Wajah yang cantik dengan postur tubuh yang tinggi itu kini berusaha menahan berat tubuhnya agar tidak terjatuh karena rasa yang ia rasakan saat ini. Meskipun sudah dari awal Sinta sudah mengetahui jika Abra akan kembali dengan sang istri tetap aja sakitnya sangat terasa.
''Hai Abra, hai juga istrinya Abra,'' ucap Sinta seraya melamabaikan tangannya pada Naya.
''Asslamualaiku m bu SInta, kenalkan ini istri saya bu, namanya Naya,'' ucap Abra seraya berbagi senyuman dengan Naya
''Sayang, kenalkan ini Bu Sinta, atasan saya sekaligus anak dari pemilik perusahaan tempat abang bekerja,'' cap Abra pada Naya.
''Salam nona, terima kasih nona, atas kebaikan anda pada suami saya,'' ucap Naya, sejenak Sinta tertegun dengan penampilan Naya dan panggilan yang Abra sematkan pada istrinya.
''Hai juga, senang berkenalan denganmu, Abra adalah pegawai terbaik perusahaan, jadi semuanya sebanding dengan pekerjaannya,'' ucap Sinta.
''Baiklah, ibu disini menunggu siapa?'' tanya Abra seraya melihat kearah sekitar.
''Oh tidak, aku tadi mengantarkan temanku, kebetulan aku melihatmu, sekalian saja aku menunggumu disini,'' ucap Sinta berbohong, dia sudah dari tadi pagi menunggu Ara di Bandara, namun yang ia terimal adalah sakit hatinya.
''OH, terimakasih, Bu. Kalau begitu kami permisi dulu, Bu.'' ucap Abra seraya kembali menggenggam tangan Naya.
''Biar aku antar sekalian,'' ucap Sinta mengehntikan langkah Abra.
''Tidak usah, Bu. Nanti malah merepotkan ibu,'' ucap Abra seraya tersenyum pada Sinta, senyuman yang selama inin mampu membuat Sinta terpesona.
''Aku tidak merasa di repotkan, kebetulan kita searah juga,'' ucap Sinta.
''Ápakah benar-benar tidak apa-apa, Bu?'' tanya Abra
''Iya, ya sudah ayo ...'' ucap Sinta seraya mendahului langkah Abra dan Naya. Abra duduk di belakang dengan Naya, padahal Sinta berharap jika Abra akan duduk di sampingnya. Lagi dan lagi Sinta harus menelan pil pahit.
''Apakah wanita seperti itu yang Abra suka? Bukankah jauh lebih cantik aku,'' bathin Sita seraya memeperhatikan Naya dari spion yang ada di depannya.
''Ah iya, Abra. Istrimu ini lulusan apa dan dia kerja apa?'' tanya Sinta
''Ístriku hanya lulusan Sd, Bu. Dia tiak bekerja, karena aku jauh lebih suka wanita yang ada dirumah, menunggu suaminya pulang kerja dengan anak-anak yang menggemaskan,'' ucap Abra seraya menatap Naya yang juga menatapnya.
''Bukankah wanita karir itu jauh lebih baik ya?'' tanya Sinta
''Itu tergantung, Bu. Pilihan orang kan beda-beda, dan aku lebih suka dengan istri yang ada dirumah, mendoakan suami yang kerja dan menjadi bidadari yang selalu menurut akan keingnan suaminya,'' ucap Abra.
Snta terdiam, dari kriteria itu saja, Sibta sudah bukanlah tipe Abra, yang mana Sinta lebih suka menjadi wanita karier dari pada menjadi ibu-ibu rumah tangga, tapi cita yang ia miliki juga sudah menyiksanya.
Tanpamereka sadari mereka sudah sampai di depan rumah Abra, rumah sederhana yang kini terlihat berdebu karena sudah satu minggu gak di huni.
''Ini rumaah abang, tidak apa-apa ya, doakan abang semoga abang bisa memberikan rumah yang lebih besar nanti untukmu,'' ucap Abra ketika mereka sudah turun dari mobil Sinta.
''Kenapa kau menolak fasilitas kantr, Abra. Kau bisa menempati aparteman itu kan?'' taya Sinta yang kini juga berdiri tepat di samping Abra.
''Itu terlalu berlebihan, Bu. Aku juga ingin hasil jerih payahku, Bu. Tidak apa-apa meskipun kecil,'' ucap Abra
''Tapi disini gak ada Ac dan fasilitas lainnya,'' ucap Sinta
''Aku sudah terbasa hidup sederana, Bu. Apalagi saat ini sudah ada istriku yang akan membuat rumah sederhana ini menjadi lebih hidup lagi,'' ucap Abra.
''Ayo masuk, bu'' ajak Abra seray menarik tangan Naya, Abra membuka pintu rumah itu.
