewah tersebut. Kedatangan mereka disambut senyum hangat oleh kedua putra kembar Tama.
"Mama," panggil Taki dan Maki, keduanya langsung berlari menghampiri Kinara dan memeluknya.
"Kami kangen sama Mama," ucap Taki.
"Iya, Ma. Papa bilang kalau Mama akan bermain ke rumah kami nanti. Tapi, kami tahu, papa pasti bohong soal itu. Jadi, kami sengaja meminta papa untuk membawa kami bertemu dengan Mama," tambah Maki.
Kinara melirik Tama sebentar. Dia kemudian berjongkok di depan kedua bocah kembar itu.
"Tante memang berencana main ke rumah kalian. Sayangnya pekerjaan tante akhir-akhir banyak dan tidak bisa ditinggalkan. Makanya tante belum bisa datang ke rumah kalian. Maaf ya!" ucap Kinara sambil memberikan jawaban yang masuk akal bagi kedua putra bosnya tersebut.
"Tidak apa-apa, Ma. Kami bisa mengerti, lagian sekarang bukankah kita akhirnya ketemu dan makan bareng?" cicit Taki, bocah yang katanya jarang tersenyum itu menunjukan senyum sumringahnya.
"Taki, Maki, ayo sekarang ajak Tante Kinara duduk, lalu kita makan! Pekerjaan Tante Kinara masih cukup banyak, jadi dia harus kembali ke kantor begitu selesai makan!" seru Tama.
"Bukankah Papa bos dari perusahaan itu? Kenapa Papa membuat mama terlalu sibuk?" protes Taki.
"Perusahaan itu memang perusahaan papa, tapi soal pekerjaan siapa pun itu tetap harus bertanggung jawab atas pekerjaanya masing-masing. Termasuk Tante Kinara."
"Sudah-sudah, bagaimana kalau kita makan saja. Kebetulan Tante sudah lapar!" Kinara menengahi, dia menggandeng tangan Taki dan Maki lalu membawanya ke meja yang sudah dipesan.
Melihat semua pemandangan itu membuat hati Mirna panas. Dia kesal karena ternyata Tama menyuruhnya membawa Taki dan Maki ke restoran karena untuk diajak makan siang bersama dengan Kinara.
"Mbak Mirna, kamu kenapa? Sakit?" tanya Kinara ketika melihat pengasuh dari kedua anak bosnya tersebut tampak diam saja.
"Tidak apa-apa," jawab Mirna ketus. Dia menatap Kinara dengan tatapan tidak suka.
Tama sudah memesan beberapa menu makanan faforit dari kedua anaknya. Beberapa saat kemudian makanan-makanan tersebut sudah tersaji di atas meja.
"Mama, aku mau disuapi!" Maki memberikan sendoknya kepada Kinara.
"Aku juga, Ma." Tak mau kalah, Takipun melakukan hal yang sama.
"Den Taki, Den Maki, sini biar Mbak Mirna saja yang menyuapi kalian!" Mirna tidak mau kehilangan kesempatan untuk terlihat baik di hadapan Tama.
"Tidak mau! Aku maunya disuapin sama Mama!" tolak Maki.
"Aku juga maunya disuapin sama Mama." Taki ikutan menjawab.
"Tidak apa-apa, Mbak. Biar kali ini aku yang suapi mereka. Mbak Mirna makan saja!" ujar Kinara dengan lembut.
Meskipun Kinara tidak ada niat untuk menerima tawaran dari Tama, bukan berarti dia harus menolak keinginan kedua bocah kembar tersebut untuk menyuapi.
"Ayo kalian makan yang banyak. Aaa!" Kinara menyuapi Taki dan Maki bergantian. Wajah kedua bocah tampak begitu bahagia.
"Pak, saya izin ke toilet sebentar ya," pamit Kinara. Tidak tahu kenapa tiba-tiba saja perutnya sakit.
"Kamu kenapa?"
"Tidak kenapa-napa, Pak. Maaf, aku ke toilet sekarang." Tanpa menunggu jawaban dari Tama, Kinara langsung pergi dari sana untuk pergi ke toilet.
"Dasar sok cari perhatian!" umpat Mirna dalam hati.
"Taki, Maki, kalau papa boleh tahu apa yang membuat kalian bersikeras menginginkan Tante Kinara sebagai mama kalian?" tanya Tama. Jujur dia penasaran dengan alasan yang membuat kedua anak kembarnya terus memanggil Kinara dengan sebutan Mama.
"Sebenarnya dulu aku dan Maki pernah bertemu dengan Mama, tapi mungkin mama lupa," jawab Taki.
"Kapan dan dimana? Kenapa papa tidak pernah tahu?"
"Waktu kami tersesat. Saat itu kami terluka karena kami mencoba melarikan diri dari kejaran preman, dan mamalah orang yang menolong kami. Mama mengusir para preman itu, lalu memeluk kami dengan erat. Mama juga mengobati luka kami, serta menyuapi kami seperti tadi. Papa tahu, pelukan Mama saat itu terasa begitu hangat," jelas Maki. Bocah itu tersenyum lebar saat mengingat kejadian yang terjadi setahun yang lalu itu.
Iya, Tama ingat kejadian itu. Saat ia menjemput putranya di kantor polisi, polisi mengatakan jika ada wanita muda yang mengantar kedua anaknya itu ke sana. Sayang polisi lupa meminta data pribadi dari orang itu.
"Jadi, wanita muda yang polisi maksud waktu itu adalah Nara?" gumam Tama.
"Pa, kenapa Mama lama? Apa dia tertidur di toilet?" tanya Taki.
Tama melihat jam tangannya. Ternyata sudah hampir sepuluh menit Nara pergi ke toilet dan belum kembali.
"Mirna, kamu tolong jaga putra-putraku ya. Aku akan coba mencari Nara di toilet!" seru Tama.
"Baik, Pak," jawab Mirna. Meski kesal dia tetap harus tersenyum di hadapan bosnya itu.
"Sayang, tunggu di sini bareng Mbak Mirna ya. Papa mau lihat Tante Nara di toilet!"
"Iya, Pa," jawab Taki dan Maki bersamaan.
**
Tama berjalan bolak-balik di depan toilet perempuan. Dia tidak mungkin masuk ke dalam toilet tersebut karena pasti akan dikira pria hidung belang.
"Seharusnya tadi aku suruh Mirna saja yang mencarinya," gerutu Tama.
Saat dirasa toilet itu sepi, Tama lebih mendekat ke arah toilet.
"Nara, kamu di dalam?" tanya Tama dari luar.
"Pak Tama? Iya, Pak. Saya masih di dalam," jawab Kinara.
"Kenapa kamu masih berdiam diri di sana? Buruan keluar, kita harus kembali ke kantor!"
"Iya, Pak. Aku juga maunya keluar, tapi.... "
"Tapi, apa?" tanya Tama.
"Anu, Pak. Itu... anu itu.... "
"Anu itu, anu itu! Anu itu apaan sih?" tanya Tama ketus.
Kinara keluat dari kamar toilet.
"Anu apa? Cepat katakan!" suruh Tama.
Kinara menunjuk sesuatu sambil menunjukan cengiran kudanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Tuty Tuty
yaaa Alloh tuh tamu bikin malu tuan rumah 😆😆😆
2024-03-10
0
ᵇᴇɴɪʰᴄɪɴᴛᴀ❤️ʳᵉᴍʙᴜˡᵃⁿ☪️
iih belum2 dah minta beliin pembalut 😀😀😀😀
2023-06-22
2
Eni Istiarsi
sepertinya Nara kedatangan tamu 😁
2023-06-07
0