Darah mulai memenuhi seisi lantai. Ruangan yang tadinya berwarna putih bersih, kini menjelma bagai tempat pemotongan hewan.
Yuan perlahan melangkahkan kakinya yang mulai basah karena darah korbannya. Alat sensor di pintu ruangan pun mendeteksi kondisi kedua bocah yang tinggal satu anak yang berhasil selamat sebelum waktu habis.
Dengan otomatis pintupun terbuka. Yuan disambut seorang prajurit dan ratusan anak anak yang menggeliat ketakutan melihat tubuhnya penuh darah.
“mulai sekarang, pisau itu adalah nyawamu dan tiket menuju pelatihan selanjutnya. Kehilangan pisau, berarti kehilangan nyawa” jelas seorang prajurit
Akhirnya, Yuan yang dianggap berhasil pun langsung dibawa ke sel pribadinya dengan rantai yang dan tangan yang masih bernoda darah.
Dalam perjalanannya melewati anak anak yang lain, Yuan mengingat kembali janjinya kepada Carlla untuk tidak membunuh dan menggunakan kemampuannya untuk menolong dan menjaga. Akan tetapi, dia merasa bahwa apa yang dia lakukan untuk saat ini adalah pilihan terbaik. Karena dia masih memiliki dendam pada Vergus.
Dia berjanji kepada dirinya untuk membunuh Vergus dan mengakhiri hidupnya suatu hari nanti sebagai balasan apa yang sudah dia lakukan kepada anak anak yang lain.
Lamunan Yuan hancur seketika begitu menyadari Malla berada tak jauh darinya dan menatapnya dengan rasa ketakutan yang amat sangat mendalam.
Dengan cepat Yuan meraih tangan Malla dan mengajaknya pergi dari ruangan neraka ini. Para prajurit yang menyadari itupun langsung memukuli Yuan dengan gagang senjata mereka. Akan tetapi, genggaman tangan Yuan begitu erat dan tidak mau lepas.
Malla yang merasa bingung sekaligus ketakutan, berusaha melepaskan diri dari Yuan. Dai menyangka bahwa Yuan begitu membencinya sebagaimana cara dan perilaku menggila yang saat ini Yuan perlihatkan.
Merasa susah untuk ditaklukkan, akhirnya para prajurit menembak Yuan dengan senapan listrik yang membuat tubuh kecil Yuan mengejang hebat dan akhirnya tersungkur di lantai.
Malla yang masih dalam posisi tangannya di genggam pun juga merasakan hal yang sama. Tubuh mungilnya merasakan kejutan listrik yang sangat menyakitkan hingga dia pun tersungkur di lantai yang sama tepat di samping Yuan. Mereka dalam kondisi saling menggenggam dan menatap satu sama lain.
Dari bibir Yuan tampak sedikit berucap dengan lirih menyebut nama “Carlla” kepada Malla.
Setelah Yuan di seret dan bawa pergi oleh beberapa prajurit, salah seorang prajurit memeriksa kondisi malla yang tampak mulai bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
“bangkit! Giliranmu sudah tiba” ucap seorang prajurit kepada Malla
Merasa Malla masih dalam kondisi belum pulih sepenuhnya, prajurit tersebut langsung menarik rambut dan menyeretnya menuju ruangan seperti halnya yang lain.
Satu lemparan kecil seorang prajurit, dengan mudah melempar tubuh kecil Malla hingga tersungkur sejauh beberapa meter.
Malla yang mulai bisa merasakan otot kaki dan tangannya, mencoba berdiri dengan sekuat tenaga. Tubuhnya yang serasa masih kesemutan di sandarkan ke dinding. Dia merasakan ada bercak air di dinding yang ternyata baru dia sadari bahwa seluruh lantai dan dinding penuh noda darah.
Merasa mual, Malla tidak kuasa menahan otot perutnya hingga dia memuntahkan beberapa isi perutnya. Tidak hanya itu, tubuhnya yang lemah pun mulai tidak bisa dia kendalikan keseimbangannya karena lantai tempatnya berpijak begitu licin karena genangan darah.
Para prajurit yang menyaksikan ini dari layar monitor pun terlihat tertawa dan merendahkan kondisi Malla. Lain halnya dengan Alex, dia yang memantau situasi Malla dari salah satu ruangan pun tampak begitu gelisah.
