Isak tangis terdengar begitu lirih ketika Naya sudah sendirian di kamarnya. Ia bahkan lupa bagaimana cara tersenyum. Ia memiliki keluarga, namun keluarganya tidak lagi peduli dengannya. Naya merasa kecewa, seolah tidak lagi dianggap sebagai anak mereka. Karena bagi keluarga Naya, anak perempuan yang sudah menikah bukan lagi tanggungan mereka.
Naya merasa sia-sia jika menceritakan apa yang telah ia alami selama ini. "Bang, aku tahu kau mencintaiku. Karena itulah aku bertahan di sini. Jika aku tidak mengingat abang, mungkin Naya sudah pergi. Abang tahu... kita sudah kehilangan bayi kita, bang. Maafkan aku karena aku tidak bisa menjaganya. Aku bukan ibu yang baik, bang," bathin Naya dengan isak tangis sebelum terlelap dalam tidur.
''Apa yang akan kita lakukan, bu? Duit kita sudah pas-pasan," tanya Fitri kepada sang ibu.
''Kau janjikan saja pada suamimu itu seminggu lagi karena kakakmu Abra akan mengirimkan lagi uang untuk Naya. Kita tidak boleh melepaskan calon suamimu, sisa besok, Fitri. Kita harus bisa meyakinkan mereka agar tetap menjalin hubungan ini. Mereka orang terpandang di sini. Bukankah kita juga akan terpandang jika kau menjadi istrinya? Jangan seperti kakakmu, mendapatkan istri miskin!" ucap sang ibu.
"Aku akan bicarakan dengan mas Adi, bu. Aku yakin dia setuju," ucap Fitri seraya menghubungi calon suaminya.
''Fitri, tidak bisakah kau menghubungiku besok? Ini sudah tengah malam," ucap kesal Adi, calon suami Fitri.
"Mas, aku hanya ingin mengatakan, kalau sisanya aku kasih seminggu kemudian, gimana? Sekarang kami hanya memiliki uang pas-pasan, mas," ucap Fitri.
"Ckkkk, kenapa kau bodoh sekali? Besok kan pasti banyak yang hadir bawa amplop, pasti cukuplah untuk kurangnya," ucap Adi, yang saat ini ada dekatnya seorang wanita.
"Tapi kan itu milik ibu dan bapak, mas," ucap Fitri.
"Kau mau pernikahan ini lanjut apa tidak? Kalau tidak, ya sudah gak usah lanjutin. Banyak kok yang akan menggantikan posisimu itu," ucap santai Adi seraya mencumbu sang wanita.
''Kau jangan begitu dong, mas. Kalau pernikahan ini batal, tentu keluarga kami akan sangat malu. Ya sudahlah, besok, setelah acara selesai aku berikan uangnya ke kamu, tapi seperti yang kau katakan, setelah sebulan baru kau akan mengembalikan uang itu ke aku, kan?'' tanya Fitri meyakinkan.
''Iya, cerewet,'' ucap Adi, seraya mematikan panggilannya secara sepihak. Fitri menghela nafasnya secara kasar. Fitri tidak mengerti, mengapa konsep pernikahannya seperti itu? Mengapa pihak wanita yang diminta uang oleh pihak laki-laki, bukankah biasanya pihak wanita yang meminta uang itu?
''Bagaimana, Fit?'' tanya sang ibu.
''Ya, tetap, bu. Mas Adi tidak mau mengerti, dia bilang kan besok pasti ada uang dari para undangan, dia minta uang dari itu dulu, katanya,'' ujar Fitri.
''Apakah bang Abra tidak punya uang sama sekali, bu? Mungkin dia punya untuk diberikan ke Naya,'' ujar Fitri.
''Kau kan tahu sendiri. Kemarin kakakmu sudah mengirimkan uang 25 juta untuk kita. Bahkan uang 1 juta untuk istrinya tidak kita berikan. Kalau kita minta lagi, ibu takut Abangmu akan curiga,'' ucap sang ibu, yang juga disetujui oleh Fitri.
''Kita sudah memperlakukan Naya seperti itu. Semoga saja Abangmu masih lama pulangnya," ucap ibunya.
''Suruh saja Abang menceraikan kak Naya. Dengan begitu, Abang bisa bekerja hanya untuk kita. Abang tampan... Bisalah dia cari istri yang cantik di kota bahkan bisa cari orang kaya, bu," ucap Fitri dan menjadi ide cemerlang bagi sang ibu.
''Kau pintar, Fitri. Ah... Ibu akan memikirkan itu," ucap sang ibu.
''Sekarang istirahatlah. Besok kau harus tampil cantik. Jangan sampai matamu berkantong," seru ibunya, sambil mengusap wajah anaknya yang dianggap sangat cantik.
''Oke, ibuku sayang."
"Naya, kau berikan minuman pada para tamu. Awas... jangan sampai jatuhan!" kecam ibu mertua Naya.
''Baik, bu,'' ucap Naya, seraya langsung melakukan tugasnya.
''Kasihan anak itu. Sudah dari subuh dia bekerja. Setidaknya suruhlah dia istirahat sejenak. Ibu Sani kejam banget jadi mertua. Semoga saja mertua anakku tidak sejahat dia," bisik para tetangga yang membantu dalam hajatan itu.
''Benar, Abra lagi merantau lama. Aku dengar gajinya sudah naik, tapi lihatlah penampilan istrinya semakin memperhatinkan, sedangkan penampilan mertua dan adik-adiknya semakin wah," bisik yang lainnya.
''Sabar banget jadi dia. Kalau aku sudah pasti kabur, belum lagi setiap pagi harus masak, cuci baju satu keluarga. Ah, seperti babu saja," gerutu yang lainnya.
''Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di kota Surabaya," ucap Abra, sambil menghirup udara kota Surabaya yang sangat ia rindukan. Untuk sampai di rumahnya masih butuh waktu sekitar dua jam. Saat ini Abra naik taksi online yang dipesannya melalui aplikasi hijau.
Abra mampir ke warung makan sejenak yang ada dekat tempatnya saat ini. Sebelum taksi online itu datang, ia sudah selesai sarapan. Rasanya tenaganya sudah pulih dan ia tak sabar ingin sampai di rumahnya. Apalagi bunyi suara salon yang akan menggelegar dengan sambutan sang istri yang cantik. Senyuman Abra perlahan hilang ketika ia ingat pesan Bu Mina semalam. Namun, lagi dan lagi ia menepis semua itu. Ia berharap Bu Mina salah lihat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Whatea Sala
Thor.. aku baca bab pertama,mataku sudah mbrabak😢😢
2023-05-24
1