Saat malam, tepat ketika Sadam sudah tidur, Erine pergi ke rumah sakit. Dia akan bermalam di sana karena ingin menemani sang ayah.
"Erine! Kita perlu bicara!" seru Haris.
Langkah Erine sontak terhenti. Padahal dia sudah dekat dengan pintu. Gadis itu terpaksa berbalik arah dan menghampiri Haris.
"Ada apa?" tanya Erine.
"Ada apa kau bilang? Jelas-jelas hari ini kau sudah membuat masalah!" timpal Haris dengan dahi yang berkerut dalam.
"Apa maksudmu? Aku berhasil meyakinkan Sadam. Dia percaya padaku. Tidak ada masalah yang terjadi." Erine membantah.
"Ck! Kau saja yang tidak tahu kalau dia mencurigaimu. Itu semua karena kau tak bisa memasak risotto. Kalau tidak bisa, harusnya kau tidak perlu menawarkan untuk membuatkan makanan!"
"Berhenti memarahiku! Harusnya aku yang marah di sini! Apa kau tahu hari ini Sadam hampir menciumku? Tidak bukan? Itu nyaris saja terjadi. Aku tak bisa melakukannya karena bukan istri Sadam. Selain itu, aku juga punya harga diri!" Erine bicara sambil menepuk dadanya dua kali.
"Apa? Sadam menciummu?" Haris tampak terkejut.
"Ya. Apa kau tak pernah berpikir nanti bisa saja Sadam menginginkan sentuhan lebih dari ciuman," ujar Erine yang merasa gundah.
Haris seketika terdiam. Ia duduk ke sofa sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Kau sebaiknya temukan pendonor jantung untuk Sadam secepat mungkin. Aku tak bisa berlama-lama menjadi Aylin!" cetus Erine.
"Aku tahu. Sekarang aku masih berusaha menemukan pendonor jantung itu. Bersabarlah..." tanggap Haris.
Erine ikut duduk ke sofa. Dia menatap nanar Haris. Dirinya tahu Haris pasti juga kesulitan sekarang.
"Maafkan aku..." ungkap Erine.
"Ya, aku juga minta maaf sudah mengomelimu. Kau bisa pergi sekarang. Wirya pasti sudah menunggu," ujar Haris.
Erine lantas berdiri. Ia melangkah menuju pintu dengan dengusan kasar.
"Erine!" panggil Haris. Mengharuskan langkah Erine terhenti. Gadis itu segera menoleh.
"Aku akan mencari cara agar harga dirimu tetap terjaga," ucap Haris.
"Terima kasih..." sahut Erine sembari tersenyum. Dia segera menghilang ditelan pintu.
Erine berada di rumah sakit selama semalaman. Dia memang sudah menyusun jadwal sedemikian rupa. Jika siang Erine menemani Sadam, maka malamnya dirinya akan bersama Drajat.
Kini Erine tertidur di samping Drajat. Ia terbangun saat sang ayah membangunkan.
Erine mengerjapkan mata. Wajah ayahnya yang pucat menyapa dengan senyuman.
"Sudah pagi. Kau harus menemui Sadam bukan?" tanya Drajat.
"Iya, Ayah." Erine tersenyum. Setelah mencuci muka, dia pergi ke rumah Sadam.
Sesampainya di rumah Sadam, Erine langsung pergi ke dapur. Dia berniat membuat sarapan. Akan tetapi pembantu sudah menyiapkan semuanya. Erine otomatis memilih ke kamar untuk membersihkan diri sekaligus mengajak Sadam sarapan.
Ketika sudah di kamar, Erine melihat Sadam masih tertidur. Buru-buru dia pergi ke kamar mandi.
Erine melepas seluruh pakaian. Lalu menyalakan shower. Dia memejamkan mata saat air menyentuh semua permukaan kulitnya.
Tanpa diduga, pintu kamar mandi terbuka. Erine kaget setengah mati. Dia langsung menoleh ke arah pintu. Erine juga reflek mematikan shower.
"Sayang?" orang yang membuka pintu kamar mandi ternyata Sadam. Dia masuk begitu saja dan mendatangi tempat shower. Sadam benar-benar sudah lihai menggunakan tongkatnya. Dia berjalan cukup cepat sampai membuat Erine tak sempat berlari mengambil handuk.
Erine mematung. Matanya membulat sambil menutupi tubuhnya yang polos dengan dua tangan. Ia menghimpitkan tubuh ke dinding. Berusaha menjauh dari Sadam sejauh mungkin. Erine terpaksa diam di tempat karena lokasi handuk dan pakaiannya berada di dekat pintu.
"Aylin? Itu kau kan?" tanya Sadam. Ia mengulurkan tangannya ke arah Erine.
"Sadaaaam!!!" Erine memekik karena tangan Sadam hampir menyentuh tubuhnya. Mendengar Erine berteriak, Sadam justru tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Eti Alifa
knp yg deg deg an q😁
2024-08-09
0