Wanita itu menepikan mobilnya lalu membuka m-banking pada ponselnya dan mentransfer sejumlah uang pada orang suruhannya.
"Tidak kusangka! Ternyata semudah ini menghadapinya, hahaha......," tawa penuh kebanggaan karna keberhasilannya itu terus meluncur dari bibir wanita yang telah berhasil membunuh seseorang. Tanpa memikirkan akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya.
.
.
.
"Ayah, aku mau mengucapkan terima kasih , berkat perawatan khusus yang ayah berikan untuk ibu, kini keadaan ibu sudah membaik , dan sudah bisa merespon saat diajak komunikasi," ucapnya antusias.
"Lalu ada apa mencariku?" tanya Cahaya yang kini telah tiba di rumahnya dan memasuki ruang tamu yang di sana sudah ada sang mertua.
"Bukan aku , tapi suamimu," sahut sang mertua seraya meneguk kopi hitam minuman favoritnya.
"Mas Langit sudah bangun, baiklah aku akan ke kamar," pamitnya pada sang mertua.
Cahaya menaiki tangga menuju lantai dua kamarnya dimana suaminya berada.
"Ayah ikut senang mendengarnya,* ucapnya pelan bahkan mungkin Cahaya saja tidak mendengarnya
"Mas, mencariku?" tanyanya pada suaminya yang sedang duduk bersandar di atas kasur.
Langit menoleh, menatap wanita yang kini berjalan mendekat.
"Bagaimana kabar ibumu?" tanya Langit tiba tiba dan membuat Cahaya mengerutkan keningnya.
"Perkembangan ibu sudah lebih baik. Ada apa kamu mencariku?" tanyanya lagi.
"Kau masih bertanya untuk apa! Tentu saja mengurusku yang sedang tidak sehat ini!" Kata kata Langit yang gugup jadi terkesan membentak.
"Cih, tidak bisakah bicara seperti layaknya orang bicara saja, kamu ini manusia apa monster sih?" sahut cahaya seraya berdecih.
"Kau mengatai aku monster?!" protes Langit tidak terima.
"Baiklah sekarang apa kau butuhkan suamiku?"
"Suapi aku makan!" titahnya kemudian.
Astaga manusia satu ini benar benar ya, bikin aku naik darah saja, jadi dia mencariku hanya untuk menyuapinya makan, dasar manja! Batin Cahaya dalam hati.
Cahaya menghembus napas kasar lalu mendekat Langit meraih makanan yang sudah tersaji di atas nakasnya lalu menyuapinya.
"Minum!" pinta Langit.
Cahaya menyodorkan cangkir berisi air putih pada suaminya. Namun suaminya hanya diam tanpa mau meraih cangkir tersebut.
"Kau kenapa?" tanya Cahaya heran lalu dia menyentuh lengannya.
"Jangan sentuh!" tolak langit seraya menjauhi Cahaya. Namun bukan cahaya namanya jika ia tak merasa penasaran.
"Cih, memangnya kenapa kalau aku sentuh! Aku hanya ingin tahu kenapa kau sejak tadi diam seperti patung apa kau sakit" cahaya terus berusaha menyentuh suaminya dan berhasil menyentuh lengan suaminya.
"Astaga ini panas sekali!" ucap cahaya dengan nada terkejutnya.
Sementara langit yang mendapat sentuhan seorang Cahaya tubuhnya mulai meremang, gejolak dan hawa panas yang sejak semalam ia tahan kini kembali menuntut.
Dengan cepat, Langit menarik tubuh Cahaya.
"Sudah ku bilang jangan sentuh, tapi kau masih saja melakukannya! Jadi jangan salahkan aku, jika aku seperti ini!" Langit mengungkung Cahaya di atas kasur.
"Kau, kau kenapa?" ucap Cahaya terbata dan sedikit gemetar.
"Aku tidak bisa lagi menahannya, maafkan aku!"
Langit terus menyusuri setiap inci tubuh sang istri dengan gejolak yang tak bisa lagi dibendungnya. Sementara sang istri yang merasa terkejut dan telah melakukan kesalahan hanya bisa menerima setiap perlakuan sang suami.
Hawa dingin AC tak lagi mampu menjadi pendingin pada tubuh Langit yang semakin kulitnya bersentuhan dan semakin bergejolak.
Cahaya hanya bisa pasrah
Terima saja Cahaya, lelaki ini adalah suamimu yang sah, dan sudah menjadi kewajiban kamu sebagai istri untuk melayaninya. Batin Cahaya.
