Perasaan Ibunya Abra semakin gelisah. Ia khawatir jika Abra marah, lalu siapa yang akan memberinya uang tiap bulan. Ibu itu pun mendekati Fitri yang juga ikut cemas. Bukan karena mencemaskan Abra, namun ia cemas karena sang calon suami belum datang. Padahal perjalanan antara rumahnya dan rumah Adi tidak sampai satu jam, tapi saat ini sudah hampir satu jam.
''Fit, bagaimana ini? Bagaimana jika abangmu marah dan tidak memaafkan kita?'' tanya Bu Sani dengan suara yang dipelankan, seraya tersenyum pada beberapa tamu undangan. Rasa malu masih sangat dirasa. Namun, Bu Sani seolah tidak memperdulikan mereka yang bergosip tentangnya.
''Bu, aku tidak mau memikirkan abang dulu. Yang aku cemaskan, Mas Adi belum datang, Bu. Ini sudah hampir satu jam tapi Mas Adi dan kelarganya belum datang,'' ucap Fitri yang terlihat gelisah.
''Yang ibu cemaskan, jika abangmu marah, lalu siapa yang akan mengganti 5 juta itu, Fit? Kau jangan hanya memikirkan itu saja, pikirkan juga ibu, uang ibu ludes karena kamu tahu,'' ucap Bu Sani.
''Ibu ingin mantu kaya gak? Jadi jangan pikirkan abang dulu. Jika Mas Adi sudah ada di genggaman kita, kita juga punya pemasukan lain. Aku akan mengirimkan uang banyak untuk ibu. Aku yakin, uang belanja dari Mas Adi cukuplah untuk menghidupi ibu dan bapak,'' ucap Fitri dengan sombong.
''Ibu tidak mau tahu, uang 5 juta yang kemarin dan yang akan nanti kau serahkan pada suamimu itu, secepatnya kau berikan pada ibu,'' ucap ibunya.
''Jangan khawatir, kalau perlu akan kuberikan dua kali lipat. Udah, ibu turunlah. Banyak yang mengambil gambarku, gak bagus kalau ada ibu di dekatku,'' ujar Fitri.
''Çih, ibu gak kalah cantik darimu ya. Malah lebih cantik kalau ibu masih muda,'' ucap Ibu Sani seraya turun dari dekorasi tempat anaknya berfoto ria. Benar saja, setelah Bu Sani menemui para undangan, tiga buah mobil berhenti di halaman rumahnya. Tentu Bu Sani dan Pak Rusdi langsung menyambut besannya itu.
''Selamat datang, Jeng. Apakah ada kendala selama perjalanan, Jeng?'' tanya Bu Sani.
''Tidak ada, Jeng. Tapi ya gitulah kalau orang kaya, masih lama berhias,'' ucap ibunya Adi seraya melirik pada semua saudaranya yang kini memakai perhiasan seperti toko emas berjalan.
''Wah, perhiasannya banyak banget. Aku yakin Fitri akan memakai perhiasan seperti itu, benar-benar orang kaya,'' batin Bu Sani.
''Jeng Tina benar, akan sangat lama kalau memakai perhiasan sebanyak ini,'' ucap Bu Sani seraya tersenyum penuh dengan kebanggan karena penampilan besannya itu.
''Mari, mari silahkan masuk,'' ucap Bu Sani dan Pak Rusdi. Terlihat senyum Fitri yang mengembang ketika melihat sang calon suami sudah datang.
Di sisi lain, Abra masih berdiri di depan rumah Bu Mina. Ia masih melihat calon adik iparnya itu. Hatinya merasa sangat terluka. Ia mengharapkan kebahagiaan yang akan ia dapat ketika sampai di kediamannya, tapi ternyata salah. Abra menengadahkan kepalanya berharap air matanya tidak terjatuh lagi.
Tok...tok...tok...
Naya yang mendengar suara ketukan pintu itu pun langsung bangun. Ia baru saja sarapan, setelah Bu Mina menyuruhnya untuk membersihkan diri.
''Lanjutkan makanmu. Biar bibi saja yang membukakan pintu,'' ucap Bu Mina.
''Terima kasih, Bi,'' ucap Naya seraya menatap Bu Mina. Tetangga yang paling perduli dengannya. Namun, Bu Sani paling tidak suka dengan Bu Mina.
Benar saja, ketika pintu terbuka, Bu Mina melihat Abra yang tersenyum dan mencium punggung tangannya.
''Masuklah, Abra. Istrimu baru saja makan. Apa kau sudah makan? Kalau belum, gabunglah dengan istrimu,'' ucap Bu Mina.
