Tubuh Alisha telah bersimbah darah yang mengalir dari dadanya. Dengan tangan gemetar, Kaisar menyentuh aliran darah itu.
Anak yang dia tinggalkan beberapa bulan ini, melindungi Kaisar dengan tubuh kecilnya sendiri. Rela memberikan nyawanya agar ayahnya bisa selamat. Ayah macam apa dirinya yang berbuat buruk pada anaknya.
"Sayang, bertahanlah, Ayah akan mencari pertolongan untukmu," ucap Kaisar menangis.
Alisha meneteskan air mata. "Ayah, aku hanya ingin berada di pelukan Ayah. Aku mau Ayah membacakan dongeng untukku lagi, bila aku mau tidur," ungkap Alisha parau dan tersendat-sendat.
Kaisar menengadahkan wajahnya ke atas sambil mengusap air matanya yang terus menetes.
"Sayang, kau akan baik-baik saja. Kita akan membawamu ke rumah sakit, kau harus bertahan demi ibumu ini," kata Cantika serak. Dia nampak shock dan terpukul melihat apa yang terjadi.
"Dia tertembak, Kai?" tanya Farida yang masih dalam pengaruh obat terlarang.
"Ayah ... bacakan dongeng untukku sebelum aku memejamkan mata dan tidur," ulang Alisha.
Ingin rasanya Kaisar meraung dan menjerit mendengar permintaan putri kecilnya. Sebenarnya, dia juga sangat merindukan Alisha hanya saja, dia menahan diri untuk kebaikan bersama. Namun, kini setelah semua yang terjadi, dia merasa bersalah. Putrinya yang malang, harus menderita karena konflik orang tuanya.
Walau Alisha bukan anak kandungnya, tapi darinya lah Kaisar merasa menjadi ayah untuk pertama kalinya. Oleh karena Alisha, dia menjadi bersemangat menjalani hidup. Buruknya, beberapa waktu ini, dia malah mengabaikan putri kecilnya.
Dengan kaki lemas dan gemetar, Kaisar mengangkat tubuh Alisha dan membawanya ke bilik kamar, tempat yang ditunjuk oleh Cantika.
Langkahnya terasa mengambang seperti kehilangan daya dan arah. Putrinya menempelkan wajahnya di dada Kaisar. Memeluk erat lehernya, seperti takut kehilangan.
"Pak, sebaiknya kita membawanya lewat jalur udara agar bisa mendapatkan pertolongan pertama," ujar pimpinan kepolisian yang bertugas. Kaisar hanya melewatinya, tetap menatap Alisha.
Emilio lalu mendekati Polisi itu dan mengatakan sesuatu. Kaisar tidak perduli dengan semua yang terjadi. Yang ingin dia lakukan hanya memenuhi permintaan putri kecilnya yang mungkin permintaan terakhirnya.
Dengan lembut Kaisar meletakkan Alisha di tempat tidur dari kayu. Membenarkan bajunya, dan dengan gemetar menyentuh lukanya.
"Sakit, Sayang?" tanya Kaisar.
Alisha tersenyum dengan cantik, menggelengkan kepalanya pelan. Tangannya diulurkan agar bisa meraih wajah ayahnya.
"Ayah jangan menangis, Ayah harus tersenyum karena kita bersama lagi."
Dengan berat, Kaisar mencoba untuk tersenyum walau hatinya merasakan sakit yang teramat dalam.
"Ayah, bacakan aku dongeng putri tidur," pinta Alisha. Kaisar lalu berbaring di sebelah Alisha.
"Suatu hari, di sebuah kerajaan yang makmur. Lahirlah seorang putri yang cantik dari pasangan raja dan ratu ....,"
"Ayah, jangan menangis."
Sekali lagi, Kaisar mengusap air matanya yang terus merangsek keluar.
"Ayah, tidak menangis, Sayang," ujar Kaisar. Pria itu lantas meneruskan ceritanya.
Di sisi yang lain, Hanafi membantu Samson yang tertembak peluru dari Emilio tanpa sengaja. Tangannya menekan luka pria itu agar tidak mengeluarkan darah yang banyak.
Ira yang ditolong oleh Samson, menangis histeris. Dia memeluk kekasihnya dengan erat.
"Kau harus bertahan, jangan tinggalkan aku," ucap Ira.
"Mungkin, waktuku sudah habis. Namun, aku bahagia diakhir hidupku, aku masih bisa bersama dengan keluargaku," balas Samson.
"Kau akan baik-baik saja, sebentar lagi bantuan datang dari udara," kata Hanafi.
"Tidak, kau harus hidup, aku membutuhkanmu," ujar Ira.
"Aku mencintaimu," jawab Samson membuat Ira melebarkan matanya, tergugu menangis.
"Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu," jawab Ira.
"Namun, tidak sebesar cintaku padamu," lanjut Samson dengan tersenyum. Ira lalu memeluk kekasihnya erat.
