Bab 3 Kedatangan Abra

Cinta kadang membuat kita bertahan dalam keadaan apapun, berjuang dan setia adalah jalan agar kita bisa mempertahankan cinta. Naya yakin dengan cinta Abra dan dia hanya berharap agar Abra bisa segera pulang dan menemaninya setiap harinya. Ia tidak berharap Abra membawa banyak harta, Naya hanya membutuhkan jiwa dan raga Abra untuk melengkapi hidupnya.

"Gampang-gampang lelah, bang. Aku merindukanmu," gumam Naya dalam hati seraya bersandar di dinding dapur karena kelelahan. Naya berharap Abang datang dengan memberikan kecupan pada Naya, "Nay lelah, bang. Nay sangat lelah," gumamnya lagi seraya memejamkan matanya dan diiringi jatuhnya air matanya.

Suara keras mengejutkan Naya. Ia bahkan tidak bisa bernafas ketika seseorang menyiramkan air ke wajahnya. "Lagi cari perhatian disini, kamu? Iya! Kamu ingin tetangga menilai buruk keluargaku. Dasar benalu!" ucap orang itu yang tak lain adalah adik bungsu Abra yang bernama Rara. "Oh Tuhan, Rara. Apa salah mbak?" tanya Naya ketika sudah sadar dari keterkejutannya. "Kau nanya apa salahmu. Kau menangis disini, berharap tetangga simpati kepadamu. Dengar ya, Abra tidak akan pernah pulang karena dia sudah memiliki wanita lain yang tentu jauh di atasmu. Jadi nikmatilah hari-harimu di sini sebagai babu gratisan," ucap Rara dengan sarkas dan tajam maknanya. Bukan cacian Rara yang membuat Naya menangis, tapi ucapan Rara yang mengatakan Abra memiliki wanita lain yang sangat menyakitkan hati Naya. Ia tak bisa bayangkan jika Abra benar-benar memilik wanita lain dan melupakan dirinya karena sudah banyak terjadi di desa ini. Suami mereka merantau dan menikah lagi di luar dengan alasan tidak ingin jajan sembarangan.

Berbagai macam pikiran kini menyelimuti Naya. Ia pun mengusap wajahnya yang masih basah dan kembali melanjutkan pekerjaannya yaitu mencuci semua perabotan yang kotor. Pukul 10, pihak keluarga Abra tiba di rumahnya. "Pak, Ibu sudah tidak sabar untuk kedatangan besan kita. Mereka pasti akan membawa banyak mobil ke sini," ucap sang ibu. "Jangan terlalu berharap, Bu. Acara ini bisa berjalan lancar saja sudah cukup. Sudahkah ibu melihat Fitri? Apakah dia sudah siap atau belum? Sudah banyak undangan yang datang dan ingin melihatnya," ucap bapaknya Fitri. Ibunya Fitri yang sudah dihias pun berlalu dan melihat putrinya. Acara pernikahan ini merupakan acara mewah di desa ini karena biasanya mereka hanya menggunakan adat akad saja, tapi kali ini juga ada resepsi. Orang tua yang sudah memanfaatkan Abra dan mengorbankan Naya kini bisa memberikan acara mewah untuk Fitri. Setiap bulan Abra memberikan jatah untuk Naya satu juta dan ibunya tiga juta karena keuangan rumah itu di tanggung oleh ibunya. Uang satu juta hanya untuk keperluan pribadi Naya, tapi kenyataannya tidak sepeser pun yang mereka berikan pada Naya.

Waktu terus berjalan dengan begitu cepat. Kini Abra sudah memasuki area desanya. Tidak ada yang berubah, tetap asri dan sejuk dengan banyaknya pohon besar di pinggir jalan. Semakin dekat, ia sudah mendengar suara musik dan ia yakin itu berasal dari rumahnya yang sudah tak jauh lagi. Senyum Abra mengembang membayangkan Naya yang ceria langsung berlari dan memeluknya dengan penuh cinta. Tanpa ia ketahui, istrinya yang ceria itu sudah tidak ada lagi. Istri yang penuh dengan senyuman itu kini hanya tinggal kenangan.

