Cantika menatap tajam pada Hanafi yang ingin menjawab pertanyaan Alisha tentang siapa penyihir dalam kehidupan mereka. Dia takut pria itu akan menjawab bahwa itu ibunya, Ira.
"Alisha, kau mau ibu bawakan minuman apa, jus jeruk atau Apple?" tanya Cantika mengalihkan perhatian Alisha.
"Hmm ... alpukat saja tapi pakai coklat," pinta Alisha. "Tidak ada alpukat hanya jeruk dan Apple."
"Yah ...."
"Besok kita belanja apa yang kau mau," kata Hanafi.
"Baiklah, tapi Om harus katakan siapa penyihir jahat itu," tanya Alisha lagi, tidak lupa dengan apa yang dia tanyakan tadi.
Hanafi melihat ke arah Cantika yang sedang menatapnya dengan wajah meringis seraya menggelengkan kepala.
"Ibumu penyihirnya?" jawab Hanafi.
Alisha menoleh ke arah Cantika. "Ibu? Ibuku cantik dan baik," ungkapnya.
"Ya, ibumu penyihir cantik yang telah melahirkanmu. Dia menyihirmu agar menjadi gadis cantik dan menyenangkan," lanjut Hanafi melihat ke arah Alisha.
"Ih, tak boleh seperti itu."
"Peri biru itu kan penyihir baik," sela Cantika menarik nafas lega karena Alisha tidak mengerti maksud Hanafi.
Ternyata Hanafi tidak seburuk itu. Dia bisa mengatasi Alisha yang sulit untuk menerima orang baru dalam hidupnya.
"Sepertinya bau gosong," kata Hanafi bangkit.
"Akh, tempe goreng ku!" ujar Cantika berlari ke dapur.
Mereka berdua lalu melihat tempe goreng itu berubah menjadi hitam disisi bawahnya.
"Tempemu hitam," kata Hanafi ngakak.
Cantika menekuk wajah sambil mematikan kompor. Dia menatap tajam Hanafi.
"Sudah kukatakan kalau kau hanya membuat kacau dapurku," ucap Hanafi.
"Itu karena kau bertanya tentang penyihir itu, aku jadi hilang konsentrasi," bela Cantika tidak mau kalah sambil mengambil tempe hitam itu.
"Alisha yang bertanya," ujar Hanafi.
"Ya, itu maksudku."
"Sebenarnya kau mau masak apa?" Hanafi mencicipi tepung untuk tempe.
"Tempe goreng crispy dan juga sayur asam," jawab Cantika. Untung saja hanya gorengan terakhir yang gosong. Jadi itu tidak masalah untuknya untuk membuang itu.
"Karena kau merindukan Kaisar? Dia suka dengan makanan itu 'kan?'' tebak Hanafi karena Farida pernah mengatakannya ketika dia makan di rumah adiknya.
"Sok tau!" ujar Cantika dengan raut wajah tidak senang. Dia mengolah sayur asem karena hanya masakan sederhana itu yang dia bisa lainnya dia bisa masak spaghetti, Pizza, kepiting, dan beberapa makanan western yang bumbunya tidak begitu rumit.
Masakan Indonesia memakai banyak bumbu yang tidak bisa dia ingat bentuk dan takaran yang pas agar rasanya enak. Dia pernah mencoba beberapa masakan daerah, tapi rasanya selalu kacau.
Cantika mencoba sayur asam diatas tungku satunya. "Ehm!" Wanita itu menggelengkan kepala. Rasanya seperti ada yang kurang.
"Coba kulihat." Hanafi mengambil sendok dari tangan Cantika untuk mencoba masakan wanita itu.
"Eh," kata Cantika yang ingin mengatakan jika sendok itu telah dia gunakan tadi.
"Ini kurang gula merah dan penyedap rasa," ujar Hanafi.
"Penyedap rasa itu tidak baik bagi kesehatan."
"Kalau tidak baik, tidak akan dijual di pasaran." Hanafi menuang penyedap rasa dan juga mengiris gula untuk memberi rasa tegas pada masakan.
Dia mencicipi lagi, lalu menyendok dan memberikan para Cantika. Cantika mundur.
"Ih, kau jorok sekali mengambil makanan dari sendok yang telah dipakai," omel Cantika.
"Coba dulu, ini lebih enak dari masakanmu!"
"Ini aku yang masak!"
"Tanpaku rasanya tidak akan seenak ini. Sekarang kau sajikan ke meja depan TV saja agar kita bisa makan bersama dengan Alisha. Dia belum bisa duduk di meja makan kan?"
Cantika meletakkan sayur asam diatas mangkuk besar.
Hanafi membuka baju Koko ya menyisakan kaos dalam tanpa lengan yang membuat bentuk tubuhnya yang kekar jelas terlihat.