Dalam hati Alex pun terus menerus berharap bahwa Malla masih bisa selamat sekalipun itu bukan tanggung jawabnya. Selama dia sudah mengikuti perintah untuk membawa Malla ke neraka ini, bisa dibilang, tugasnya sudah selesai. Dan kematian Malla tidak akan menjadi tanggung jawabnya lagi.
“aku bertaruh banyak untuk lawanya, karena bocah yang kau bawa tampak seperti gadis manja yang lemah” bisik seorang prajurit kepada Alex.
Di dalam ruangan, tampak bocah lelaki yang bisa dikata cukup tinggi dan berbadan besar. Juga lebih besar dari Malla. Meski terlihat tidak seimbang, tidak ada aturan dalam ujian membunuh kali ini. Karena tujuan Sadonz bukan membuat peraturan yang adil sebuah pertandingan, akan tetapi memupuk rasa keinginan untuk bertahan hidup sekaligus membunuh rasa kemanusiaan.
Malla yang melihat anak lelaki yang cukup besar tersebut langsung mundur dan menjauhinya. Dia tidak menyangka bahwa dia akan memiliki lawan yang bisa dibilang berusia jauh lebih tua beberapa tahun darinya.
Tidak beberapa lama, seperti biasa, sebuah pisau dimunculkan dari balik lantai dan beberapa aturan yang disiarkan oleh system mengarahkan kepada kedua peserta untuk bersiap memperebutkan pisau dan saling berjuang untuk bisa selamat.
Jantung Malla berdetak dengan cepat, seluruh adrenalinya terpacu. Dia sadar, mungkin dia hanya sampai disini dan akan mati dengan sangat menyakitkan. Akan tetapi, rasa ketakutannya juga membuatnya untuk berusaha bertahan hidup sebisa mungkin bagaimanapun caranya.
Berbeda dengan lawannya, tampaklah bocah lelaki berbadan besar tersebut sedikit tersenyum meremehkan tubuh kecil dan lemah Malla. Dia merasa yakin bahwa dia dengan mudah menyelesaikan ini.
Begitu jam dinding mulai menunjukkan waktu yang berkurang, Malla dengan sekuat tenaga dan secepat yang dia mampu berlari di antara licinnya darah darah di lantai. Dengan segudang harapan yang dia miliki, Malla merasa bahwa tangan kanannya mampu meraih pisau itu lebih dulu.
Akan tetapi, dia baru sadar bahwa lawannya juga sudah berlari dan berada di sampingnya. meski belum sampai meraih pisau, lawannya dengan keyakinan tinggi menerjang tubuh kecil Malla dengan bahu besarnya hingga Malla terpental menjauh dan terguling guling di lantai basah.
Bau anyir darah begitu menyengat lubang lubang hidungnya hingga membuatnya pusing dan mual. Baju yang sebelumnya tampak bersih, mulai terbasahi genangan darah yang mulai mengering. Bahkan rambut dan wajah manisnya pun terbasahi darah.
Lawan Malla tampak dengan bangga mengambil pisau Sadonz di lantai dengan mudahnya. Dia kemudian mengangkat pisau tersebut seperti anak yang memiliki kelainan jiwa.
Para prajurit yang menyaksikan dari monitorpun langsung pahan bahwa bocah lelaki yang menjadi lawan untuk Malla ini memiliki jiwa psikopat yang cukup tinggi. Itu dikarenakan reaksinya saat melihat lantai penuh darah tampak menambah semangatnya.
“jangan takut, aku bukan anak seperti lainnya yang tidak memahami cara memotong. Aku tahu betul bagaimana cara memotong dengan benar yang bisa membuat para penerima sakit meneriakkan kesakitannya dengan benar dan jelas.” Jelas lawan Malla sambil mendekati Malla dengan pisau di tangan kanannya.
Malla yang merasa ketakutan berusaha untuk menjauh dengan sedikit merayap mundur. Hingga dia pun menyadari bahwa dia terpojokkan di sudut ruangan. Dari raut wajah mungilnya, tampak Malla merasa ketakutan dan ingin menangis. Tetapi semua itu hanya dia telan dengan sekuat tenaga karena saat ini semua hal tersebut sama sekali tidak bisa menolongnya. Dia hanya bisa mengandalkan diri sendiri.
Dia pun mulai mengingat semua yang Alex ajarkan selama ini. Berpikir dan manfaatkan segala yang ada sebisa mungkin dengan membaca setiap kesempatan.
