Hanafi terdiam. Memikirkan langkah apa yang harus dia lakukan. Sedangkan Kaisar, adik iparnya terus berjalan hilir mudik menghubungi anak buahnya. Sudah dua hari keberadaan Farida tidak diketahui. Padahal mereka sudah mencarinya hingga ke pelosok kota besar ini.
Terakhir, yang mereka tahu, Farida berada di kamarnya, menunggu sang suami pulang ke rumah. Namun, ketika Kaisar pulang dan mencarinya, wanita itu tidak ada di kamar dan rumahnya. Semua orang mencari keberadaannya dan mereka menebak bahwa Ira dan Cantika berada di balik layar kehilangan Farida.
Tuduhan itu diperkuat dengan menghilangnya satu keluarga itu dari muka bumi. Bahkan Polisi yang turut serta menyelidiki masalah ini menemukan banyak obat terlarang yang tersembunyi di rumah Samson. Walau sudah bukan rahasia lagi jika Samson memang mafia pengedar obat terlarang.
Hanya saja, Hanafi tidak habis pikir mengapa Samson mau melakukan hal gila yang akan membuat masalah untuknya. Mungkin dia melakukan ini karena rasa cintanya pada Ira, kekasihnya juga Cantika, putri yang paling dia sayangi. Mereka pasti memaksa Samson untuk mendukung perbuatan mereka. Memang tidak kapok dua wanita itu membuat masalah.
Hanafi hendak meminum kopi dalam cangkirnya, tapi sayang kopi itu telah habis. Total sudah ada enam cangkir yang ada di atas meja dan itu semua miliknya.
"Bagaimana? Apakah sudah ada petunjuk?" tanya Hanafi sambil menyesap rokoknya.
Kaisar menggelengkan kepala dengan lesu. Penampilan pria itu terlihat kacau, tidak seperti biasanya.
"Coba kau hubungi Cantika," saran Hanafi.
"Aku sudah menghubunginya dari kemarin, tapi nomernya tidak aktif." Kaisar menjatuhkan pantatnya di salah satu kursi terdekat. Tangannya memegang kepalanya.
"Coba berikan nomernya padaku," pinta Hanafi.
Kaisar lalu memberikan nomernya pada kakak iparnya. Setelah menyalin nomer itu, Hanafi menuju ke arah komputer miliknya. Entah apa yang dia cari di sana. Sebuah senyum terbit di bibirnya.
Dia lalu menghubungi seseorang lewat nomer yang tertera di komputer.
"Hallo, siapa ini?" tanya suara kecil dari balik telepon.
Kaisar yang mendengar suara itu langsung bangkit, ingin berbicara, tapi Hanafi melarangnya.
"Hallo, bidadari Ibu yang cantik. Ini Om, teman ibumu," ucap Hanafi. Dari awal dia melihat tanda love untuk nama yang tertera di kontak nomer Cantika sudah mengira jika ini adalah nomor putri Cantika, Alisha.
Dia telah membajak nomer Cantika untuk mengetahui nomer siapa saja yang dia simpan dan siapa saja yang sedang aktif. Peruntungannya sedang bagus sehingga menemukan nomer itu.
"Ehm, ini siapa ya?" tanya Alisha dengan suara kecil yang lirih, sepertinya dia takut ada yang tahu kalau ada yang menelponnya.
"Ini teman ibumu, dia dimana? Dan mengapa nomernya tidak aktif?" Hanafi berusaha mengorek keterangan dari Cantika
"Ibu sedang ada di luar bersama dengan Buyut dan Nenek," jawab Alisha.
"Buyut? Kau sedang di sana?" tanya Hanafi memancing.
"Oh, Om kenal Buyut? Ya, Kakek dan Nenek ku membawa kesini kemarin malam."
"Kau senang dong mudik ke rumah Buyut?"
"Tidak suka karena rumah kami ada di atas gunung dekat dengan hutan, seram, dan juga...," terang Alisha yang terputus ketika mendengar suara ibunya.
"Alisha, kau bicara dengan siapa?" tanya Cantika yang masih terdengar oleh semua yang ada di ruangan itu.
Kaisar yang mendengar pembicaraan itu langsung merebut handphone Hanafi. Hanafi hanya bisa pasrah melihat itu.
"Cantika ... katakan dimana Farida," serunya. Namun, panggilan terputus seketika.
