Bab 6

"Kau muncul dalam mimpiku dan aku tidak ingin terbangun lagi dari mimpiku yang indah ini. Kau tahu... aku ingin kita bersama dalam cinta, meski harus melalui banyak lika-liku dalam hubungan kita. Jika kau seorang ratu, maka biarlah aku menjadi pangerannya. Aku berharap kita bisa melewati setiap badai dalam kehidupan kita. Namun, aku menyadari bahwa aku telah membuatmu menderita dan aku memohon maaf padamu, Sayang," batin Abra sambil menatap wajah Naya yang terlelap dalam pelukannya. Suara penyanyi muda masih terdengar jelas di telinga Abra yang kini berada di rumah Bi Mina.

Setelah yakin bahwa Naya sudah tertidur, Abra membaringkan tubuh istrinya agar lebih nyaman. Setelah itu, ia keluar dari kamar dan mendekati Bi Mina yang saat ini menemani suaminya yang baru pulang dari sawah.

"Maafkan saya, Paman. Abra merepotkan paman dan bibi, tapi Abra akan membawa Naya segera," ucapnya seraya duduk di dekat Paman Budi.

"Tidak masalah kalian tinggal di sini, tetapi saya khawatir tentang keluargamu. Saya dan bibi yakin... keluargamu pasti akan marah dan menuntut. Kami terlambat memberitahumu karena kami tidak punya hp dan nomor kontakmu. Kami khawatir dengan Naya dan melihatnya seperti putri kami yang menikah dengan suaminya," ucap Pak Budi.

"Iya, Paman. Abra sangat berterima kasih pada paman dan bibi. Abra juga tidak menyangka bahwa keluargaku bisa sangat kejam pada Naya," ucap Abra.

"Bibi tidak bisa berkata apa-apa, Abra. Hal yang membuat bibi sakit hati adalah ketika istrimu mengalami keguguran. Keluargamu hanya membawanya ke seorang dukun bayi, bukan ke dokter. Setelah dua hari bibi tidak melihat Naya, saya kira keluargamu sudah berubah dan tidak lagi memperlakukan Naya seolah-olah ia adalah pembantu keluarga. Tetapi saya salah... keluargamu bahkan semakin buruk, dan Naya bahkan pernah mengalami pendarahan. Saya tidak tahu harus berkata apa lagi, tapi ini adalah kenyataan, Abra. Selain itu, bibi mendengar bahwa kamu memiliki wanita lain di Jakarta, sehingga saya dan bibi mulai menyerah mencari informasi tentangmu. Tetapi sekarang, kami bisa menilai bahwa kamu tidak seperti yang kami dengar. Ingatlah, Abra! Naya adalah wanita yang baik. Jangan sia-siakan dia. Meskipun sekarang dia tidak seindah dulu, itu bukan karena kesalahannya sendiri, tetapi karena kesalahan orangtuamu dan adik-adikmu," ucap Bi Mina.

"Abra tahu, Bi. Abra berjanji akan membuat Naya lebih cantik dari sebelumnya, dan akan menjadikan Naya ratu dalam hidupku. Sumpah saya bisa dijadikan bukti, Paman dan Bibi menjadi saksi saya," ucap Abra dengan yakin.

"Paman percaya padamu, Abra. Tetapi ingatlah, godaan bagi laki-laki yang telah sukses biasanya datang dari wanita. Jika kamu bisa mengendalikan pandanganmu, maka tidak peduli seindah apapun wanita yang tidak halal bagimu, kamu tidak akan tergoda untuk mendapatkannya. Dan pastikan kamu selalu bersyukur dengan apa yang kamu miliki saat ini, yaitu Naya," ucap Paman Budi.

Waktu terus berlalu, Abra hanya bisa menyaksikan acara pernikahan itu dari kediaman Bi Mina. Bagi Abra, itu seperti mimpi, bahkan adiknya, Rara, sudah bersikap kasar pada Naya. Hanya mengingatinya saja membuat Abra tersiksa.

"[Bro, tadi Noni Sinta bertanya tentangmu. Kapan kamu kembali? Cie ... kamu sudah mendapat perhatiannya, boss anak]," pesan itu dibaca Abra.

"Kamu sudah punya istri, Bro. Setelah saya kembali, saya akan membawa istri saya ke sana. Janganlah terlalu berharap, hahaha," balas Abra.