"Bisa tidak sih kau bekerja, Naya. Kamu lihatlah bajumu, kotor kan?" bentak Ibu Sani pada Naya yang tak sengaja menjatuhkan kue ke baju tamu. "Tidak apa-apa, Bu. Dia tidak sengaja," ucap tamu itu dengan ramah. Bersamaan dengan itu, Fitri keluar dengan balutan baju pengantin yang begitu indah. Disana juga sudah tersedia tempat untuk sang pengantin. Naya kagum dengan kecantikan adik iparnya itu. "Bengong aja. Sudah, sana kerja! Dasar babu," ucap Rara seraya mendorong tubuh Naya hingga hampir jatuh. Beruntungnya Naya langsung berpegangan pada meja di hadapannya. Tentu saja banyak yang melihat akan hal itu dan mengurangi rasa simpati pada Naya, kecuali para tetangga yang sangat mengasihani Naya.

Senyum Fitri terus mengembang apalagi melihat Naya yang semakin dipermalukan. Dulu Fitri begitu iri dengan kecantikan yang dimiliki Naya, tapi saat ini, melihat penampilan Naya, ia sudah tidak ada yang bisa membuat Fitri cemburu. "Nay, kemarilah," pinta Bu Sani pada Naya. Naya mendengar dan langsung mendekati Ibu mertuanya. Sementara itu, sebuah taksi turun di jalan yang ada di depan rumah Bu Sani. "Kau lapkan semua gelas kotor dan piring-piring ini," ucap Bu Sani. "Baik, Bu," jawab Naya sambil menjalankan tugasnya. Namun, tanpa sengaja kaki Naya tersandung dan mengakibatkan gelas yang sudah ada di nampan terjatuh dan membuat semua orang menatap ke arahnya. "Naya...!" teriakan itu mampu membuat langkah Abra terhenti tepat di ambang pintu. Terlihat sekali raut amarah di wajah ibunya. "Bisa cepat gak, Kamu suka kan menjadi perhatian semua orang," bentak Bu Sani dengan lantangnya. Membuat sebagian tamu hanya bisa memegang dadanya karena terkejut. Abra masih belum bisa melihat siapa yang ditunjuk ibunya. Naya... itu adalah nama istrinya, tapi kenapa ibunya bersikap kasar seperti itu? "Baik, Bu. Maafkan aku... Maafkan aku," ucap Naya sambil menangis, membuat Abra semakin terkejut karena suara itu adalah suara istrinya. Perlahan, Abra masuk ke dalam dan melewati beberapa tamu undangan sehingga ia bisa melihat sang istri yang kini terduduk dengan memilah pecahan gelas dengan sesekali ia menyeka air matanya. Awalnya Abra tidak bisa melihat jelas wajah yang tertunduk itu, namun ketika Naya mengangkat sedikit wajahnya, barulah mata Abra terlihat jelas. Ia tidak menyangka jika itu adalah Naya, istrinya.

...----------------...

"Cukup! Sudah cukup, Ibu. Tolong keluarkan kakimu dari atas istriku!" teriak Abra, yang kini sudah maju dan menampakkan dirinya di hadapan ibu dan ayahnya. Wajah Ibunya langsung berganti ekspresi ketika melihat kedatangan putranya yang tiba-tiba.

Tampaknya semua orang terkejut, bahkan Naya juga terperanjat dengan kepulangan suaminya. Naya hanya bisa menatap Abra, suaminya yang sangat ia rindukan, suaminya yang sangat ia harapkan untuk datang dan membawanya pergi. Beberapa saat suasana menjadi sepi dan tegang.

Abra membantu Naya, sang istri, untuk bangkit. Ia menatap wajah istrinya yang kini kurus, tubuhnya seolah-olah hanya tersusun dari kulit dan tulang saja. Pakaian Naya bahkan terlihat lebih buruk daripada pakaian pembantu di rumah.

Sungguh, Abra sangat sedih ketika melihat orang yang ia cintai disiksa sedemikian rupa oleh keluarganya sendiri, terutama oleh ibunya.

Terpopuler

Comments

Saya Baru

Saya Baru

kasian naya kasih kebahagian thor

2024-12-30

0

Ida Darwati

Ida Darwati

abra bawalah istrimu,,kel mu toxic kasihan naya, uang yg kamu kasihpun ga di berikan oleh nereka

2023-05-26

0

Fiah msi probolinggo

Fiah msi probolinggo

terimakasih untuk semuanya

2023-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!