Bab. 16

Farida tersenyum. Berusaha mendekat ke arah Cantika.

"Tentu saja tidak, Kakak. Aku ingin berdamai dengan hatiku sendiri. Aku juga akan sangat bahagia jika kita bisa seperti dahulu. Maksudku hubungan kita seperti adik dan kakak lagi," lanjut Farida.

Cantika melihat ke arah Kaisar. Pria itu menganggukkan kepalanya. "Kita lupakan semua yang pernah terjadi dan mulai dari awal lagi."

"Walau tidak mudah, kita akan berusaha agar hubungan baik yang akan kita jalin lagi tidak ternodai oleh dendam dan kemarahan," lanjut Kaisar.

Cantika menghela nafasnya. "Baiklah, aku melakukan semua ini untuk putriku," ujarnya.

"Apapun itu, Kakak, aku sangat senang kau bisa menerima permintaan maafku."

"Aku juga banyak salah padamu, Ida," kata Cantika.

"Namun, kau bukan orang yang kukenal dulu. Kau telah banyak berubah," sela Farida.

"Tidak, aku masih sama seperti dulu."

"Aku sudah mendengar cerita dari Emilio, kalau sebenar kau tidak setuju dengan penculikan itu dan kau diam-diam menghubungi suamiku agar segera datang menolongku. Terima kasih, Kakak, aku berhutang Budi padamu. Apalagi pada Alisha." Farida lantas mendekat ke arah anak itu.

Alisha masih tertidur lelap. Dia membelai kepala Alisha dengan penuh kasih sayang.

"Aku tidak menyangka dia akan mengorbankan dirinya sendiri demi suamiku."

"Demi ayahnya, jika kau lupa. Walau Kai bukan ayah biologis Alisha, hanya saja, Alisha menganggapnya sebagai satu-satunya ayah yang dia miliki."

"Aku tidak menyangka rasa cintanya pada suamiku sebesar itu dan aku memisahkannya dari ayahnya. Aku sungguh merasa berdosa."

"Seperti yang Kai, ucapkan. Biarlah yang terjadi menjadi kenangan. Kita simpan yang baik dan buang yang buruk.  Aku juga lelah dengan semua pertikaian ini. Mungkin ini cara Tuhan agar kita semua mendapatkan kedamaian di dalam hati."

Farida melihat ke arah mata Cantika. "Kau benar, Kakak," katanya.

"Jika kau mau, kalian bisa tinggal di rumah kami," ujar Farida.

"Tidak, aku akan tinggal di rumahku sendiri," jawab Cantika.

"Bukankah?" Ucapan Kaisar terhenti dan nampak ragu.

"Aku sedang mencari rumah kontrakan."

"Untuk apa? Kakak, maksudku Uda Hanafi, dia punya rumah," ujar Farida takut mengatakan hal salah.

"Kenapa harus berbicara tentang dia?"

"Bukankah, ayahmu menyerahkan kau pada Uda, kalian bisa menikah setelah ini dan membentuk rumah tangga yang bahagia."

Cantika lalu tertawa hambar. "Kau jangan melucu. Itu hanya pernikahan untuk menghormati keinginan terakhir ayahku. Nyatanya pernikahan itu tidak sah Dimata hukum dan agama."

"Namun, Uda telah berjanji akan menjagamu."

"Menjaga? Tidak perlu, aku bisa menjaga diriku dan anakku sendiri. Tidak perlu bantuan orang lain." Cantika melihat ke arah Kaisar.

"Aku pernah menikah tanpa dilandasi cinta dan itu berakhir begitu saja. Aku tidak mau mengulangi untuk kedua kalinya."

Farida terdiam. Dia tidak bisa memaksa Cantika untuk soal ini. Mereka telah sama-sama dewasa tahu apa yang harus mereka lakukan.

"Jika kau butuh bantuanku, kau bisa hubungi aku kapan saja yang kau mau," kata Farida lagi.

Cantika tersenyum kecut dan mengangguk.

"Kau lihatlah, aku tidak ingin membuat keributan. Suamiku sangat khawatir kalau aku membuat masalah di sini sehingga melarangku kemari."

"Kau juga tidak perlu cemas, aku atau anakku akan membuat masalah untukmu dan keluargamu," ucap Cantika tersirat. Dia seperti menebak kalau Farida takut jika suaminya akan dekat dengan Alisha lagi dan kembali padanya sehingga memaksanya untuk membina hubungan dengan kakak angkat Farida, Hanafi.

"Mana mungkin kau akan membuat masalah bagi kami, kalian adalah malaikat kami," ujar Farida tersenyum canggung.

Tanpa Cantika sadari, Hanafi mendengar pembicaraan ini dari luar ruangan. Ekspresinya datar, entah apa yang dia pikirkan.