"Maafkan aku karena selalu membuat masalah untukmu."
"Kau bukan masalah untukku, kau adalah anugerah sumber kebahagiaanku."
Samson menoleh ke arah Hanafi. Mencoba meraih tangannya.
"Hanafi. Sifatmu sama seperti ayahmu. Selalu bertanggung jawab dan setia pada satu hal. Kali ini bolehkah aku meminta sesuatu padamu untuk terakhir kalinya?" tanya Samson.
"Kau boleh meminta apapun padaku," jawab Hanafi.
"Tolong jaga keluargaku, terutama anakku, Cantika. Dia butuh pria sepertimu," ucap Samson. Pria itu lalu terbatuk, mengeluarkan darah dari mulutnya. Samson menyeka darah yang keluar dengan tangan kirinya. Tangan kanannya tetap memegang Hanafi.
"Polisi sedang memanggil...." Samson menggelengkan kepala, memotong perkataan Hanafi.
"Aku sudah tidak punya waktu lagi, aku hanya ingin kau melakukan sesuatu sekarang untukku."
"Panggil Cantika, Ira," pinta Samson. Hanafi menggantikan Ira menopang tubuh Samson.
Ira lalu berdiri dan memanggil Cantika. Dia menyeret putrinya itu dari kamar karena Cantika enggan untuk meninggalkan anaknya yang mungkin sedang menemui ajalnya.
"Papah?" ucap Cantika terkejut melihat keadaan ayahnya yang tidak jauh lebih baik dari anaknya. Nasib buruk apa yang sedang terjadi padanya hingga kedua orang penting dalam hidupnya harus seperti ini.
Samson hanya melambaikan tangannya agar Cantika mendekat. Cantika duduk bersimpuh di depan ayahnya. Samson memegang tangan
"Aku tahu, jika secara hukum apapun aku tidak bisa menikahkan anakku. Namun, ini adalah mimpiku," ucapnya tersendat seraya menahan sakit yang teramat sangat.
"Aku ingin kau menikah dengan Cantika sekarang, dengan aku sebagai walinya," pinta Samson.
Emilio dan beberapa Polisi melihat hal itu dan ikut duduk di sekitar mereka. Hanafi sendiri tercengang mendengar permintaan Samson ini.
"Cepatlah jawab, waktuku tidak banyak."
Samson melihat ke arah Cantika yang menatap dirinya dengan ekspresi yang sulit untuk dibaca.
"Aku ... aku ...." Sepertinya Samson ingin menolaknya hanya saja dia tidak merasa enak hati untuk menolak permintaan seseorang di saat terakhir hidup hidupnya.
Hanafi menghela nafas panjang.
"Baiklah." Cantika menggelengkan kepala mendengarnya, tapi dia seperti tidak kuasa untuk mencegah semua yang akan terjadi. Entah kegelapan apa yang akan menimpanya nanti.
Samson tersenyum lega. Dia lalu menjabat tangan Hanafi erat.
"Dengan di saksikan semua orang di sini. Aku ingin menikahkan kau Hanafi Purba Bin Amin dengan putriku Cantika Maharani bin Samson Ferdi," ucapan Samson terhenti lagi ketika dia batuk darah lagi. Namun, dia tetap berusaha untuk menyelesaikannya.
"Dengan ...."
Hanafi lalu melihat ke arah jari kelingkingnya yang sebelah kiri. Memperlihatkan pada Samson.
"Cincin emas sebagai mas kawinnya." lanjut Samson.
"Saya terima nikah dan kawinnya Cantika Maharani bin Samson dengan cincin emas sebagai mas kawinnya," jawab Hanafi.
"Sahkan?" tanya Samson dengan tersenyum kepada semua orang yang melihat mereka.
Emilio lalu menjawab. "Sah" Diriingi dengan polisi yang lain.
"Aku tidak tahu pernikahan ini sah secara agama atau tidak, kau lakukan ini lagi di KUA bersama dengan Cantika."
"Can-ti-ka tugas Papah su ... dah sele ... sai, kini kau jadikan pria ini sebagai suamimu," ucap Samson untuk terakhir kalinya. Lalu terdengar suaranya mengorok dan kepalanya lunglai dengan kedua mata terpejam.
"Papah ... tidak ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Puja Kesuma
mafia yg di takuti akhirnya mati tragis hanya gara gara ira...dan alisha ikut jd korban jg
2023-06-17
0
Anggi Susanti
akir perjalanan seorang gembong mafia....hanafi jadi suami cantika.. kenapa bukan ira yg mati kalau samson kan mungkin sdh tobat
2023-06-06
1
Triiyyaazz Ajuach
ikut sedih dgn kondisi Cantika karna keegoisan mamanya kini dia kehilangan ayah dan putrinya kritis
2023-06-06
0