"Mau saya antar?"
Sebuah tawaran meluncur dari bibir Raka. Di saat bersamaan, angin bertiup kencang seakan menerpa dua pasangan yang berdiri di sana dengan salah satunya hanya mengenakan kemeja putih dan rok pendek sedikit di atas lutut. Tentulah dinginnya malam, berpadu dengan hujan yang turun begitu derasnya memberikan sensasi dingin.
"Tidak usah, Mr. Raka ... saya akan menunggu sebentar lagi, siapa tahu hujannya sudah reda," balas Dista.
Untuk Dista sendiri, dia merasa berpikiran negatif usai Mr. Raka mengajaknya Staycation bersama. Tak ayal pria tampan dengan setelan jas di sampingnya itu hanya sebagai pria yang memiliki kehidupan bebas. Hanya dicover dengan karakter tenang, cool, dan pendiam. Namun, berbagai pikiran buruk sudah hinggap di dalam otak Adista sekarang.
"Kalau hujannya sederas ini, bisa saja hujannya turun sampai pagi," balas Raka dengan pandangan lurus ke depan, tak menatap Adista sama sekali.
Adista menghela napas panjang. Memang hujan malam itu sangat deras. Belum dengan perjalanan menuju ke rumahnya yang cukup jauh. Gadis itu seketika menjadi dilema. Kalau memang dia menaiki sepeda motornya, Dista akan tetap menerobos hujan dengan mantel yang selalu tersedia di jok motornya. Akan tetapi, sekarang menerobos hujan untuk sampai di halte bus saja rasanya sudah membuat badan basah kuyub.
"Mr. Raka kalau mau pulang, silakan duluan saja. Saya menunggu sebentar lagi," kata Dista sekarang.
"Saya menunggu di sini dulu. Atau mau saya bukakan satu kamar di sini untukmu," kata Raka.
Baru saja Adista berpikir yang tidak-tidak, sekarang Bossnya itu sudah menawarkan membukakan satu kamar untuknya di hotel itu. Fixed, sekarang Adista sangat tahu bagaimana karakter Bossnya itu. Seorang pemuda kaya raya yang terbiasa hidup bebas di luar negeri, dan mungkin sudah jadi kebiasaan Raka membukakan kamar untuk wanita.
"Kalau Mr. Raka berbicara yang tidak-tidak, sebaiknya Mr. Raka pulang saja. Mister kira karena saya hanya pegawai kontrak, saya boleh dilecehkan seenaknya. Mr. Raka salah," balas Adista.
Tidak marah atau menunjukkan wajah penuh ketegangan, tapi Mr. Raka justru tersenyum tipis. Dia hanya menawarkan tidak serta-merta mengajak Adista melakukan sesuatu di dalam kamar. Akan tetapi, Adista sudah berpikiran yang aneh-aneh.
"Ya sudah, kalau menolak, ayo saya antar pulang," balas Mr. Raka.
Usai mengatakan demikian Mr. Raka melirik sejenak kepada Adista. "Ikuti saya ambil mobil," katanya.
"Tidak," balas Adista.
"Terserah kamu," balas Mr. Raka.
Akhirnya, pemuda itu berjalan sendiri mengambil mobilnya. Tampak Raka mulai membawa mobilnya keluar tepat di depan lobby hotel, di mana Adista masih berdiri di sana.
"Ayo," kata Mr. Raka dengan membuka satu jendela mobilnya.
Akan tetapi, Adista masih berdiri dengan tangan bersidekap di depan dada. Dia memilih abai. Tidak akan mau diantar Bossnya yang mesum itu.
Rupanya Mr. Raka tak kehilangan akal. Dia benar-benar menunggu, sesekali dia menginjak pedal hingga suara mobilnya berbunyi.
Brum ... Brum ....
Hampir lima menit, hal itu terjadi, akhirnya Dista yang jengah berjalan ke arah mobil mewah Bossnya itu. Saat tangan Adista hendak membuka pintu belakang, Mr. Raka berkata supaya Dista duduk di depan.
"Di depan, saya bukan driver kamu," kata Mr. Raka.
Semakin jengah, akhirnya Adista membuka pintu depan dan duduk di kursi mobil yang sangat nyaman itu. Tidak hanya itu ada aroma yang sangat segar ketika memasuki mobil mewah Bossnya, pun dengan AC di dalam mobil yang terasa dingin.