“seperti korbanku sebelumnya, aku akan memberitahukan nomor kematian mereka sebagaimana aku menyebutkan nomor kematian orang tuaku sebelum dibawa kesini. Kau korban ku yang ke 8” ucap lawan Malla
Mendengar perkataan itu pun seluruh prajurit langsung bersorak gembira. Mereka seperti memiliki pejuang khusus untuk pertunjukan mereka.
Alex yang menyadari itupun langsung menendang meja di mana terletak semua kopi dan makanan ringan milik prajurit lain berada.
Semua prajurit yang berada di ruangan bersamaan dengan Alex pun tampak tertawa melihat kemurkaan Alex. Mereka melihat dengan jelas bahwa Alex tampak frustasi dan putus asa melihat nyawa anak didknya yang berada di ujung tanduk.
Malla yang berusaha bangkit pun langsung ditarik rambut basahnya yang penuh noda darah. Begitu lawanya menikamkan pisau ke leher, Malla dengan sekuat tenaga mencoba menghindar hingga pisau tersebut hanya menggores kulit bahunya.
Melihat sedikit kesempatan dan peluang, Malla langsung mencolok kedua mata lawannya hingga membuat lawannya murka. Dengan tangan kiri yang masih memegang rambut Malla, tangan kanannya yang menggenggam pisau pun dia arahkan dengan asal asalan karena kedua matanya tidak bisa melihat.
Malla yang berusaha keras menghindar dan menahan pisau tajam tersebut tampak kesusahan dan kebingungan. Dia tidak bisa melawan dalam hal tenaga, hanya bisa menghindar dan memanfaatkan peluang yang ada. Akan tetapi kali ini rambutnya masih di genggam erat oleh lawannya.
Dengan cepat Malla meraih pisau saat pisau tersebut hampir menusuk wajahnya. Dengan sekuat tenaga pula Malla mengarahkan pisau tersebut ke arah rambutnya sendiri dan sedikit menariknya hingga rambutnya terpotong.
Merasa dirinya sudah terbebas, Malla langsung berlari menjauhi lawannya. Kedua matanya melihat ke segala arah ruangan untuk mencari apapun yang bisa dia manfaatkan. Akan tetapi semua itu hanya sia sia saja. Yang dia dapati hanya ada ceceran darah.
Lawan Malla yang mulai bisa melihat meski pandangannya sedikit agak kabur pun mulai meluapkan emosinya. Dia merasa seperti dipermainkan oleh anak kecil padahal selala ini dia yang mempermainkan korban korbannya.
Malla dengan sigap menghindar saat kaki lawannya menendangnya berkali kali. Dengan memanfaatkan licinnya lantai, Malla mulai terbiasa untuk menjauh dari lawannya dengan cepat. Tubuh kecilnya bagai tikus kecil yang lincah.
Bahkan dengan mudah Malla memegang kaki lawannya saat menendangnya dan mengarahkan ke dinding hingga kaki lawannya dengan keras merasakan benturan yang tidak dia inginkan.
Saat itulah Malla menendang sebelah kaki lawannya yang dia pakai untuk berdiri hingga lawannya terjatuh.
Semua prajurit yang sudah memasang banyak taruhan untuk lawan Malla pun mulai khawatir. Mereka tidak menyangka bahwa Malla ternyata meskipun lemah, memiliki kemampuan yang baik untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan membaca kesempatan.
Alex yang melihat semua perlawanan Malla pun tampak bersemangat. Dia berkali kali memukulkan telapak tangannya ke meja dan mengumpat ke pada lawan Malla.
Melihat lawan terjatuh, Malla dengan cepat mencoba meraih dan merebut pisau di tangan lawannya. Akan tetapi, pisau tersebut seperti di genggam dengan erat. Menyadari Malla mulai merebut pisaunya, lawan Malla pun mulai meraih tubuh Malla. Belum sempat pisau diarahkan ke Malla, dengan cepat Malla mengarahkan ujung pisau ke dada lawan. Karena dia sadar, dia tidak cukup kuat merebut pisau tersebut.
Begitu ujung pisau sedikit mengarah ke dada lawan, Malla langsung memukul genggaman lawan agar pisau dengan tiba tiba menusuk dada tanpa sempat ditahan.
Seperti yang Malla harapkan, pisau tersebut tidak sempat ditahan dan langsung menusuk ke dada lawan meski tidak dalam.
Dengan cepat pula Malla berpikir untuk memainkan kekuatan lawan dengan menarik pisau dan begitu lawannya menarik juga agar tidak direbut, Malla dengan cepatnya memukulkan lagi kepalan tangannya ke arah genggaman lawan hingga pisau tersebut dengan kuat menusuk dada lawan hingga tenggelam sepenuhnya.