"Sial!" murka Kaisar hendak membanting handphone itu ke lantai, tapi Hanafi langsung mengambilnya.
"Ini milikku!" ujarnya. Ini adalah handphone I phone keluaran terbaru dengan harga puluhan juta. Tidak mungkin dia biarkan Kaisar membantingnya ke lantai walau pria itu bisa memberikan yang baru untuknya. Hanya saja tentu akan berbeda jika itu dia dapatkan dari keringat hasil jerih payahnya sendiri.
Kaisar mengusap wajahnya yang putus asa.
"Bagaimana kita bisa mencarinya jika panggilan itu diputus. Tunggu, tadi Alisha mengatakan mereka ada di rumah Buyut. Buyut itu siapa?"
"Cek, identitas Samson lalu cari tahu apakah ayah dan ibunya masih hidup. Jika iya, dimana letak rumahnya?" perintah Hanafi.
"Kau benar," ucap Kaisar. "Itu yang ingin kulakukan juga."
Hanafi hanya menghela nafas panjang sambil memutar bola matanya malas. Setelah itu, dia sendiri yang bergerak ke depan komputer dan mulai mencari informasi.
Dia mantan mafia tentu tahu apa yang harus dilakukan. Tahu jalan pemikiran dari penjahat karena dulu dia bergelut di dunia itu lama.
Beberapa jam kemudian.
"Kita akan kemana Bu, malam-malam begini?" tanya Cantika takut. Mereka melewati lembah berbukit yang gelap. Sepanjang jalan yang mereka lalui, tidak nampak rumah atau kehidupan manusia lainnya. Ya mereka keluar dari desa rumah Mbah Supri berada menuju ke tempat rahasia, begitu yang ibunya katakan.
Udara dingin menusuk hingga ke tulang, mereka harus memakai pakaian tebal agar tidak mati kedinginan. Selain itu, pakaian tebal itu juga bisa melindungi diri dari nyamuk yang banyak berkeliaran di hutan.
Andaikan ibunya tidak melakukan hal gila dengan menculik Farida, mungkin mereka tidak akan mengalami kejadian seperti ini.
Ibunya tidak membenarkan hal itu, tapi dia yakin Farida disembunyikan oleh ibunya di satu tempat dan mereka sedang berjalan ke lokasi itu. Cantika berharap keadaan Farida baik-baik saja karena dia tahu, ibunya bisa melakukan hal apapun pada wanita itu.
Ibunya bisa menyiksa dan membunuh orang agar tujuannya bisa tercapai karena Cantika saksi mata ketika ibunya membunuh Sara, ibu dari Farida. Dia tidak mungkin menceritakan ini pada siapapun karena tidak ingin ibunya masuk penjara. Walau bagaimanapun, itu tidak sesuai dengan hati nuraninya terdalam.
"Nenek, kapan kita sampai?" tanya Alisha tidak sabar dan takut. "Aku mau pulang ke rumah Buyut saja. Di sini gelap dan menyeramkan," rutuk Alisha.
Ira menghentikan langkahnya. Melihat ke arah Alisha dengan tidak sabar. Jika bukan karena itu adalah cucunya, sudah dia tinggal sedari tadi di jalan. Anak ini sangat manja dan hanya bisa merengek saja.
"Kita harus melakukan ini gara-gara kau yang mau menerima panggilan orang asing. Padahal Nenek sudah bilang dari waktu kita berangkat jika Alisha dilarang menghubungi atau menerima panggilan siapapun.
"Ibu, takut, aku tidak suka ini. Aku ingin tidur di kasur empukku saja."
"Sayangnya, untuk sementara kau tidak bisa melakukannya. Kau lihat, kita sedang ada di mana?" ujar Cantika lemah lembut, mengusap air mata di pipi chubby Alisha. Matanya melihat ke sekeliling. Hutan lebat yang penuh risiko.
"Kenapa tidak bisa?" tangis Alisha semakin keras membuat dua orang itu panik. Takut jika ada binatang buas yang mendekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
kelakuan Ira nggak rubah"
2023-06-05
0
Anggi Susanti
orang kok cari sengsara enak² tidur dirumah kasur empuk ini malam2 malah kluyuran gk jelas hanya menghidar dari kejaran orang coba ira gk bikin masalh kan enak dirumah
2023-06-05
0