MP. Bab enam.

"Tunggu!" Nesha bangkit dari duduknya menghampiri Cahaya, "Oh jadi sekarang kau jadi pelayan disini setelah gagal menikah dengan Rendi, hahaha! Omaga kasian banget sih nasibmu upik abu!" ejeknya dengan penuh tawa, saking asiknya tertawa hingga ia tersedak oleh ludahnya sendiri dan terus terbatuk - batuk.

"Rasain! Itu namanya kualat," umpat Cahaya seraya pergi meninggalkan Nesha sementara Rendi sibuk menenangkan Nesha yang masih terus terbatuk seakan enggan berhenti.

Merasa malu menjadi bahan tatapan para pengunjung resto tersebut, akhirnya Nesha memilih pergi tanpa menyentuh makanannya sedikitpun dan juga meninggalkan Rendi yang masih berusaha mengisi perutnya karna rasa lapar yang sudah sejak tadi melanda perutnya.

Tin tin tin..!!

Suara klakson mobil terdengar begitu nyaring dan mengganggu kenyamanan para pengunjung Resto. Siapa lagi kalo bukan Nesha yang sedang memanggil Rendi dengan membunyikan klakson mobil dengan begitu kencang namun Rendi sama sekali tidak menggubrisnya. Lelaki itu dengan tenang terus menyantap makan siangnya dan membuat Nesha semakin meradang.

Setelah menghabiskan makanannya, Rendi belum juga berniat menyusul Nesha ke dalam mobil, ia justru masuk kedalam ruangan para pelayan resto tersebut untuk mencari Cahaya.

"Aya!" panggilnya setelah menemukan Cahaya yang sedang duduk termenung, "Bisa kita bicara?" tanyanya kemudian.

"Maaf, aku sedang sibuk. Lagi pula disini selain karyawan tidak boleh masuk!" tolak Cahaya.

"Sebentar saja Ay, plisss!" mohon Rendi.

"Tidak bisa mas, lagi pula tidak ada lagi yang harus dibicarakan! jadi tolong keluar dari ruangan ini mas!" tegasnya.

Sementara Rendi pun tidak bisa terus memaksa ia keluar dengan rasa kecewa karna penolakan dari Cahaya.

"Rendi! Cepetan donk..!!" pekik Nesha dari dalam mobil yang hanya membuka kaca pintu mobilnya saja.

"Iya, iya! Sabar napa?!" Dengan lesu Rendi melangkah menuju mobilnya.

Cahaya melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, "sepertinya masih ada waktu untuk mengunjungi ibu, sebelum aku pulang ke rumah," ucapnya.

Akhirnya ia pun pergi menuju rumah sakit dengan menggunakan taksi online.

Didalam perjalanan menuju rumah sakit Cahaya terus murung mengingat pertemuannya dengan Rendi. Sama sekali tidak pernah menyangka jika dirinya akan bertemu kembali orang dimasa lalunya. Orang yang telah menoreh luka dan kecewa yang begitu dalam di dalam hidupnya. Orang yang juga telah menjadi penyebab kehilangan ayahnya untuk selamanya.

Kenapa dunia ini begitu sempit, sampai sampai aku harus bertemu kembali dengan Randi, Tuhaaann!! batin Cahaya seraya memejamkan mata.

Masih terekam dengan jelas dalam ingatannya detik detik kegagalan pernikahannya dan kehilangan sosok ayah yang begitu ia sayangi.

Beberapa kali Cahaya mengusap kasar air mata yang mulai jatuh di pipi mulusnya tanpa permisi itu.

Sakit? Sudah pasti! Kecewa apalagi ditambah lagi rasa malu yang harus ia dan keluarganya tanggung yang hingga saat ini masih terus membekas.

Satu - satunya keluarga yang ia miliki saat ini hanya ibunya, namun kini sang ibu pun sedang mengalami koma. Ia yakin selama ini sang ibu masih terus memikirkan semua kejadian itu, kehilangan suami yang begitu sangat dicintainya membuat kesehatannya semakin memburuk.

"Sudah sampai neng!" ucapan sopir taksi itu mengembalikan kesadaran Cahaya.

"Eh, udah sampai ya pak? Ini ongkosnya. Terima kasih pak," sahutnya dengan lembut lalu turun dari taksi.

.

.

.

"Suster, bagaimana perkembangan kondisi ibu saya?" tanyanya pada perawat yang selama ini menjaga ibunya.

"Sejauh ini belum ada perkembangan yang terlihat Nona," tuturnya.

Cahaya mendekat sang ibu lalu meletakan kepalanya dan bersandar pada tubuh sang ibu yang terbaring lemah dan tidak berdaya.

