"Bu, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Cantika dengan lirih tidak ingin ada yang mendengar, termasuk putrinya.
"Kau tenang saja, di sini, semua akan baik-baik saja. Ibu melakukannya demi kau," ujar Ira.
"Demi aku, apa hubungannya aku dengan masalah ini. Farida, Kaisar mencarinya di rumah, dia juga membawa polisi ke rumah, lalu ... ada suara tembakan, rumah yang kita tempati terbakar. Ini ... ini sangat gila dan membuatku tidak waras," ujar Cantika gagap. Dia sampai mengoyak lengan ibunya keras. Hal itu ditangkap oleh mata Alisha.
"Ingat, ibu melakukan semuanya demi kau, demi kebahagiaanmu. Ibu menikah dengan Fadil agar kau punya keluarga dan ayah yang bisa kau banggakan. Ibu selama ini menyingkirkan Sarah dan Airlangga agar kau tidak mempunyai saingan. Ibu akan selalu memastikan anak itu menjadi yang terbaik, dan ibu rela melakukan apapun, walau pun itu harus mempertaruhkan nyawa ibu."
Mata Ira berkaca-kaca, dia melihat ke arah Alisha yang duduk menatap kedua orang dewasa di depannya.
"Untuk kali ini, Ibu pun berusaha agar kau bisa tertawa bahagia lagi. Ibu ingin agar Alisha juga bisa tersenyum seperti dulu lagi."
"Bu... kau membuatku takut," ujar Cantika memundurkan langkahnya.
"Kau tidak perlu takut karena selama ada Ibu dan ayahmu, kau akan aman."
"Lebih baik aku kembali dan mencari tahu apa yang terjadi?"
"Tidak! Kau ikuti saja arahan ibu dan lihat semua akan baik-baik saja," ungkap Ira membuat Cantika semakin bergidik. Dia mulai menebak jalan pemikiran ibunya. Mencoba untuk tersenyum.
Memeluk ibunya. "Ibu, kau benar, aku tidak perlu takut apapun selama kau ada di sisiku. Aku tahu kau akan selalu melakukan yang terbaik untukku. Aku sayang padamu, Bu," ucap Cantika. "Aku akan selalu mendukung yang kau lakukan."
Ira menarik nafas lega. Dia mengusap kepala Cantika dengan lembut. Di saat itu, Mbok Supri menengok dari luar kamar.
"Ayo, makan, mumpung masih hangat." tawar hangat wanita tua itu, membuka pintu lebar dan mendekat ke arah Alisha.
"Ayo, Nduk, kita makan, Mbah sudah gorengkan telor untukmu."
"Nggih, Mbah."
"Ayah? Kemana dia, kok belum kelihatan?" tanya Cantika.
"Ayah... dia masih diperjalanan," jawab Ira seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Sedangkan di tempat lain, Samson terlihat khawatir. Sesekali dia mengisap rokoknya dengan cemas. Lalu membuang dan menginjak.
"Det ... bagaimana perkembangannya?" tanya Samson.
"Sekwintal barang kita disita Polisi Bos," jawab Codet.
"Huh, yang lain bagaimana?"
"Enam anak buah kita yang lain mengamankan barangnya. Ghani, Boris, Yana, Endun, Joko, sudah memberi kabar katanya saat ini barang masih aman dan mereka masih dalam persembunyian."
"Tidak apa-apa mengorbankan seratus kilo karena yang delapan masih aman."
"Hanya saja, jika Bos sampai tertangkap akan berbahaya," ujar Codet.
Samson tertawa keras.
"Ha... ha ... seharusnya kau sangat tahu jika bisnis yang kita lakukan ini memang berbahaya dan menguji nyawa. Bagi lelaki hidup tanpa tantangan itu tidak menarik. Semakin berbahaya maka akan semakin seru."
"Hanya saja, aku curiga ada orang dalam yang menjadi mata-mata polisi. Aku harap bukan kau orangnya."
Wajah Codet sepertiga detik memucat tapi dia langsung tersenyum. "Mana berani aku mengkhianati mu, Bos!"
Samson menarik pistol dari dalam saku bajunya dan mengarahkan ke dada Codet.
"Aku perlu bukti bukan kata-kata."
"Kalau begitu tembak saja aku, jika kau memang mencurigaiku," tantang Codet dengan suara tenang.
Samson menarik pelatuknya pelan. Suasana menjadi tegang seketika. Codet nampak pasrah dengan hidupnya. Dia memejamkan matanya, menunduk.