"Sekalian ini digantung di ruang sholat untuk ku kenakan lagi." Hanafi meletakkan pakaiannya diatas bahu Cantika. "Aku mau goreng telor."
"Memang aku pelayanmu!" ujar Cantika kesal.
"Bukan, tapi kau harus membayar uang sewa rumah ini dengan membantuku termasuk ini."
"Kau yang memaksaku untuk tinggal di sini!"
"Karena aku tahu kau tidak punya rumah kontrakan paling hanya apartemen di xxx yang pernah kau gunakan bersama dengan Bagas!"
Wajah Cantika menjadi pucat seketika. Tenggorokan seakan tercekat.
"Bagaimana kau tahu?" Mendadak pertanyaan itu keluar dari bibir Cantika. Menegaskan bahwa dia memang pernah ada di sana bersama dengan pria itu.
"Aku tahu semuanya, termasuk kau pernah bermalam dengan pria itu berkali-kali di apartemen itu. Bukan dulu, tapi beberapa bulan lalu."
"Kau memataiku?"
"Bisa ku katakan seperti itu!" Hanafi tersenyum jahat.
"Ibu ...!" panggil Alisha membuat Cantika menghentikan perdebatan ini. "Mana jus nya, aku haus."
Cantika lalu membawa sayur asam ke ruang keluarga. "Kita akan lanjutkan ini, nanti!" ucapnya sengit.
Hanafi mengendikkan bahu lalu mulai membuat telor goreng spesial khas Padang. Bau harum telor menyeruak hingga ke hidung Cantika yang mulai membuat jus pesanan putrinya.
Dia melirik ke arah Hanafi yang terlihat terampil memegang alat masak.
Lima belas menit kemudian, semua masakan telah siap diatas meja ruang tengah.
"Aku mau telor itu, Bu, sepertinya enak," pinta Alisha. Anak itu lalu makan hanya dengan telor goreng itu dengan lahap.
"Ibu yang masak telor ini?''
"Iya, ibumu pandai kan?" Hanafi yang menjawab pertanyaan Alisha.
"Wah, ibu semakin pandai memasak. Tadinya tidak bisa," jujur Alisha.
Mengapa Cantika merasa tersudutkan setiap kali berada di depan pria itu?
"Bukan Ibu yang masak, kau puas!"
"Pantas kok enak." Alisha mengatakan itu dengan ragu melihat wajah horor ibunya.
Hanafi menahan tawanya dengan minum segelas air.
"Tempe itu pasti gorengan Ibu, bentuknya tidak bagus," imbuh Alisha.
Cantika menarik nafas panjang. Ingin rasanya dia menghilang dari tempat itu saja.
"Tapi ini enak," kata Hanafi mencicipi tempe goreng itu. Namun, dia berhenti mengunyah untuk sesaat. Alisha yang melihat itu meringis, bisa menebak rasanya dari ekspresi Hanafi.
"Enak kok," ujar Hanafi memakan habis tempe goreng yang dia ambil.
Cantika merasa curiga. Dia memakan tempe itu dan langsung dikeluarkannya. "Asin!" Dia mengambil segelas air dan meminumnya.
"Apa kubilang," celetuk Alisha.
Mereka lalu tertawa bersama. Makan itu terasa hangat. Mereka melupakan semua masalah untuk sejenak. Alisha bahkan terlihat lahap makannya. Mulutnya tidak bisa berhenti berbicara tentang teman sekolahnya.
Cantika tersenyum melihatnya. Dia bahkan telah lupa kapan dia merasakan saat seperti ini.
Setelah makan bersama Hanafi kembali mengajak sholat. Cantika meringis, tapi dia tetap ikut.
"Kau dulu saja yang wudhu, biar aku yang merapikannya," kata Hanafi.
Cantika lalu pergi berwudhu. Hanafi yang baru saja masuk dapur lalu bertanya padanya.
"Kau tidak bisa wudhu? Biar aku ajari," kata Hanafi tenang.
"Sudah, kau lihatkan!" kata Cantika memperlihatkan tangan dan wajahnya yang basah.
"Tanganmu bagian siku masih kering dan rambutmu sangat basah, seperti habis mandi." Sebenarnya Hanafi sempat melihat Cantika berwudhu sambil melihat handphone tadi pas sholat Maghrib.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Anggi Susanti
ya belajarlah dengan hanafi cantika dia akan membimbingmu ke jalan yg lurus dan hormati dia sebagai suami walau blm sah seutuhnya tpi setidaknya dia sdh berjanji didepan ayahmu
2023-06-14
0
M Nabil Anisa
lanjut matap👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼
2023-06-14
1
M Nabil Anisa
kadang senang ,kadang sedih, sederhana tapik mapuh buat hagat kelurga kecil penuh indah bahagia🥰🥰🥰🥰
2023-06-14
1