"Kamu yakin, Bro?" tanya sahabat Abra.

"Pastilah. Ada apa?" tanya Abra.

"Hanya takut saja... mungkin kamu bisa memanfaatkan perhatian Noni Sinta untuk naik pangkat lagi. Kalau membawa istri, kan seolah-olah kamu membawa pawang," pesan itu tidak dihiraukan Abra.

Abra memang merasa risih dengan perhatian anak bos-nya itu, mungkin itulah yang menjadi rumor bahwa Abra memiliki wanita lain di Jakarta. Karena di tempat kerjanya juga ada wanita dari kotanya; hanya terpaut satu kampung saja.

 

"Abra, kamu yakin akan menginap di rumah kontrakan itu? Tidak bisa kan kamu menginap di sini saja?" tanya Bi Mina.

"Kalau saya tinggal di sini, Ibu dan yang lain pasti akan menimbulkan banyak masalah untuk bibi dan paman. Lagipula, hanya seminggu kok, Bi. Setelah itu, saya akan kembali ke Jakarta bersama Naya," ucap Abra sambil merangkul istrinya.

"Baiklah, jika itu sudah keputusan kalian. Ingatlah, Abra... rejeki lancar karena doa sang istri, jadi janganlah menyia-nyiakan istri Anda. Mungkin di luar sana ada yang lebih cantik, tetapi percayalah, yang ada di rumah Anda lebih cantik karena Anda memintanya di dalam doa," ucap Paman Budi.

"Abra selalu mengingat kata-kata paman. Semoga paman dan bibi selalu sehat," ucap Abra. Abra dan Naya pun mencium tangan Bi Mina dan Paman Budi. Namun, Bi Mina terkejut ketika Abra memberikan amplop pada tangan.

"Apa ini, Abra? Bibi tidak perlu bantuanmu," ucap Bi Mina menolak pemberian Abra.

"Saya ikhlas memberi, Bi. Mohon terima saja, dan terimakasih atas semuanya, paman dan bibi," ucap Abra, yang tetap memberikan amplop berisi uang pada Bi Mina.

"Mudah-mudahan Allah membalas kebaikanmu. Terima kasih, dan hati-hati," ucap Bi Mina.

 

Kebahagiaan yang Bu Sani rasakan tidak sepenuhnya menyenangkan karena pikirannya masih terfokus pada Abra. Meskipun begitu, Abra tetap merupakan anak sulung dan kebanggaannya. Namun, sekarang dia pergi dengan marah. Selain itu, Bu Sani juga memikirkan siapa yang akan membantu melaksanakan tugas rumah setelah Naya pergi tanpa membawa pakaian.

"Bang, kita akan pergi ke mana? Naya tidak membawa pakaian sama sekali," ucap Naya.

"Kita akan membelinya nanti di pasar, Sayang. Abang meminta maaf atas apa yang terjadi pada Naya," ucap Abra sambil menatap wajah yang membuat hatinya senang. Abra tidak pernah bosan meminta maaf atas kesalahan yang terjadi pada Naya.

"Abang tidak salah sedikitpun, jangan minta maaf terus," ucap Naya sambil Abra tersenyum dan mengepalkan tangan Naya. Dia sangat bersyukur karena Tuhan telah memberikan istri yang sangat sabar seperti Naya.

"Maukah kamu berjuang bersama dengan abang setelah ini? Kita akan hidup berdua jauh dari keluarga kita, mungkin akan banyak cobaan dan godaan, tapi maukah Naya bertahan dan selalu percaya kepada abang?" tanya Abra. Tanpa ragu, Naya membalas genggaman tangan Abra sambil menganggukkan kepalanya.

"Aku berjanji akan bertahan di sisi abang, apapun yang terjadi," ucap Naya dengan penuh keyakinan.

Terpopuler

Comments

Whatea Sala

Whatea Sala

Aku takut,Naya masih akan tersakiti,bukankah darah lebih kental dari air,apapun kesalahan orang tua dan saudara,pastilah abra masih memihak mereka,atau sinta yang akan menyakiti naya jika mereka tinggal dijakarta.mm..aku da ketakutan dulu😊

2023-05-25

2

Roslina Dewi

Roslina Dewi

betul itu, paman👍

2023-05-25

1

Roslina Dewi

Roslina Dewi

hati2 bersumpah ntar melanggar sendiri sumpahnya

2023-05-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!