Bab. 14

Dengan kesal, Cantika pergi ke kamar yang dia gunakan tadi. Melupakan rasa lapar yang terus menggerus perutnya. Dia tidak mungkin kembali ke rumah sakit dengan kaos Hanafi, apa yang akan orang katakan jika melihat itu.

Setelah berada di dalam kamar, Cantika membuka plastik yang dibawa oleh Hanafi. Dia mulai melihat bra merah yang pria itu beli. Membayangkan pria dengan wajah menakutkan itu membeli barang wanita, itu pasti sangat lucu. Sebuah senyum terbit di bibirnya.

Dia memeriksa ukuran yang ada. Bra dengan ukuran 36. Mungkin ini suatu kebetulan semata karena ukuran yang dibutuhkan tepat. Dia juga melihat ****** ***** berendra yang ada di depannya. Kenapa harus warna merah?

Cantika lalu mengenakannya. Walau tidak seperti yang biasa dia gunakan karena murahan, tapi dalaman ini cukup layak untuk dia kenakan dari pada tidak sama sekali.

Cantika mulai membuka plastik berisi pakaian. Dia lalu merentangkannya. Ini pakaian wanita muslimah. Gamis panjang berwarna putih yang sederhana, hanya saja tidak sesuai dengan seleranya. Dia tidak pernah mengenakan ini kecuali di hari raya atau saat dibutuhkan saja.

Pakaian itu lalu dia kenakan. Terlihat pas ditubuhnya. Lebih tepatnya, tubuhnya memang selalu bagus dipakaikan apapun. Dia mematut diri di cermin. Lalu tersenyum. Dulu Alisha ingin sekali Cantika memakai pakaian muslim seperti ini, agar ibunya seperti ibu-ibu yang lain.

Cantika kemudian keluar dari kamar. Di saat itu, Hanafi sedang membawa mangkuk berisi mie panas yang aromanya membuat perutnya yang lapar bertambah melilit, sakit.

Pria itu lantas duduk di kursi dan mulai makan mie itu dengan santai.

"Aku akan pergi kembali ke rumah sakit untuk melihat Alisha," ucap Cantika. (2 bab sebelumnya baru direvisi ya. Alisha berada di rumah sakit dalam keadaan koma)

"Makan dulu, di dapur masih ada."

"Aku tidak lapar," tolak Cantika dingin. Namun, perutnya kembali berbunyi keras, seperti memakai speaker.

"Kau pandai berbohong, tapi tidak perutmu!. Makanlah. Aku tidak ingin melihat kau pingsan lagi seperti di makam ayahmu tadi."

Cantika dengan langkah berat berjalan ke arah dapur. Melihat jika didalam wajan masih ada mie dengan beberapa toping sayur dan telor yang terlihat menggoda.

Dia menyendoknya ke dalam piring, lalu membawanya ke meja makan. Mereka akhirnya makan bersama.

"Dokter mengatakan keadaan anakmu masih stabil, hanya saja masa kritisnya belum usai."

Cantika terbatuk mendengarnya.

"Di dispenser itu," tunjuk Hanafi dingin agar Cantika mengambil air minum sendiri. Namun, Cantika mengambil air minum di gelas Hanafi.

"Tak berperasaan!" gumam lirih Cantika tapi masih terdengar oleh Hanafi.

Hanafi sendiri terlihat santai saja menanggapinya.

''Habiskan itu, karena itu belinya dengan keringatku sendiri. Aku tidak rela jika kau membuangnya dengan percuma."

Cantika langsung menghabiskan makanan itu dengan cepat karena kesal.

"Apakah ini juga masuk ke hitungan hutangku?" sindir Cantika.

"Hmm kuanggap sebagai sedekah."

Cantika menghela nafasnya berat. Dia membersihkan alat makannya bersama dengan alat masak yang kotor. Setelah itu, dia pergi keluar.

"Baju itu bagus untuk kau kenakan," kata Hanafi membuat langkah Cantika terhenti.

"Ini bukan seleraku dan asal kau tahu, semua akan terlihat cantik jika ku kenakan."

"Cantik tidak selalu baik, tapi yang baik itu akan cantik," balas Hanafi tanpa melihat ke arah Cantika.

Cantika berjalan begitu saja, enggan untuk menimpali perkataan Hanafi. Dia membuka pintu utama rumah itu.

"Apakah kau akan berjalan kaki pergi ke rumah sakit."

"Apapun, asal bisa bersama dengan putriku," jawab Cantika.

"Kau bisa melakukan apapun, tapi ingat, jangan ganggu pernikahan adikku!"

Cantika mengedipkan matanya. Dia lalu menoleh ke arah Hanafi.

"Hmm ... adikmu yang menghancurkan pernikahanku. Jangan lupa juga jika Kaisar sangat mencintai Alisha. Semua bisa terjadi mengingat janji yang Kaisar ucapkan!" Cantika merasa menang kali ini dalam memutar balikkan kenyataan pada Hanafi.

"Silahkan lakukan semua yang kau bisa, tapi aku juga akan melakukan semua yang kubisa untuk mencegah kegilaanmu. Walau harus memasukkan mu ke rumah sakit jiwa seperti ibumu!"

Cantika mengomel sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Bukan jarak yang dekat menuju ke sana karena jarak yang harus ditempuh lebih dari 20 kilometer. Namun, dia tidak akan menyerah begitu saja.

Pakaian yang dia kenakan membuat dia sulit untuk bergerak. Rasanya ingin dia menyobeknya sebatas lutut agar lebih sedikit bebas.

