Marien sedang membongkar isi lemarinya karena dia sedang mencari gaun yang bisa dia gunakan nanti untuk menghadiri acara makan malam di rumah ayahnya. Dia tidak boleh terlihat memalukan sehingga semakin membuat William malu. Marien sangat ingat jika dia memiliki beberapa gaun yang pernah dia kenakan dulu oleh sebab itu dia ingin lihat apakah gaun itu masih bisa dia kenakan atau tidak.
William berada di kamar mandi, dengan urusannya. Kesempatan itu tentu digunakan oleh Marien untuk mencari gaun karena jika tidak ada yang bagus maka dia berniat membelinya sambil mencari pekerjaan. Semua isi lemari sudah berantakan, William melihatnya dengan tatapan heran setelah keluar dari kamar mandi. Marien bahkan melempar pakaiannya ke belakang tanpa tahu jika William sudah berada di belakang sehingga baju yang dia lempar jatuh dan menutupi wajah William.
"Apa yang kau lakukan, Marien?"
"Oh astaga, kau mengejutkan aku!" Marien berbalik sambil memegangi dadanya.
"Apa yang kau lakukan, kenapa kau membongkar semua isi lemari bajumu?" William menyingkirkan baju Marien yang menutupi wajahnya.
"Maaf," Marien mendekati William dengan terburu-buru untuk mengambil bajunya.
"Kenapa? Apa semua bajumu sudah tidak muat?" tanya William lagi.
"Bukan begitu, William. Aku sedang mencari gaun yang bisa aku gunakan nanti. Jangan sampai aku mempermalukan dirimu karena penampilanku."
"Apa kau sudah menemukan gaunnya?" William meraih tangan Marien, wanita itu tersenyum dan menggangguk.
"Gaunnya sudah tidak begitu bagus, aku rasa aku harus pergi membelinya nanti siang selagi ada waktu!"
"Apa kau tidak mau meminta pada suamimu ini, Marien?" William menarik tangan Marien hingga Marien melangkah mendekatinya dengan perlahan. Marien menatapnya dengan tatapan heran, apa yang hendak William lakukan dan apa maksudnya?
"Apa kau tidak mau meminta padaku?" tanya William lagi.
"Meminta?" dia rasa dia tahu apa maksud dari perkataan William.
"Yes, mintalah padaku. Aku ingin berguna sebagai suamimu!"
"Baiklah," Marien duduk di atas pangkuan William tanpa ragu, tentunya William sedikit terkejut dengan apa yang Marien lakukan tapi wajahnya tetap menunjukkan ekspresi sama, diam dan terlihat dingin.
"Suamiku yang tampan," Marien mengusap wajah William, pria itu masih menunjukkan ekspresi yang sama, "Gaunku sudah tidak bagus. Apa kau mau membelikannya untukku?" pinta Marien.
Mendengar permintaan Marien, senyuman menghiasi wajah William. Telapak tangan Marien yang ada di pipinya di genggam lalu kecupannya mendarat di sana. Marien jadi canggung, dia bahkan baru menyadari tindakannya yang sangat berani karena dia baru menyadari jika dia berada di atas pangkuan William.
"Ma-Maafkan atas kelancanganku!" Marien hendak beranjak dari atas pangkuan William namun kedua tangan William sudah berada di pinggangnya dan memeluknya.
"Aku tidak keberatan, Marien. Aku sangat senang kau melakukan hal ini tanpa perlu aku minta!"
"Hei, kau yang menyuruh aku untuk meminta!"
"Kau benar, aku akan membelikan gaun yang kau inginkan jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu."
"Benarkah? Bagaimana kau bisa tahu ukuranku?" tanya Marien.
William memandanginya sambil memainkan jari di dagu. Apa yang Marien katakan sangat benar, dia tidak pandai mencari pakaian wanita apalagi dia memang tidak tahu berapa ukuran pakaian yang Marien kenakan.
"Kita bertemu lagi di restoran kemarin dan setelah itu kita pergi membelinya bersama. Bagaimana?"
"Boleh juga, apakah boleh aku yang traktir?"
"Kenapa? Aku suamimu jadi sudah seharusnya aku yang membayar!"
"Bukan begitu, aku tidak bisa membiarkan kau saja yang mengeluarkan uang. Aku juga harus agar adil."
"Baiklah, lain kali kau yang bayar tapi untuk nanti, aku yang akan bayar!"
"Jika memang itu maumu, aku tidak akan menolak tapi apakah aku boleh berdiri sekarang? Jangan sampai kedua kakimu jadi semakin tidak bisa sembuh gara-gara aku!"
"Kedua kakiku memang sudah tidak sembuh lagi!"
"Jangan putus asa seperti itu, sudah aku katakan pasti akan ada keajaiban untuk kedua kakimu!" Marien sudah beranjak dari atas pangkuan William, sepertinya dia sudah sedikit gila karena sudah begitu berani duduk di atas pangkuan William.
Marien memungut pakaian yang ada di atas lantai, jujur saja dia malu dengan apa yang baru saja dia lakukan, wajah Marien bahkan memerah karena dia malu. Semoga saja William tidak melihatnya.
"Mau pergi ke mana kau hari ini, Marien?" tanya William.
"Seperti biasa, mencari pekerjaan!"
"Bagaimana jika kau di rumah saja, aku yang akan mencarikan pekerjaan untukmu!"
"Tidak perlu, William. Aku sangat berterima kasih tapi aku tidak mau merepotkan. Aku sudah mengirimkan ke beberapa perusahaan besar, semoga saja ada yang mau menerima aku. Mungkin saja masih ada perusahaan yang tidak bisa ditundukkan oleh Alexa dan calon suaminya."