"Ibu, cepat bangun, lihat aku! Sekarang aku sudah menikah bu, meskipun pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan tapi aku yakin, ibu pasti bahagia mendengar kabar ini, ibu tidak akan malu lagi karna kegagalan pernikahanku, bangun bu! Aku sangat merindukanmu bu," Cahaya meraih punggung tangan sang ibu lalu mengecupnya lama.

"Sus, apa ibu sudah di lap sore ini?"

"Belum Nona, saya baru saja mau melakukannya tapi Nona udah keburu datang!"

"Biar saya sus, siapkan saja peralatannya!"

Setelah selesai melakukan itu pada sang ibu, kini Cahaya bergegas untuk pulang.

.

.

.

"Apa lagi mau ayah! Aku sudah menuruti keinginan ayah untuk menikah dengan wanita yang sama sekali tidak aku cinta bahkan mengenalnya saja tidak!"

"Ayah hanya mau kau menjalani rumah tanggamu dengan baik, terima wanita yang sekarang telah menjadi istrimu karna ayah yakin dia adalah gadis yang baik Langit!"

"Jika menurut ayah begitu! Kenapa bukan ayah saja yang menikah dengannya?!"

"Jaga bicaramu Langit! Ayah tidak mau tahu, kau harus menerima gadis itu dengan baik dan segera berikan ayah seorang cucu, jika tidak...!"

"Jika tidak kenapa, ayah mau mengusirku dari rumah ini?"

"Ayah tidak akan memberimu hak sebagai ahli waris keluarga ini!" sekakmat. Langit pun tidak bisa mengeluarkan kata kata lagi. Setelah mengatakan itu Wiratama meninggalkan Langit dan masuk kedalam kamarnya. Begitupun dengan Langit yang langsung menuju kelantai atas kamarnya seraya mengacak rambutnya kasar.

Tanpa mereka sadari diluar sana seorang gadis sedang mendengarkan pertengkaran yang terjadi antara ayah dan anak tersebut. Karna saat Cahaya hendak masuk kedalam rumah tiba - tiba saja mendengar perdebatan dan ia memilih menunggu diluar karna tidak berani untuk masuk.

Setelah tidak terdengar lagi suara perdebatan itu barulah Cahaya masuk kedalam rumahnya dan menuju kamarnya dengan perasaan cemas dan juga akan kemarahan Langit karna dirinya telat pulang.

"Baiklah Reza, terima kasih atas informasinya!" terdengar percakapan melalui sambungan telpon antara Langit dan asisten Reza.

"Kenapa kau telat apa peringatanku kurang jelas pagi tadi?" tanya Langit saat melihat Cahaya memasuki kamarnya.

"Maaf, aku tadi...!"

"Aku tidak butuh alasan apapun! Dan sekarang siapkan aku air untuk mandi berendam!" titahnya pada Cahaya.

Tanpa banyak kata, Cahaya pun bergegas ke kamar mandi menyiapkan air hangat untuk Langit.

"Air sudah siap Tuan Muda," ucapnya.

"Kenapa kau memanggilku seperti itu?" tanyanya heran.

"Lalu aku harus panggil apa?" tanya Cahaya kesal. Ia merasa frustasi semua panggilannya salah.

"Panggil aku sayang!"

"Sa .. Sayang?"

"Ia sayang, apalagi? Bukankah memang harusnya seperti itu?"

"Baiklah sa,,,sayang, airnya sudah siap!"

"Puffftt," Langit tertawa mengejek.

"Kenapa kaku begitu, telingaku sakit mendengarnya!" protesnya lagi dan membuat Cahaya semakin kesal.

"Ah udah lah, semuanya salah! oke baiklah, suka atau tidak aku akan tetap panggil Mas, panggilan saja dipermasalahkan sih!" ucap Cahaya akhirnya.

"Berani ya melawan sama suami!" Langit mendekati Cahaya membuat Cahaya memundurkan tubuhnya hingga mentok kedinding dan Langit mengungkungnya di sana.

Seketika keduanya saling bersitatap dengan begitu intens membuat keduanya saling meneguk saliva.

"Setelah aku mandi ada yang ingin aku bicarakan denganmu!" ucap langit sebelum akhirnya pergi dari hadapan Cahaya menuju kamar mandi. Meninggalkan Cahaya yang nasih tertegun.

Terpopuler

Comments

վմղíα | HV💕

վմղíα | HV💕

panggil aku sayang🤭😂

2023-06-02

1

kutubuku

kutubuku

tukang maksa

2023-05-29

1

kutubuku

kutubuku

susah payah!! wkekekke

2023-05-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!