Hari terus berlanjut. Setiap hari Kaisar selalu menyempatkan waktunya untuk mengunjungi Alisha. Seperti hari ini, pria itu membawa boneka Barbie dengan edisi terbatas untuknya.

"Hallo, Sayang, lihat apa yang Ayah bawakan untukmu?" seru Kaisar memperlihatkan boneka cantik di dalam wadah dengan ikat pita berwarna merah.

"Wah, boneka yang sangat cantik. Aku mau," seru Alisha senang.

"Kaisar mendekat ke arah Alisha dan memberikan boneka itu. Gadis itu langsung membukanya.

"Mermaid, Bu, lihatlah. Bajunya berwarna pink dengan ekor berwarna hijau terang, bagus sekali. Ini juga diberi hiasan permata, cantik, aku suka," pekik senang Alisha. Dia langsung memeluk ayahnya.

"Aku sayang, Ayah," ujarnya.

Cantika yang melihat itu tersenyum. Dia sibuk membereskan perlengkapan Alisha yang ada di ruangan itu.

"Bagaimana keadaan princess Ayah?" tanya Kaisar membantu Alisha duduk bersandar di sandaran tempat tidur.

Keadaan gadis itu semakin membaik. Perkembangan kesehatannya naik dengan cepat. Mungkin karena kehadiran Kaisar membuat semangat hidup anak itu bangkit lagi. Alisha kini tidak murung lagi. Kini dia mudah tersenyum dan banyak omong. Cantika sangat menyukai hal positif yang ada di dalam diri putri kecilnya.

"Aku baik, bahkan Dokter mengatakan aku boleh pulang hari ini." Kaisar membuka mulutnya lebar dan tersenyum. Dia melihat ke arah Cantika meminta penjelasan.

"Dokter yang memeriksanya mengatakan jika Alisha boleh pulang hari ini."

"Tapi lukanya?" Kaisar belum yakin, anaknya telah sembuh dengan benar.

"Sudah mengering, dia hanya butuh kontrol seminggu sekali, agar dokter bisa memeriksa keadaannya."

"Kau lihat, wajahnya masih pucat dan dia masih merasakan sakit," cemas Kaisar.

"Masa pemulihannya memang butuh waktu panjang. Hanya saja kami tidak bisa terus tinggal di rumah sakit ini."

"Kenapa?" tanya Kaisar bingung. "Jangan katakan soal biaya, semua sudah  menjadi tanggungku. Bagiku yang penting Alisha bisa pulih lagi seperti semula."

"Dia akan baik-baik saja, kau tidak perlu cemas. Aku sendiri yang akan menjaganya dengan baik."

"Tidak ... aku tidak setuju. Alisha harus tetap di rumah sakit sampai sembuh benar. Aku tidak mau mengambil risiko."

Cantika menatap malas pada Kaisar. "Kai, Alisha akan sehat lagi. Aku harap kau mengerti keputusanku untuk membawanya pulang."

"Pulang, kalau begitu kalian pulang ke rumahku agar bisa kupantau setiap waktu."

"Kai!" Cantika terlihat tidak setuju dengan keinginan Kaisar.

"Aku tidak akan melepaskan kalaian ke tempat asing. Kau bahkan tidak mengatakan dimana kau akan tinggal? Apakah itu layak untuk putriku atau tidak. Tidak Cantika, aku sangat tidak setuju."

"Kai, kau lupa kalau kau sudah punya keluarga sendiri dan aku tidak ingin kami menjadi duri dalam rumah kalian."

"Duri? Apakah kau lupa jika Farida menginginkanmu untuk tinggal di rumah kami."

Cantika menepis tangan ke udara. "Kau tidak pernah tahu dengan hari wanita, Kai. Mungkin kau mengatakan tidak apa-apa tapi dia pasti menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. Terus terang aku ragu jika tinggal di rumahmu . Bukannya mendapatkan kedamaian malah rumah itu akan terasa seperti neraka."

"Kenapa kau berpikir buruk tentang istriku? Dia tulus menginginkanmu tinggal dengannya. Kau masih sama keras kepalanya seperti dulu."

Cantika mengusap wajahnya sendiri dengan kesal. Bagaimana cara menjelaskan pada Kaisar bahwa kebersamaan mereka bisa menjadi awal dari masalah yang akan timbul ke depannya.

Terpopuler

Comments

Anggi Susanti

Anggi Susanti

benar kata cantika kalau sampai dua wanita ini satu rumah bukannya membaik malah jadi masalah baru mereka baru saja berdamai kai km itu terlalu bodoh atau apa ya mau membawa cantika kerumah yg benar itu cantika pulang kerumah hanafi walau belum resmi jadi istrinya tpi kan hanafi sdh diberi tanggung jawab oleh ayah cantika

2023-06-11

1

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

Kaisar ini nggak peka mmg dikira Farida nggak cemburu klau Cantika tinggal serumah dgnnya hadeehhh

2023-06-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!