''Mari silahkan masuk, Bu'' uacp Abra yang sama sekali tak melepas tangan Naya.
''Kalian duduk ya, biar abang n\=buatkan minuman,'' ucap nAbra,
''Biar Naya saja yang buatkan minumannya, bang'' ucap Naya
''Bar abang saja, kamu masih belum tahu akan rumah ini, okee, kau temani bu Sinta disini,'' ucap Abra seraya berlalu meninggalkan kedua wanita yaang beda cara pakaiannya itu.
''Sudah lama kalian menjalin hubungan? maksudku ... Aakah kalian di jodohkan atau bagaiaman, kenapa bisa Abra menikah denganmu,'' tanya Sinta dengan ucapa yang cuku membuat Naya tersinggung.
''Tidak, nona. Kami tidak d jodohkan, Kami juga tidak pacaran, saat itu aku ada di sekoah kevil membantu guru paud untuk menjaga aak-anak, sedangkan mas Abra guru paud juga, seiringanya waktu kami sering bertemu, mas Abra tiba-tiba datang kerumah dan melamarku,'' ucap Naya.
''Apakah kau tidak merasa ilfil dekat dengan Abra, maksudku ... Secara fisik Abra sangatlah sempurna dan kau sendiri, kau bisa menilai sendiri kan penampilanmu seperti apa?'' ucap Sinta yang semakin membuat hati Naya tak nyaman.
''Aku selalu berfikir jika cinta tak harus memandang rupa dan harta, tapi dengan ucapan nona Sinta, aku akan berusaha menjaga penampilanku, agar suamiku tidak berpaling pada wanita-wanita gatel diluaran sana yang selalu mengincar laki-laki yang sudah beristri,'' ucap Naya dengan bibir yang tersenyum, namun percayalah dadanya bergemuruh dengan cepat.
Sinta terperangah denan ucapan yang Naya lontarkan, bukanlah kata-kata itu seolah tertuju padanya, ketika Sinta hendak membalas ucapan Naya, Abra datang dengan membawa minuman diatas nampanj, Naya bangkit dan mengambil alih nampan itu, ia melatakkan geklas untuk Sinta dan juga untuk dirinya dan Abra,.
''Kapan kau akan mulai kerja, Abra?'' tanya Sinta
''Mungkin besok atau lusa, Bu. Aku juga sudah meminta izin pada tuan Baskoro untuk menambah cuti ku, Bu'' ucap Abra
''Apakah papa mengizinkan?'' tanya Sinta penasaran.
''Ya, beliau mengizinkan, Bu'' ucap Abra seraya menyeduh kopi susu yang ia buat, Kini Naya bisa melihat tatapan beda yang Sinta berikan pada suaminya, kini Naya bisa faham dengan semua ucapan Sinta yang tadi menggelitik perasannya, ada rasa yang wanita itu simpan untuk suaminya. Jangan di tanya bagaimana rasanya jadi Naya, tapi Naya suda ikut ke Jakarta, ia tak ingin sesuatu yang ia takutkan di kampung menjadi kenyataan.
Beberapa saat kemudian, Sinta pun pamitan untuk pulang. setelah kepergian wanita itu, Naya memilih bangkit dari duduknya, beberapa ucapan Sinta masih sangat ia ingat.
Naya keluar dari rumah itu untuk mengambil sebuah sapu, namun Abra bisa melihat ada raut wajah yang berbeda pada istrinya.
''Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?'' tanya Abra seraya menarik tangan sang istri.
''Maksudnya abang?'' tanya Naya.
''Aku tahu kamu, Sayang. Katakan padaku, Apakah bu Sinta mengatakan sesuatu yang membuat perasaanmu tak nyaman?'' tanya Abra.
''Tidak bang, Naya hanya ingin menyapu saja, lihatlah! banyak debu kan?" tanya Naya.
"Hei, dengarkan abang, Apapun yang di katakan Bu Sinta padamu, jangan kau masukkan dalam hati, kau adakh hidupku, Naya. Kau adalah ratuku, bidadariku, dan cintaku, jadi jangan dengarkan apa yang orang lain katakan, " ucap Abra seraya mrmbuat sang istri menatap pada dirinya.
"Tapi tidak menutup kemungkinan apa yang Nona Sinta katakan itu benar, Bang"ucap Naya.
"Bukankah kita sudah berjanji sebelum berangkat kesini? Kita akan saling percaya dan saling menguatkan sayang, " ucap Abra seraya memeluk istrinya.
"Kau akan ku buat seperti ratu, Naya. Sehingga tak ada satu orangpun yang akan meremehkanmu lagi, " bathin Abra seraya mengecup pucuk kepala Naya yang tertutup hijab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Aziza
Ayo naya semangat ubah penampilanmu mjd lebih cantik
2023-06-04
0