"Ke arah mana?" tanya Mr. Raka kepada Adista.
"Rumah saya jauh," balas Adista.
Mr. Raka memberikan handphonenya dan map digital di aplikasi handphone sudah dia buka. "Masukkan alamat kamu ke sini," kata Mr. Raka.
Adista enggan memasukkan alamatnya, walau sebenarnya pemakaian map digital memang untuk mengetahui rute untuk sampai ke sana. Namun, karena tangan Bossnya masih mengulurkan handphone, mau tak mau Adista menerima handphone itu dan memasukkan alamat rumahnya ke handphone itu.
"Utan Kayu?" tanya Mr. Raka.
Adista menganggukkan kepalanya. "Iya, jauh dari sini," balas Adista.
Mr. Raka menganggukkan kepalanya. "No problem," jawabnya.
Pemuda tampan itu mulai melajukan mobilnya menerobos hujan dan jalanan Ibukota. Berkendara di kala hujan tidak mudah, beberapa ruas jalan tergenang air. Selain itu, tak jarang di beberapa arah juga macet. Akan tetapi, Raka tampak tenang.
Sembari mengemudikan mobil, dia melirik Adista yang memalingkan wajahnya ke arah jendela. Sesekali melirik saja, karena praktis tak ada perbincangan keduanya. Hingga sebelum lampu lalu lintas jalanan macet, sehingga mobil Mr. Raka juga mengikuti mobil yang di depannya. Kalau bisa bergerak, hanya beberapa langkah saja rasanya.
"Macet," kata Mr. Raka.
"Arah di sini memang macet," jawab Adista.
Sungguh, Adista merasa tak nyaman. Jika macet seperti ini, justru terjebak semakin lama dengan Bossnya itu. Namun, bagaimana lagi di kala hujan jalanan di Ibukota memang sering macet.
Di saat macet itu handphone Mr. Raka berbunyi dan ada panggilan yang masuk. Maka, Raka pun menerima panggilan itu dulu.
"Iya, agak telat yah datangnya," sahut Raka.
"Ya sudah, ditunggu jangan terlalu malam."
"Hm, iya. Usai itu Raka datang."
"I Love U."
"I Love U Too."
Mendengar suara telepon yang masuk itu saja dan juga diakhiri dengan ucapan i love u, membuat Adista bergidik ngeri. Pastilah itu dari koleksi wanita Bossnya.
"Dasar Buaya, mengobrol kata cinta semudah itu," cibir Adista dalam hati.
Yang Dista rasakan pastilah Bossnya itu sosok predator mematikan. Hanya tampilan saja yang tenang. Adista merasa sangat kesal dengan pria seperti Bossnya itu.
Hingga lebih dari lima belas menit, ada polisi lalu lintas yang mengurai kemacetan hingga mobil Raka bisa berjalan. Tidak berselang lama, Raka sudah berhasil mengantarkan Dista hingga ke rumahnya.
"Itu Pak, rumah warna putih, Pak. Di sini saja," balas Adista.
Akan tetapi, hujan masih begitu deras kemudian Mr. Raka memberikan payung miliknya. "Bawa ini, hujannya masih lebat."
"Tidak usah, Mr. Raka. Yang ada justru saya berhutang budi banyak nanti," balas Adista.
"Saya cuma menolong. Bawa saja," balas Mr. Raka.
Mr. Raka pun menyerahkan payungnya kepada Adista. Kemudian Adista menerima payung itu, dan berpamitan dengan Bossnya.
"Makasih Mr. Raka. Besok payungnya akan saya kembalikan," jawab Adista.
"Bawa saja," balas Mr. Raka.
Usai itu, Adista segera keluar dari mobil mewah Bossnya. Adista memilih melangkah ke depan dan tidak lagi menoleh ke belakang. Sementara Mr. Raka belum mengemudikan lagi mobilnya, dia masih melihat ke mana Adista berjalan. Benarkah rumah dengan cat putih itu adalah rumah Adista, atau memang hanya sekadar alibi semata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sAbar
2023-07-15
0
Defi
Apa pun itu yang dilakukan Raka tetap saja negatif ya mikirnya Dista 😁
2023-06-05
0
achilla 82
hahaa,,,,,ngapain mikirin siapa yg telp, biar saja, klo ga krn pngin dipikirin jg, hehee,,,raka,,
2023-06-05
0