Klek! Suara pelatuk ditarik. Lalu terdengar bunyi tawa yang keras.
Ternyata pistol itu kosong. Codet bisa bernafas dengan lega.
"Aku memang tidak salah memilihmu menjadi bagian dari tim ku. Kau pemberani dan loyal."
Codet tersenyum kecut ketika bahunya di tepuk Samson keras.
"Bagiku, sekarang yang penting adalah putri dan cucuku. Kalian dan terutama kau harus melindunginya sepenuh jiwa. Kalau umurku sudah tidak muda lagi. Hidup pun hanya untuk bisa melihat anak dan cucu tersenyum. Tidak ada yang lain. Kau akan mengerti jika punya anak nanti. Kau akan melindunginya dengan sepenuh jiwa."
Codet mengangguk.
"Apakah kita akan bersembunyi di sini saja atau pindah, Bos?" tanya Codet.
"Kita akan di sini sampai aman, kalau Polisi mencium keberadaan kita, kita akan pergi ke tempat lainnya."
"Siap Bos!" terdengar bunyi telepon dari handphonenya.
"Bos, saya mau ke belakang dulu," ujar Codet, kekasihku menelfon.
"Kau punya cewek?" tanya Samson terkejut.
"Bos kira aku tidak laku di jalan?" balik Codet.
"Tapi hati-hati jangan sampai yang kekasihmu adalah musuhku atau mata-mata Polisi."
"Bukan, dia hanya gadis biasa yang selalu tunggal di rumah."
"Aku jadi penasaran dengan cewekmu itu. Lain kali kau harus mengenalkannya padaku."
Codet tersenyum kecut. Dia langsung bergegas ke tempat sunyi dan aman untuk menjawab telepon dari kekasihnya itu.
Sementara itu, Samson memberi tanda pada anak buahnya yang lain untuk mengikuti Samson diam-diam.
"Hallo, Assalamualaikum. Bagaimana keadaanmu? Aku sangat mengkhawatirkanmu?" tanya Codet dengan suara lirih sambil matanya mengawasi seluruh tempat itu.
"Dokter sudah memeriksa janin kita."
"Apakah ada masalah?"
"Entahlah, hanya saja jika kontraksinya terus menerus mau tidak mau, aku harus melakukan sesar," jawab Rose.
"Dia masih sangat muda untuk dilahirkan."
"Kalau begitu aku akan bertahan demi anak kita."
Codet menghela nafasnya. "Kau yang lebih berharga bagiku."
"Kalau begitu pulanglah, aku membutuhkanmu," bujuk Rose.
"Maaf. Saat ini masih belum bisa hanya saja aku akan berusaha untuk pulang secepatnya."
"Aku khawatir," ujar Rose dengan suara yang terdengar terisak.
"Kau tidak perlu cemas karena aku akan baik-baik saja dan kembali ke sampingmu saat kau melahirkan nanti."
"Kau janji?" tanya Rose
"Tentu saja, aku berjanji akan melakukannya. Walau dengan merangkak aku akan berada di sampingmu."
"Sudah... ya ... doakan semua urusan ku selesai secepat dan aku bisa kembali. Ingat, bagiku yang terpenting adalah dirimu, jangan pernah memilih untuk pergi dariku kalau misal dokter memberikan pilihan terburuk."
"Aku ... aku ...."
"Berjanjilah, padaku kau akan tetap hidup!" kata Rose takut. Dia tahu dengan benar jika pekerjaan yang Emilio alami itu sangat berisiko besar. Bisa saja nyawanya terengut ketika sedang bertugas.
Bagaimana pun Emilio adalah suaminya dan kini akan menjadi bapak dari anaknya. Apalagi setelah dia merasakan cinta dihatinya untuk Emilio, rasa was-was ketika di tinggal pergi itu ada. Walau bagaimanapun dia hanya bisa berdoa, semoga suaminya bisa selamat dan kembali berkumpul bersamanya.
Dia sendiri merasa aneh, bisa jatuh cinta dengan pria itu dengan cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
kehamilan Rose beresiko karna penyakit Rose moga ja nanti bsa lancar semuanya
2023-06-05
0
Anggi Susanti
ternyata codet adalah emilio yg ditugaskan kolonel kesatuan polisi semoga dlm tugas ini dia baik² saja karena rose yg hamil dan menanti kepulanganya lanjut makin seru aja ini cerita
2023-06-05
0
R-Nie
jd codet = emilo ????
2023-06-04
0