Marien terkejut saat terbangun mendapati dirinya sedang memeluk William. Pembatas yang dia buat sendiri dilanggar oleh dirinya sendiri pula karena pembatas itu ada di bawah kaki mereka berdua. Marien tampak canggung lalu menyingkirkan tangannya dengan perlahan, dia melakukan dengan sepelan mungkin agar tidak membangunkan William namun William terbangun akibat pergerakan yang dia lakukan.
Marien terkejut, buru-buru kembali menutup kedua matanya dan berpura-pura tidur. Bodohnya, kenapa dia tidak menyingkir saja? Kenapa dia harus pura-pura tidur seperti itu? Sekarang jantungnya jadi berdegup karena William memainkan tangannya di wajahnya. Marien jadi takut untuk membuka kedua matanya. Dia jadi merasa bodoh karena perbuatannya sendiri.
William memandangi wajah Marien cukup lama, ini kali pertama dia memperhatikannya seperti itu. Ternyata Marien tak kalah cantik dari pada Fiona bahkan dia merasa Marien lebih cantik dari pada Fiona yang memakai make up berlebihan. Sepertinya tak ada salahnya memperhatikan untuk beberapa saat oleh sebab itu William masih tak melepaskan pandangannya dari wajah Marien. Tatapannya jatuh pada kelopak mata, pipi Marien lalu tatapan matanya berakhir pada bibir Marien. Mendadak William menelan ludah apalagi jarinya sudah berada di atas bibir Marien dan bermain di sana.
Marien terkejut, buru-buru membuka kedua matanya karena dia takut William melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Kedua mata Marien melotot saat memandangi William. Pria itu tersenyum, dia tahu Marien hanya pura-pura tidur saja.
"Aku kira kau akan tetap berpura-pura tidur sampai aku pergi!" ucap William.
"Hm, ma... maaf!" Marien menyingkirkan tangan yang melingkar di tubuh William namun William segera menahannya.
"Tidak apa-apa, Marien. Aku tidak keberatan!" William meletakkan tangannya di atas lengan Marien agar Marien tidak bisa menyingkirkan tangannya.
"Maaf, aku melewati batasnya!" ucap Marien.
"Kau yang menaruh pembatas itu, bukan aku. Apa kau begitu tidak mau dekat denganku karena kau jijik pada pria cacat seperti aku ini?"
"Tidak, kenapa kau berkata demikian?" Marien memandanginya kembali. Dia tidak merasa jijik sama sekali, dia hanya membuat pembatas agar mereka tidak terlalu dekat seperti apa yang terjadi pada mereka pagi ini.
"Baiklah, sekarang katakan padaku. Apa yang terjadi padamu?"
"Maksudmu?" Marien justru balik bertanya.
"Aku mendengar kau berteriak semalam, ada apa? Dengan siapa kau berbicara?"
"Oh," Marien menghela napas sejenak, "Tidak ada, aku hanya bertengkar dengan ayahku saja," dia rasa William tidak perlu tahu karena itu tidaklah penting. Dia tidak mau William jadi terganggu hanya karena perseteruannya dengan kakaknya yang licik itu.
"Kenapa? Pasti ada alasannya, bukan?"
"Bukan hal yang serius, tidak perlu dipikirkan," ucap Marien.
"Kau serius?"
"Yes, aku harus segera menyiapkan sarapan. Apa kau mau pergi ke kamar mandi?"
"Tidak!" William menggeleng, sepertinya Marien menyembunyikan sesuatu dan tidak mau dia mengetahuinya. Apakah dia harus mencari tahu tapi bagaimana jika Marien tidak suka dia terlibat dalam permasalahannya?
Marien sudah turun dari atas ranjang, dia pergi ke kamar mandi terlebih dahulu sebelum keluar dari kamar. William memperhatikan kepergiannya sambil menarik kedua kakinya karena dia ingin duduk. Marien jelas-jelas menunjukkan jika dia sedang membentengi dirinya agar mereka tidak terlalu dekat. Tidak jadi soal, mereka memang tidak boleh terlalu dekat.
Sebaiknya mereka seperti biasanya, layaknya sahabat tanpa perlu semakin dekat. Lagi pula selama ini mereka berdua bisa menjalani hari mereka sambil saling menyemangati jadi saling menjaga privasi memang harus dilakukan.
Marien kembali ke dalam kamar, setelah membuat sarapan. Seperti biasa, dia membantu William mandi terlebih dahulu. Sekarang dia sudah terbiasa melihat tubuh William. Selama dia tidak menyentuh belalai gajah milik William, maka masih aman-aman saja.