"Baiklah, aku akan mendukungmu."
Marien tersenyum, perkataan yang sering dia ucapkan kini diucapkan oleh William. Tapi mereka memang harus saling mendukung agar mereka berdua bisa bangkit bersama demi tujuan mereka berdua. Barang-Barang yang berantakan sudah dibereskan, Marien bergegas keluar saat ada yang mengetuk pintu.
Steve sudah datang menjemput William, Marien menatapnya dengan tatapan heran namun dia tidak bertanya karena dia ingat dengan perkataan William. Sepertinya pria itu adalah sahabat yang membantu William selama ini. William pamit pergi terlebih dahulu, dia meminta Marien untuk tidak lupa dengan janji mereka yang akan bertemu nanti siang.
Marien pun pergi setelah William pergi tidak lama. Dia siap memulai harinya, mencari pekerjaan tapi seperti yang sudah-sudah, tidak ada yang menerima dirinya meski dia sudah mencari di restoran, cafe dan beberapa toko lainnya. Dia sudah seperti buronan yang tidak disukai oleh orang lain. Alexa benar-benar sudah sangat keterlaluan tapi dia tidak akan memperlihatkan rasa putus asanya nanti agar tidak ditertawakan oleh Alexa.
Lagi-Lagi hari yang berat, Marien datang ke restoran terlebih dahulu. William bahkan terkejut mendapati dirinya sudah menunggu. Marien berusaha tersenyum ketika melihat William, dia tidak mau William tahu jika dia sedang sedih karena belum mendapatkan pekerjaan.
"Apa kau sudah lama menunggu?" tanya William.
"Tidak, aku baru saja datang!" dusta Marian.
"Baiklah, maaf jika aku terlalu lama."
"Tidak apa-apa, mana sahabatmu? Apa hanya kau sendirian?"
"Yeah, Steve pergi setelah dia mengantar aku!"
"Kau masih beruntung memiliki sahabat yang baik padamu," ucap Marien.
"Kenapa? Apa kau tidak memiliki sahabat?"
"Tentu saja ada tapi jangan mencari sahabatmu saat keadaanmu sedang jatuh karena mereka tidak akan menolongmu bahkan kau hanya akan menjadi bahan tertawaan saja. Mereka pasti takut kau mempersulit dirinya jadi aku tidak mau mencari mereka dan meminta bantuan mereka."
"Tidak semua seperti iti, Marien!"
"Yang kau katakan sangat benar tapi aku lebih suka cari aman. Jangan sampai ada yang meninggalkan bahkan menghina aku, itu akan membuat Alexa semakin senang. Lebih baik diam saja tanpa perlu ada yang tahu meskipun itu sahabat baik karena uang tidak mengenal saudara!"
"Baiklah, apa selama ini kau tidak memiliki kekasih?"
"Tiba-Tiba kau jadi seperti wartawan?"
"Aku hanya mewawancarai istriku secara exclusive, apa salah?"
"Tidak, tapi aku rasa kita harus segera memesan makanan!"
"Kau benar, wawancara dilanjutkan nanti malam!"
Marien tersenyum, seperti yang biasa dia lakukan, Marien mengusap lengan William. Itu seperti sentuhan penyemangat yang dia berikan untuk William. Perhatian yang dia berikan pun bukan tipuan, William tahu itu.
Mereka makan sambil berbincang, saling menanyakan bagaimana hari yang dilewati dan jawaban mereka tetap sama, hari mereka cukup berat.
Setelah makan, mereka pergi mencari gaun yang akan Marien kenakan saat makan malam dengan keluarganya nanti. Sebuah gaun indah dan mahal sudah melekat di tubuh Marien, William terkejut melihat penampilan Marien namun setelah keterkejutannya, William tampak kagum dan terpesona dengan penampilan istrinya yang luar biasa. Ternyata dia tidak salah menerima tawaran dari Marien.
"Bagaimana?" Marien bertanya sambil memutar tubuhnya sedikit ke kanan lalu ke kiri.
"Sempurna!" jawab William.
"Tapi ini mahal, aku cari yang lain saja!"
"Jangan dipikirkan, itu hadiah untukmu!"
"Tapi kau harus berhemat, William. Jangan menyia-nyiakan uang untuk sebuah gaun," ucap Marien.
"Tenang saja, satu juta dolar yang aku dapatkan masih utuh. Lagi pula aku memanjakan istriku, apa salahnya?"
"Kau benar, aku jadi tidak sabar kau jadi pria sukses sebelum kita berpisah."
"Kenapa?" William menatapnya dengan tajam.
"Agar kau bisa memanjakan aku lagi," setelah berkata demikian, Marien melangkah pergi untuk berganti pakaian. William menatap kepergiannya dengan sebuah pikiran, apakah dia harus memanjakan Marien seperti dia memanjakan Fiona dulu? Sebaiknya tidak, jangan mengulangi kesalahan yang sama. Dia hanya William, dia tidak boleh melupakan itu.
Marien sudah kembali, gaun sudah didapatkan dan buah tangan pun sudah dia siapkan. Meski dia memutuskan tidak akan membawa nama besar ayah dan ibunya tapi bukan berarti dia akan membiarkan siapa pun menyakiti Marien dan malam ini, dia ingin lihat siapa yang berani menghina Marien karena jika ada, maka orang itu akan menjadi musuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Priskha
bikin penasaran thor.....lanjut....
2024-02-13
0
Aidah Djafar
moga William cepet bisa jalan lagi 🤔 ya mujizat seperti yg di katakan Marien🤔
2023-12-09
0
Sarini Sadjam
semoga merien ha marah karna merasa di bohongin sementara dia udah jujur
2023-10-07
6