Mendengar ucapan Abra tentu Bu Sani merasa tersinggung.
''Abra, ibu yang melahirkanmu ke dunia ini, kau berani membentak ibu? Apakah istrimu sudah mengatakan yang tidak-tidak tentang ibu?'' tanya Bu Sani dengan derai air mata.
''Jangan selalu menyalahkan Naya, Bu. Dia tidak menceritakan apapun padaku, orang bodohpun akan tahu mana yang benar dan mana yang salah. Ibu, Abra mohon jangan sakiti hati istriku lagi, sudah cukup dia menderita selama ini, Apakah ibu belum puas bahkan dia sampai kehilangan janinnya, bu'' ucap Abra
''Itu karena dia ceroboh, bang.'' ucap Fitri
''Ceroboh kau bilang? Dia hamil tapi kalian menyuruh dia melakukan semua pekerjaan rumah, dia bukan babu yang mana bisa kalian perlakukan dengan buruk, pelayan saja masih di hargai tapi kalian?'' ucap Abra yang sulit percaya jika keluarganya adalah orang-orang yang kejam.
''Abra, ibu katakan sekali lagi, ayo pulang dengan ibu dan tinggalkan istrimu, '' ucap Bu Sani
Abra hanya tersenyum mendengar ucapan sang ibu.
''Silahkan ibu kembali pulang, aku disini akan selalu bersama istriku, '' ucap Abra
''Jadi kau tetap akan memilih istrimu dari pada ibumu? Ibu yang melahirkanmu, ibu juga yang sudah membesarkanmu, bahkan karena doa ibu kau bisa sukses seperti sekarang, ibu tidak mengerti, apa yang sudah istrimu itu lakukan sehingga membuatmu menjadi durhaka seperti ini, '' ucap ibunya Abra dengan memasang wajah sedih.
''Ibu yang sudah membuatku q memilih, silahkan ibu pulang, kami janji tidak akan datang lagi di hadapan ibu, jadi ibu tidak usah cemas lagi,'' ucap Abra dengan santai.
''Bang, sarapannya udah..... ''
''Tunggulah! abang akan sarapan sebentar lagi, '' jawab Abra seraya tersenyum pada sang istri.
"Hei, kau racuni apa otak anakku? Kenapa dia sampai berani pada ibunya?'' tanya Bu Sani pada Naya.
''Sayang, masuklah! Jangan dengarkan apa yang ibu katakan, oh iya... Abang mau sambal mentah, Apakah sudah kau buatkan?" tanya Abra.
"Sudah bang, " jawab Naya
"Terimakasih sayang, " ucap Abra, Naya pun masuk kembali kedalam rumahnya, hatinya tentu masih sakit ketika mendengar kata-kata ibunya.
"Lihatlah bu, Siapa yang tidak jatuh cinta pada wanita penurut seperti Naya, andaikan ibu tidak menyiksa lahir dan bathinnya, dia pasti akan menjadi wanita yang paling cantik di kampung ini, tapi aku mencintai Naya bukan karena wajahnya, Bu. Tapi karena hatinya, ibu tahu.... Meskipun ibu memaksaku untuk meninggalkannya, aku tidak akan pernah meninggalkanya, kalau ibu dan Fitri belum makan, ayo kalau mau ikut makan, istriku sudah masak juga " ucap Abra seraya meletakkan sapu yang sedari tadi ia pegang.
Merasa tidak akan ada jawaban, Abra pun berlalu dari hadapan ibu dan adiknya. Mereka kembali dengan kekesalan yang makin mendalam.
Ridho Allah memang terletak pada ibunya, tapi meluhag kelakuan Bu Sani, membuat Abra berfikir ulang tentang Ridho itu.
...----------------...
"Apakah Abra belum kembali?" tanya Sinta pada temannya Abra.
"Kemungkinan besok atau lusa, Bu" ucap sahabat Abra.
"Kalau dia kembali, suruh langsung menemuiku, ya" ucap Sinta.
"Baik, Bu" jawab sahabat Abra.
Sinta pun kembali ke ruangannya, Ia membaca ulang biodata Abra, Ia berulang kalau membaca status Abra yang sudah menikah, ada rasa nyeri yang ia rasakan, bagaiaman bisa ia jatuh cinta pada suami orang.
"Ayolah Sinta, kau pasti bisa menghapus rasa itu, mumpung masih baru, jadi kau harus siapkan agar kau tak meneruskan rasa itu makin tumbuh, mungkin kau bisa pindahkan Abra ke perusahaan pusat, agar kau tak lagi bertemu dengannya, " ucap Sinta.
