Bab. 05

Keesokan harinya, bertepatan dengan weekend, Ira mengajak Cantika dan Alisha pergi jalan-jalan ke mall. Setelah puas berbelanja mereka duduk, makan di deretan stand makanan rakyat di lantai atas untuk sekedar melepaskan lelah, lapar dan haus.

Cantika mengaduk makanan di depannya dengan malas, sambil sesekali melihat ke arah Alisha yang asik makan Bakso. Anak ini masih menjaga jarak dengannya. Jarang sekali berbicara bahkan terkadang pura-pura tidak mendengar jika Cantika memanggil.

Di depannya, tampak ibunya sedang asik membuat foto status untuk galeri sosial media.

"Ih, lihat efek ini, Ibu terlihat muda lagi, seperti dirimu. Kau memang duplikat Ibu, Sayang, tidak ada yang dibuang," ujar Ira sambil bergaya di depan kamera.

Cantika yang melihat hanya menghela nafas panjang. Dia kembali memakan makanan yang ada di depannya.

"Bu, kenapa tidak menikah dengan Papa?" tanya Cantika.

Ira menghentikan kegiatannya, lalu meletakkan handphone di atas meja.

"Ibu belum memikirkannya. Lagipula kau tahu sendiri kan, jika Fadil belum menceraikan Ibu," ujar Ira percaya diri.

"Tidak mungkin Ayah mau kembali pada Ibu," ujar Cantika sambil memasukkan butiran bakso dalam mulutnya.

Ira mendekatkan wajahnya ke depan dan menatap ke arah Cantika tajam.

"Ish, untung saja kau anakku. Kalau tidak," Ira meletakkan tangannya ke leher. "Keak!"

"Ck ... kau terlalu menyeramkan untuk seorang wanita," ujar Cantika.

"Hidup itu kejam dan kita tidak bisa begitu saja mengalah pada nasib. Jika tidak, nasib itu yang akan menginjak kita terus," lanjut Ira, memakan salad buah yang ada di depannya.

"Camkan itu," imbuh Ira.

"Mungkin karena itu, aku kalah dalam pertempuran," sambung Cantika.

"Ya, kau terlalu lemah oleh cinta. Cinta itu yang membuatmu menyerah. Kalau aku jadi kamu, aku bunuh jelong itu dan anaknya," ungkap Ira.

"Bunuh siapa Nenek?"

Ira dan Cantika tersedak mendengar pertanyaan dari Alisa. Mereka saling menatap.

"Nenek hanya bercanda, Sayang," kata Cantika ingin mengusap kepala Alisa, tapi anak itu menarik kepalanya ke arah lain sehingga tangan Cantika mengambang di udara dan ditariknya lagi.

"Ku kira benaran. Aku ingin sekali punya kekuatan untuk bisa melenyapkan Lana dari bumi ini, aku akan hancurkan dia pakai sinar laser sehingga tubuhnya hancur seperti debu dan hilang. Seperti di film Avengers."

"Jangan berpikir seperti itu Sayang," nasihat Cantika.

"Ish, apa yang anakmu katakan itu benar, kita harus menyingkirkan musuh kita agar kita menang dan jadi pahlawannya," kata Ira.

"Bu, jangan buat anakku jadi jahat," tolak Cantika. "Kau jangan dengarkan Nenekmu, Sayang."

"Tapi aku sangat benci Lana, dia ambil Ayah, Kakek Ale, Nenek Dara dariku. Ayah bahkan sekarang melupakan aku," lirih Alisa.

"Ohw, cucu Nenek yang malang. Tenang saja, disini ada Nenekmu yang akan selalu mengabulkan semua keinginanmu karena kau adalah calon ratu di keluarga kita," ungkap Ira memeluk sayang pada Alisa.

"Bu ...."

"Kau diam, Cantika. Pikiran naifmu membuat kau kehilangan semuanya. Andai saja dari awal kau waspada dan menyingkirkan Farida lebih cepat, semua ini tidak akan terjadi."

Cantika menggelengkan kepalanya. Sulit rasanya menang debat dengan ibunya ini.

"Cantika, lihat itu," tunjuk Ira pada sekelompok orang di sudut lain dari mall itu. Alisa dan Cantika langsung menoleh dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ira.

"Ayah ...." seru Alisha ingin berlari ke arah Kaisar dan keluarga kecilnya yang baru. Namun, langsung dicegah oleh Cantika.

"Ibu, aku ingin bersama dengan Ayah," rengek Alisha.

"Jangan Sayang, kita pulang saja," bujuk Cantika.