''Aku sudah makan tadi di jalan, Bi. Terima kasih ya, Bi, Bibi sudah banyak membantuku,'' ucap Abra.
''Kita tetangga, sudah kewajiban bibi untuk membantu kalian,'' ucap Bu Mina seraya membawa Abra ke tempat Naya.
Naya terlihat lebih segar dari saat pertama kali Abra melihat. Meski hatinya masih sakit melihat kondisi sang istri. Melihat Abra mendekat ke arahnya, Naya langsung bangkit dan mencium punggung tangan Abra serta meletakkan telapak tangan itu di pipinya.
''Aku sudah ada di sini. Kau jangan sedih lagi. Maafkan aku,'' ucap Abra yang mengelus kepala Naya.
''Kalian bicaralah dulu. Bibi mau membereskan dagangan bibi dulu,'' ucap Bu Mina yang sengaja ingin menghindar, agar Abra dan Naya bisa bicara leluasa. Setelah kepergian Bu Mina, Abra langsung memeluk sang istri dengan begitu erat. Isak tangisnya sudah pecah. Ia tidak bisa membayangkan apa saja yang Naya alami selama ini. Isak tangis keduanya terdengar begitu lirih. Bi Mina yang masih bisa mendengar itu, hanya bisa menyeka air matanya yang juga ikut terjatuh.
''Maafkan aku,'' ucap Abra seraya menangkup wajah sang istri.
''Bukan salahmu, Bang. Naya tidak apa-apa. Aku bahagia melihat abang pulang,'' ucap Naya dengan tersenyum. Mata yang indah kini terlihat sembab dan berkantong, wajah yang dulu mulus kini terlihat kusam, bibir yang dulu merah alami kini terlihat pucat, tangan yang halus kini terasa kasar, tubuh yang seksi kini seolah tinggal tulangnya saja.
''Kenapa? Kenapa kau tidak mengatakan semuanya pada abang? Kenapa kau tidak cerita pada abang?'' tanya Abra.
''Apa yang harus aku lakukan, Bang? Mereka tidak mengijinkan aku memegang ponsel. Mereka juga selalu mengawasiku jika aku bicara dengan abang. Mereka juga mengatakan kalau abang jarang menelepon karena abang sibuk. Naya hanya bisa berdoa dan berharap agar abang segera pulang. Dan sekarang...apa yang Naya minta, sudah Allah kabulkan. Abang ada di hadapan Naya,'' ucap Naya dengan sesekali menyeka air matanya.
''Ya Allah, Naya. Kau sabar banget, sayang. Maafkan aku...maafkan aku,'' ucap Abra seraya menarik tubuh Naya dalam pelukannya kembali. Bu Mina terharu melihat hubungan mereka. Abra masih sama mencintai Naya dengan begitu dalam. Bu Mina mengira rumor bahwa Abra memiliki wanita lain di Jakarta adalah benar, tapi melihat semua ini, Bu Mina yakin jika semua itu hanyalah fitnah belaka.
Abra sangat kesulitan mendapatkan cinta Naya. Dibutuhkan perjuangan untuk mengejar gadis sederhana itu. Meski keluarganya sempat menentang, Abra berhasil meyakinkan mereka bahwa hanya Naya yang akan menjadi istrinya. Namun, siapa yang menyangka bahwa apa yang ia baca di sebuah novel akan terjadi pada istrinya. Tetapi Abra tidak akan membiarkannya terjadi begitu saja. Setelah ini, Abra akan membawa Naya ke Jakarta dan berjanji akan menjadikan Naya ratu dalam hatinya dan di istananya.
''Apakah kamu yakin bahwa Abra hanya akan tinggal seminggu di kampungnya?'' tanya seseorang pada sahabat Abra di tempat kerja. ''Ya, saya yakin, Nona. Karena Abra telah mengatakan bahwa dia ingin menghadiri pernikahan adiknya dan ingin melihat istrinya,'' jawab teman Abra. ''Apa? Istri?'' tanya sosok itu tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Ida Darwati
karma akan dtg pada kel toxic fitri dan rara
2023-05-26
0
Ida Darwati
yah miss jangan di tambah pelakor dong,penderitaan naya sdh banyak,,jangan gitu dong ceritanya,,wanita solehah sebenarnya naya,, jg lagi ada duri dalam daging
2023-05-26
0
Whatea Sala
Jadi yang nangis ada 4,Naya Abra bi mina dan aku😢😢😢
2023-05-25
0