"Abra adalah sosok laki-laki yang sangat bertanggung jawab dalam pekerjaannya, pekerjaan Abra pun juga bagus. Iya sangat yakin jika Abra akan lebih sukses jika berada di perusahaan Pusat, meski Sinta tahu bahwa semua itu akan lebih menyakitkan ketika Abra menjadikan istrinya sebagai ratunya.
...----------------...
(Bro, kapan kamu balik? Udah di tanyain terus nih sama bu Sinta) pesan dari sang sahabat
(Katakan saja aku kembali dua hari lagi dan akan bekerja 4 hari lagi) balas Abra setelah menghabiskan sarapannya.
"Karena semuanya sudah berenti, Kita jalan-jalan yuk sayang, " ajak Abra pada sang istri.
"Apakah boleh, Bang?" tanya Naya.
"Memangnya kau tidak pernah jalan-jalan?" tanya Naya, Naya hanya menggelengkan kepalanya, seharusnya Abra yidak usah menanyakan hal itu, seharusnya ia sudah tahu jika keluarganya sudah menjadikan ia babu sekaligus tahanan dirumahnya.
"Bersiaplah, abang kaan menunggu didepan, ya?" ucap Abra. Naya Dengan semangatnya mengganti pakaiannya, Iya juga membolehkan sedikit bedak dan liptint di bibirnya. Setelah itu Naya pun keluar dan menemui Abra.
Abra juga bukan laki-laki yang suka bersosial media, Namun... Abra suka mengkoleksi gambar sang istri, Gambar yang dulu dan sekarang jauh beda, tapi Abra berjanji akan membuat sang istri makin cantik setelah ini.
Sesekali Abra mengambil gambar keduanya , dimana Abra merasa pemandangannya bagus, namun... ketika mereka asyik mengambil gambar, ponsel Abra berdering.
Abra memeluk Naha seraya mengangkat panggilan itu.
''Abra, bagaimana kabarmu dan kau sedang apa? Maksudku... Apakah kau lagu santai sekarang, ?'' tanya Sinta
''Alhamdulillah, Bu. Saat ini santai bersama istriku, '' jawab Abra yang membuat senyum Sinta menghilang.
''Kapan kauntam bersama istrimu, buat nanti aku telepon kau lagi?'' tanya Sinta.
''Maafkan saya, Bu. Saya kesini untuk melepaskan rinduku pada istriku, jadi mungkin sepanjang siang dan malam say akan selalu bersama istriku, Ada apa ya, bu? Apakah ada yang penting?'' tanya Abra.
''Ah, tidak. Baiklah kalau begitu, biar aku tunggu kamu balik, hati-hatu disana Abra, dan juga jaga kesehatanmu,'' ucap Sinta, setelah itu panggilan itupun terputus.
''Siapa bang? Apakah dia bosnya abang?'' tanya Naya
''Anaknya, dia anaknya bos ku, '' jawab Abra seraya mematikan data selulernya, ia tak ingin kebersamaannya dengan istrinya terganggu oleh siapapun.
Abra bukannya sombong atau merasa di butuhkan, tapi ia benar-benar ingin fokus untuk kebahagiaan sang istri.
''Wah, Abra! Kapan kau pulang?'' tanya beberapa. pemuda yang ternyata teman masa kecil Abra.
''Kemaren, bagaimana kabar kalian?'' tabya Abra seraya menyalami mereka satu persatu.
''Ya, masih seperti ini, gak ada maju-majunya jika selalu ada dikampung, Kau sudah enak, hidupmu wes mapan, '' ucap mereka.
''Belum mapan kawan, karena aku masih belum bisa bahagiakan istriku, '' ucap Abra seraya menoleh kearah Naya.
''Bawa saja istrimu, kawan. Disini gak menjamin apa yang kau berikan padanya, akan sampai padanya, '' ucap salah satu dari mereka yang mengetahui kehidupan Naya.
''Aku faham dengan apa yang kau katakan, Maka dari itu, aku akan bawa dia bersamaku, baiklah! aku tinggal dulu ya, mau keliling kampung, '' ucap Abra.
''Oke kawan, Terimakasih rokoknya, '' ucap mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Evi
ridho Allah emg terletak pada ibunya, ank laki" emg milik ibunya, tapi ingat suami yg beristri punya kewajiban membahagiakannya mencukupi kebutuhan a, ingat ya wajib sedangkan pada ibu itu hanya sebatas berbakti.
kewajiban dan berbakti itu berbeda
kewajiban itu harus tak bisa di ganggu gugat.
sedangkan berbakti itu hanya sebatas kemampuan si anak ibu tak bisa menuntut.
itu sih menurut ku 😁😁😁😁
2023-06-26
0
Whatea Sala
Lanjut...
2023-06-03
0
Whatea Sala
Semoga Abra tetap setia,sampai cerita ini tamat.
2023-06-03
0