"Tidak mau, aku ingin Ayah," tolak Alisha, keras kepala. Dia menghempaskan tangan Cantika kasar dan berlari ke arah Kaisar.

"Ayah ...." panggil Alisha. Dia lalu berhenti di depan Kaisar. Matanya berkaca-kaca menatap orang yang dia kenal sebagai ayah selama ini. Walau akhirnya dia tahu, pria ini ayah dari anak lain.

Tatapan Alisha beralih ke arah anak lelaki yang sedang di gendong oleh Kaisar. Air mukanya seketika berubah. Ada rasa iri yang jelas tergambar di wajahnya.

Kaisar berjongkok agar sejajar dengan Alisha. Dia tersenyum, merentangkan satu tangan lain ke arah Alisha.

"Hai, Sayang, kemarilah, ayah sangat merindukanmu," ujar Kaisar.

Namun, Maulana, putranya mengeratkan pelukannya pada Kaisar seolah enggan berbagi ayah dengan Alisha.

Alisha memundurkan langkahnya ke belakang. Mencoba tersenyum diatas rasa pedih yang menyayat hatinya.

Seharusnya anak seumurnya bahagia, tapi yang dirasakannya hanya beban berat. Selama ini dia tidak benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang utuh.

Dulu, ada ayahnya di sampingnya, dan dia berdoa agar bisa dekat dengan ibunya. Kini, ibunya selalu ada untuknya, tapi ayahnya telah pergi meninggalkannya.

Alisha melihat ke arah istri baru ayahnya, Farida. Ada rasa marah di hatinya. Marah karena wanita itu telah menghancurkan hidupnya dan sang ibu.

Lalu menatap ke arah ibunya yang menatapnya dengan sedih. Alisha yang malang berlari ke arah Cantika dan memeluknya.

"Ibu, kita pergi," ujarnya menarik tangan ibunya pergi.

Cantika hanya melongo saja sambil mengikuti arah kaki anaknya. Sedangkan, Ira tersenyum sinis pada Kaisar serta keluarga barunya. Setelah itu, sang Nenek mengikuti anak dan cucunya.

Ketiga orang di belakangnya hanya termangu lalu saling menatap. Kaisar masih menatap sedih ke arah Alisha. Bagaimana pun anak itu tetap dia anggap sebagai anaknya sendiri. Sulit untuk merubahnya. Hanya saja sekarang dia juga harus menjaga anak dan istrinya. Dia tidak ingin menyakiti mereka lagi.

Sedangkan Alisha ketika sudah berada di mobil duduk terdiam. Cantika lalu memegang kedua bahu anaknya dan menatapnya.

"Alisha, kau baik-baik saja Nak?" tanya Cantika khawatir. Tidak biasanya Alisha terdiam seperti itu. Biasanya dia akan mengatakan apa yang diinginkannya.

Terlihat dua sudut bibir Alisha berkedut cepat dan bibirnya mulai bergetar. Air matanya luruh seketika.

Cantika langsung memeluk putrinya itu erat. Ibu mana yang tidak hancur melihat putrinya menahan kesedihan teramat sangat seorang diri.

Alisha nampak sesak dan tersengal menahan tangisnya.

"Menangislah keras, jangan ditahan," ucap Cantika.

Alisha menggelengkan kepalanya. Satu tangan digigit keras untuk menahan tangisnya.

"Menangis jangan, jangan ditahan Sayang, itu akan membuatmu sakit," ucap Cantika lagi. Namun hanya erangan kecil yang terdengar dari bibir Alisha.

"Maafkan, Ibu, Nak. Maafkan ibu karena selalu membuatmu sedih dan menderita," ucap Cantika.

Dia merasa ini adalah karma dari ibunya yang turun pada anaknya karena dulu telah  menjauhkan Farida dari ayah kandungnya.

Ternyata rasanya sesakit ini melihat anak sendiri terluka dalam.

"Tuhan, maafkanlah aku dan kedua orangtuaku," batin Cantika pilu.

Terpopuler

Comments

Anggi Susanti

Anggi Susanti

kok bisa ira itungajari cucunya swperti itu mangkane hidup anak dan cucunya gk bahagia itu karma dari ibu dan nenek alisa

2023-06-03

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

penyesalan mmg selalu datang terlambat moga aja hbs ini Cantika bsa tobat

2023-06-03

0

Puja Kesuma

Puja Kesuma

ayahmu itu ayah kandung alana alisha...ayahmu itu bagas.... trima aja bagas sbg ayahmu pasti kau akan mendapatkan kasih syg seorang ayah lg

2023-06-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!