"Kenapa hidupku akhir-akhir ini selalu diterpa ketidak beruntungan. Kehilangan suami, lalu kehilangan ayah Fadil, lalu kehilangan ayah dan semua kehidupanku, ditambah Alisha yang masih berada di ruang ICU. Ya, Tuhan, sampai kapan semua ini akan berakhir?" rutuknya selama di perjalanan.

Dia mulai mengingatkan semua hal yang terjadi sembari sesekali mengusap air matanya.

Tak ada harta, cinta dan keluarga, dia hanya punya anak dan tubuh ini. Dia bahkan tidak mempunyai uang sepeserpun.

Cantika melihat sebuah toko perhiasan. Lalu, sebuah pikiran melesat di otaknya. Dia memegang kedua anting yang menempel di telinganya. Ini adalah hadiah pertama dari ayah kandungnya, berat rasanya melepaskan ini, hanya saja dia sengat membutuhkan uang cash.

Dia lantas masuk ke toko perhiasan itu. Seorang pelayan datang mendekat.

"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" tanya pelayan itu ramah.

Cantika berusaha untuk tersenyum ramah walau terasa canggung.

"Saya ingin menjual anting berlian yang saya miliki ini," kata Cantika sambil melepaskan anting itu.

Pelayan itu melihat ke arah belakang, lebih tepatnya ke arah pemilik toko yang ada di meja kasir.

"Ko, ini ada yang mau jual anting berlian?"

Pria keturunan itu menurunkan kacamatanya, melihat ke arah Cantika.

"Sepertinya mukanya tidak asing?" kata Koko itu.

Pelayan yang lain mendekat ke arah Koko itu membisikkan sesuatu.

"Ya ... ya ... aku ingat, kamu itu dulu model yang sering wajahnya ada iklan televisi?"

Cantika tersenyum kaku. Dia mengangguk. Dalam hatinya mulai merasakan hawa tidak sedap.

Koko itu bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah Cantika. Mengambil anting yang ada di tangan Cantika.

"Wah ini anting mahal karena limited edition., Harus ada suratnya kalau mau jual," ujar Joko itu.

Cantika menelan salivanya berat. "Aku tidak punya suratnya karena rumah yang ketempati kemarin sempat terbakar."

"Iya terbakar karena digeruduk oleh Polisi. Ibunya terlibat dalam perdagangan obat terlarang Ko dan sepertinya dia sudah jatuh miskin karena semua aset yang dimiliki disita oleh Polisi. Lihat saja penampilannya sekarang!" ucap salah seorang pelayan yang tadi berbisik pada Koko itu.

Koko itu melihat penampilan Cantika dari atas sampai bawah. Pakaian yang dia kenakan seperti ibu-ibu kelas menengah ke bawah. Penampilannya pun sederhana, tanpa riasan sama sekali. Seperti orang susah, tidak seperti icon Cantika selama ini yang kaya dan glamor.

"Wei, kau terlibat perdagangan narkoba. Aku tidak berani beli ini, takut terlibat banyak masalah dengan Polisi."

"Ya, dia kan sempat dicari oleh Polisi juga, Ko," imbuh pelayan lainnya.

Cantika menghela nafas sambil memejamkan matanya. Dia menggenggam erat anting ditangannya.

"Jika kalian tidak mau membelinya tak mengapa," ujar Cantika melangkah pergi. Namun, dia masih mendengar ucapan pelayan toko itu.

"Pantas saja suaminya menceraikan dia.Ternyata penjahat berwajah malaikat. Tampangnya saja cantik, tapi hatinya busuk karena sudah meracuni banyak anak muda."

"Eh, dengar-dengar suaminya menceraikan dia karena anak mereka itu bukan anak suaminya?"

"Hah! Masa iya?"

"Kau benar. Ih, nggak nyangka banget. Kita lihat hidupnya seperti bahagia, ternyata dia seperti itu, menjijikkan."

"Suaminya siapa ayah suaminya siapa? Amit-amit, deh."

Tidak terasa air mata Cantika menetes mendengar semua hinaan itu. Dia berjalan dengan cepat dari tempat itu sebelum mendengar lebih banyak hinaan yang keluar dari mulut jahat orang-orang itu.

Dia memang bersalah, tapi dia juga manusia yang ingin mendapatkan kesempatan kedua untuk dimaafkan dan kembali hidup bahagia.

Di tengah perjalanan, sandal yang Cantika kenakan patah dibagian jepitannya. Cantika melepas dan melihatnya. Sepertinya tidak bisa dia gunakan lagi. Dia lantas membuang sandal itu jauh-jauh dengan kesal.

"Sandal sialan! Kau bahkan tidak mau membantuku!" serunya kesal.

Cantika terus berjalan walau terkadang telapak kakinya terasa sakit karena terkena batu yang runcing. Namun, dia tetap bertahan. Berdoa semoga tidak terjadi apa-apa pada anaknya.

"Alisha, Ibu akan datang. Kau harus bertahan untuk Mama," ucapnya. Semangatnya akan kembali lagi jika teringat Alisha.

Mendadak terdengar suara klakson mobil berbunyi. Cantika menoleh ketika mobil itu berhenti tepat di sisinya.

Kaca mobil mulai diturunkan.

"Bagas!" panggil Cantika.

Terpopuler

Comments

Anggi Susanti

Anggi Susanti

kalau sampai hanafi tau cantika dekat dengan bagas lagi entah apa reaksi hanafi

2023-06-09

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

ya klau pengen dpt kesempatan kedua perbaiki sikapmu Cantika, klau sikapmu msh songong,arogan,kasar juga sombong mana ada yg mau memberi kesempatan kedua kpdmu Cantika hadeehhh 🤦🤦🤦

2023-06-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!