Lawan yang terkejut saat dadanya tertusuk pisau pun langsung menendang Malla hingga terpental dan meluncur di lantai basah. Darah mulai mengalir dari mulutnya. Dan dia sadari bahwa tusukan pisau ternyata masuk ke jantung. Merasa dalam bahaya, sang lawan pun memilih mundur dan menjauhi Malla karena dia berpikir jika waktu habis, mereka akan mati bersama jika kedua peserta masih hidup.
Malla yang merasa bingung pun tidak menyadari, kenapa lawan dia tidak mencabut pisaunya dan memilih mundur. Rasa bingung Malla akan tingkah sang lawan terjawab dengan secepatnya saat dia menyadari waktu dua menit telah mulai habis menyisakan 15 detik.
Merasa dalam bahaya, Malla pun langsung berlari dan meluncur dengan kaki kaki telanjangnya memanfaatkan licinya lantai karena darah.
Sang lawan yang merasa dalam masalah, mencoba menahan tubuh Malla dengan menendangnya secara membuta dan sekuat sisa sisa tenaganya. Akan tetapi, Malla jauh lebih sigap dan cepat untuk menahan dengan menopang kaki kanan lawan dengan lengan kanannya.
Di saat yang bersamaan, Malla memukul ************ lawannya yang terbuka lebar tepat di depan wajahnya dengan sekuat tenaga yang ia miliki. Alhasil, lawan langsung tersungkur kesakitan.
Akan tetapi, rasa sakit akibat ngilu yang dia rasakan ternyata tertutupi oleh rasa sakit di dadanya. Kedua tangannya meraba pisau yang sebelumnya menancap di dada yang ternyata sudah Malla ambil. Dari situlah keluar semua darah dengan cepat dari luka tusuk yang sebelumnya tertahan oleh pisau.
Malla yang melihat waktu semakin menipis dan lawan yang masih menggeliat merasakan sakit, membuatnya semakin liar. Sama halnya manusia normal yang berubah kejam dan mementingkan nyawa sendiri saat sedang terancam oleh kematian.
Di tikamnya pisau Sadonz ke arah leher lawan dengan terus menerus tanpa henti meski lawannya sudah tidak bergerak.
Malla yang merasa putus asa karena waktu mendekati titik habis tidak henti hentinya menusuk leher lawan dan menatap ke arah dinding di mana waktu menunjukkan angka kosong.
Tangannya gemetaran dan matanya terus menerus menatap dengan tatapan hampa. Dia berpikir, mungkin dia akan mati hari ini. Akan tetapi senapan yang terbuat dari mesin di atap tidak bergerak dan hanya ada suara dari system yang mengabarkan bahwa pertandingan sudah usai.
“selamat atas kemenangan yang didapat dari semangat juang dan tekad yang tiada akhir. Silahkan menuju ruang pengobatan dan tunggu pelatihan selanjutnya dari Sadonz. Pisau di tanganmu adalah bukti bahwa nyawamu masih berada dalam genggamanmu saat ini”
Begitu suara dari system berakhir, pintu keluar pun secara otomatis terbuka. Malla perlahan lahan beranjak dan melangkahkan kakinya untuk keluar ruangan di mana anak anak lain menunggu giliran.
Tepat di depan pintu keluar, Alex menyambutnya dengan gembira dan tatapan lega. Dia tidak menyangka bahwa Malla bisa melewati ujian pertama dengan begitu mengagumkan. Jauh dari apa yang Alex perkirakan sebelumnya.
Berbeda dengan Malla, yang sebelumnya berjalan dengan tatapan kosong dan baju penuh noda darah, dengan seketika menatap dengan tajam ke arah Alex seperti memendam dendam.
Malla merasa Alex adalah orang yang pantas dia salahkan karena dia yang membawanya kesini. Dengan menggenggam erat kepalan tangannya yang basah karena darah, Malla menghantam rahang Alex dengan keras hingga Alex sedikit merasa kesakitan. Sekuat apapun Malla memukul Alex, hanya terasa seperti tamparan kecil yang tidak berasa bagi Alex. Itu dikarenakan tubuh dan tenaga Malla yang sangat lemah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
KacangArab
full narasi dan sdikit percakapan. adegan prtarungan juga tidak di buat sederhana 👍💯
2023-07-19
0