Pagi seperti biasa mereka lalui, Marien pergi terlebih dahulu. Dia tidak menaruh curiga karena dia pikir William belum memiliki kesibukan. Marien pun bekerja seperti biasanya tanpa tahu sudah ada kejutan yang menanti dirinya. Marien bahkan bekerja seperti biasanya namun setelah makan siang selesai, dia dipanggil oleh atasannya yang memintanya untuk menghadap. Marien pun masih tidak curiga tapi ketika surat pemecatannya berada di atas meja, Marien tampak terlihat tidak mengerti dengan surat yang mendadak dia dapatkan itu.
"Apa maksudnya ini, Sir?" tanya Marien pada bosnya yang yang sudah sedikit tua. Dia tidak menduga akan dipecat padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun dalam berkerja.
"Kau dipecat, apa kau tidak bisa melihatnya?" bosnya terlihat cuek, melihat ke arah Marien saja tidak dia lakukan.
"Aku tahu itu surat pemecatan tapi kesalahan apa yang telah aku lakukan?" Marien kembali bertanya.
"Tidak perlu bertanya, kau dipecat berarti kau dipecat jadi segera bereskan barang-barangmu dan jangan kembali lagi!" ucap Bosnya.
"Kenapa harus begitu? Kau pasti memiliki alasan memecat aku jadi aku harus tahu kenapa kau tiba-tiba memecat aku. Apa aku telah membuat kesalahan yang merugikan perusahaan ini sehingga kau memecat aku ataukah ada kesalahan yang aku lakukan dalam pekerjaan yang aku kerjakan selama ini?" Marien sungguh tidak terima namun dia memiliki firasat jika semua itu ulah Alexa.
"Kau sudah tidak diperlukan lagi di perusahaan ini jadi tidak boleh banyak bertanya dan pergi!" usir bosnya.
"Aku tidak percaya hanya karena alasan itu. Pasti ada seseorang yang memintamu untuk memecat aku, bukan?" tanya Marien yang tidak terima dia dipecat akibat alasan yang tidak masuk akal. Dia sudah bekerja di perusahaan itu selama beberapa tahu, tidak mungkin dia dipecat hanya karena tidak dibutuhkan. Jika memang dia sudah tidak dibutuhkan lalu bagaimana dengan yang lainnya?
"Jangan lancang, Marien. Aku yang memecatmu secara langsung, itu sudah jelas jadi kau tidak memiliki hak untuk membantah bahkan kau tidak berhak bertanya apa alasannya karena perusahaan ini milikku. Sebaiknya jaga sikapmu dan segera keluar dari ruangan ini jika tidak maka aku akan memerintahkan orang untuk menarikmu keluar hingga kau dipermalukan!" ancam bosnya.
"Sebagai seorang atasan kau sungguh tidak profesional!" Marien menyambar surat pemecatan dirinya, "Aku sudah bekerja di sini cukup lama tapi kau memecat aku dengan alasan yang sangat konyol. Kau atasan yang aku hormati selama ini tapi sekarang rasa hormat ku sudah tidak ada lagi padamu karena aku yakin, seseorang telah meminta dirimu untuk memecat aku!" ucap Marien dengan emosi meluap di hati. Sungguh kejutan yang tidak terduga untuknya. Dia tidak menduga Alexa melakukan sejauh itu.
Bosnya hanya diam, memang yang dikatakan oleh Marien sangat benar tapi dia lebih rela kehilangan seorang pegawai dari pada kehilangan kerja sama menggiurkan yang tentunya di tawarkan oleh Zack Erson. Marien keluar dari ruangan itu sambil menahan amarah. Perusahaan yang bisa disogok, dia pun tidak akan berada di perusahaan itu terlalu lama tapi dia tidak terima dipecat begitu saja dan dia tidak akan membiarkan pelakunya tertawa di atas kejadian yang menimpa dirinya.
Setelah Marien keluar dari ruangan, bosnya menghubungi Alexa untuk memberitahu Alexa jika dia sudah melakukan apa yang Alexa inginkan. Tentunya kabar itu membuat Alexa tertawa. Dia benar-benar sangat puas, sekarang Marien benar-benar akan menjadi pecundang seperti suaminya yang pecundang. Mereka berdua sangat cocok, dia sudah tidak sabar melihat Marien pulang lalu merengek pada ayah mereka untuk meminta bantuan dan memang, Marien sedang di dalam perjalanan pulang saat itu untuk memberinya pelajaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Fi Fin
ada ya saudara sejahat itu
2024-05-19
0
Aidah Djafar
dasar kutu kupret Alexa 🤦😠 dia yg pecundang ngatain orang pecundang 🤦😠 mulut pedes kek cabe level 10 hadeeeh 🤦😠🤣
2023-12-08
3
yanti
bahaya klo khilaf nyentuh🤭
2023-12-04
0