Saat Cahaya sudah mencoba menerima semuanya dengan ikhlas dan menyerahkan mahkotanya untuk lelaki yang kini telah menjadi suaminya, mahkota kepemilikannya yang selama ini ia jaga dengan segenap jiwa.
Hingga akhirnya mereka pun hanyut dalam kehangatan serta kesakitan yang dirasakan Cahaya karna ini adalah untuk pertama kalinya untuknya melakukan itu. Dan Langit terus melakukan berulang ulang hingga hawa panas ditubuhnya terasa berkurang dan terasa lebih baik dari sebelumnya.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud memaksamu!" ucap Langit setelah kini tubuhnya menjauhi Cahaya.
"Statusku adalah istrimu, meski aku tahu di dalam hatimu masih ada orang lain tapi tetap saja kewajiban aku sebagai seorang istri adalah melayani suamiku, walaupun aku bukan wanita yang sholeha tapi aku tau dasar dasar dan hukum agama tentang pernikahan!" tutur Cahaya.
Sementara Langit termenung mendengar ucapan Cahaya sembari ia mengingat kembali, apakah ada dirinya salah sebut nama wanita itu, seperti yang terjadi di mimpinya waktu itu, saat melakukan hubungan tadi bersama sang istri. Namun ia ingat betul sama sekali tidak menyebut nama wanita lain saat tadi.
Cahaya bangkit dari kasurnya menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya namun krna rasa sakit yang luar biasa diarea sensitifnya ia pun menjerit.
"Biar aku bantu," ucap Langit dan langsung membopong tubuh Cahaya menuju kamar mandi dan berendam dengan air hangat.
Dering ponsel Cahaya berbunyi berulang kali sehingga membuat langit penasaran dan meraih ponsel itu yang ternyata telpon dari nomor rumah sakit.
Langit menggeser tombol hijau.
"Nona Cahaya tolong datang ke rumah sakit sekarang karna kondisi ibu memburuk!" ucap salah wanita yang pasti adalah perawat rumah sakit
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu terdengar dan.
"Ayah, kabar dari rumah sakit ibu...,*
"Ibunya Cahaya telah tiada,"
"Apa!" pekik Cahaya yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Tidak mungkin yah, tadi ibu sangat baik saat aku tinggalkan, bahkan sudah bisa merespon perkataanku!"
"Kita ke sana saja dulu, untuk memastikan, tunggulah aku akan mandi sebentar!" Langit bergegas ke kamar mandi.
Kini mereka telah tiba di rumah sakit.
"Suster, apa yang terjadi? kenapa ibuku tiba tiba memburuk, bukankah tadi suster juga tahu jika ibuku sudah bisa merespon perkataanku!" tanya Cahaya pada perawat tersebut. Sementara perawat itu hanya bengong tanpa bisa berkata apapun.
Apa maksud Nona Cahaya, apa ini ada hubungannya dengan penculikan yang terjadi padaku tadi.
"Jawab sus!" teriak Cahaya membuat perawat itu ketakutan.
"Nona Cahaya," panggil dokter yang baru saja keluar dari ruangan sang ibu.
"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya?"
"Nona Ibu Zura telah tiada, maafkan kami selaku tim medis sudah mengupayakan yang terbaik namun tuhan berkehendak lain," tutur sang dokter
"Tidaaaaaaakkkkkk! Ibuku tidak boleh meninggalkan aku! Ibu .....!" teriak Cahaya seraya berlari menghampiri tubuh sang ibu.
"Ibu, bangun bu, jangan tinggalin Aya sendirian! Bangun bu, bangun!" jerit isak Cahaya terdengar begitu pilu.
Satu satunya orang tua yang masih dimilikinya kini telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Tak ada tempat berkeluh kesah tempat berbagi rasa saat suka maupun duka. Ia merasa kini hidupnya sendirian tak ada lagi sosok penyemangat yang selama menemaninya.
"Cahaya." Langit mendekati sang istri, "Tenangkan dirimu," menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya meski canggung namun hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membuat Cahaya sedikit tenang.
"Tuan wiratama, ada yang saya ingin bicarakan dengan anda mengenai kematian ibunya Nona Cahaya," ucap sang perawat yang memang sudah mengenalnya. Sebab itulah Wiratama dulu memberi kepercayaan untuk menjaga ibu dari menantunya itu.
"Kita bicara di sana saja!" ajaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
kutubuku
lanjut thor
2023-06-06
1
kutubuku
siapa ya wanita itu apa mungkin nesha?
2023-06-06
0
kutubuku
peduli juga ya
2023-06-06
1