Di Perjalanan Pulang.

"Jadi, bagaimana? Apakah kamu puas?"Wanita yang tegas membuat nyaliku yang besar menjadi kecil.

"Apakah tindakan berbahaya itu membuatmu puas? Tidak menghubingiku beberapa bulan? Dan terus melarikan diri? Bukankah kita setuju untuk menjadi anak dan ibu? Tapi kenapa kamu terus menghindarku?"Aku melupakannya...

Gadis di depanku, berusia enam belas tahun. Dia adalah wanita yatim piatu. Pamanku adalah yang menemukannya dan merawatnya sejak dia berusia lima tahun.

Dan aku bertemu dengannya taklama setelah paman membawanya.

Namanya: Alice BlackSword, dia memiliki nama keluarga kami. Karena dia sudah di anggap keluarga kami secara sepihak. Awanya dia sangat imut dan selalu memegang tangaku saat di ajak berkeliling. Namu setelah dia terbangkit di usia 13 tahun.

Dia mulai bersekolah, mempelajari sesuatu yang membuat dia menjadi tegas. Juga ketegasannya lebih parah ketika mengetahui bahwa aku sedang mencari manabeast kelas SS.

Juga dia sangat khawatir setelah mengetahui kutukanku. Itu dimana aku memintanya untuk menjadi ibuku. Dan darahnya mengalir di dalam diriku, sementara darahku mengalir dalam dirinya.

Ini adalah kontrak darah. Dimana kamu bisa memiliki anak kandung tanpa melahirkan. Namun darahmu mengalir didalam anak tersebut.

Aku membuat artefak tersebut. Namun hanya berguna jika kedua pihak benar-benar menyetujuinya.

Awalnya ibu menolak saat itu. Namun setelah mengatahui kutukanku, dia sangat sedih dan terus menangis. Dan saat dia tenang dia setuju dan kami mulai menjalani hubungan ibu dan anak.

Tapi dengan satu syarat... aku harus menghubungin selama seminggu sekali. Karena itulahh aku memelihara gagak bodoh itu. Dia kadang menjatuhakn suratku... bahkan terlambat mengirimnya karena mogok di perjalanan karena melihat banyak makanan di depannya.

Dan di depanku, iblis mulai mengakat tangannya dan menarik telingaku. Sementara aku hanya bisa pasrah. Dia juga tidak percaya dengan ceritaku.

Aku bersumpah akan menjualmu! Crow!

******

Beberapa menit berlalu, akhirnya ibu mulai tenang. Sementara aku mulai berbaring dengan kepala di pangkuannya. Dia merawatku benar-benar seperti putrnya, juga sikpaku... aku menyuakai sikapku yang kenak-kanakan kepadanya.

Aku menyukai tangannya yang lembut mengelus kepalaku.

"Ibu... ini terakhir kalinya aku menjadi petualang,"Kataku memecah keheningan yang menenangkan.

"Ah? Benarkah?"Dia mengelus kepalaku, dengan senyum senang si wajahnya. "Ya, tetapi aku juga tidak akan menemui ibu lebih dari satu tahun... mungkin..."

Seketika senyumnya hancur, dia berdiri. Wajahnya tidak terbaca, namun aku mengetahui perasaanya. Dia sangat ingin menghabiskan waktunya lebih lama denganku.

"Terkadang aku juga memerlukan pelajaran... Fel..."Gumamku sambil mengingat Felicia yang menungguku.

Segera aku beridir, aku hendak menghampiri ibu. Namun aku tidak bisa, kemungkinan dia akan menahanku.

"Baiklah..."Segera aku mulai berbalik dan membuka pintu. Dan saat itu pelukan memelukku dari belakang, itu cukup erat dan membuatkululuh.

"Ibu..."

"Bisakah kamu lebih luangkan dirimu? Dua bulan saja sudah begitu berat bagiku... bagaimana satu tahun?"Dia mengendus dan menangis.

"Baiklah... satu bulan..."Aku berbalik, dan memeluknya. Kami berpelukan cukup lama, hingga ibuku sudah bisa melepaskanku. Dia mencium keningku sebelum membiarkanku pergi.

Dan saat itu aku mulai bergerak menuju gerbang teleportasi. Namun seseatu yang penting belum selsai. Anak nakal itu menatapku dengan marah. Dan berlari dan memukul perutuku.

"Untuk apa itu?"Aku bertanya saat dia mulai terengah-engah.

"Bodoh, kau pensiun?"Dia menatapku dengan wajah yang tidak bisa menahan airmata. Dia berpisaha keras untuk menghilangkannya, namun itu terus keluar.

"Hm..."Aku mengangguk. "Baiklah!"Dia memukulku, sebelum berbalik tanpa sepatah katapun.

POV VANESY GLORY:

Idiot, kau pikir aku tidak tahu kau menangis untukku. Dan menciumku untuk menuangkan obat padaku yang sekarat...

Aku berjalan, sambil terus terisak dan menangis. Aku mencoba untuk berhenti namun tidak bisa, sampai Yeon memanggilku.

"Ves!"

Aku menoleh kearah Yeon yang berada di gerbang teleportasi. Aku tidak tahu apa yang di katakan dan gumamkan. Tapi aku bisa mendengarnya dengan jelas, membuatku berlari kearahnya.

Namun aku terlalu lambat, Yeon sudah berbalik untuk masuk kegerbang teleportasi.

POV YEON BLACKSWORD:

"Ini mungkin terdengar gila... tapi  aku menyukaimu. Aku berharap kita bisa selalu bersama... ah lupakan, aku hanyalah bajingan terkutuk. Dan lagipul, aku sudah memiliki orang yang aku cintai. Dan itu bukan satu..."Segera aku berbalik, tanpa sepatah kata.

Aku merasakan sensasi teleportasi sebelum mendatkan diriku di ruang terbuka.

Aku bukan haus akan perasaan pada wanita, melainkan kenangan. Aku entah kenapa tidak mau melupakan kenagan-kenangan itu. Dan mengingat kutukanku yang menghapus ingatan, aku takut melupakannya.

Ingatan tentangnya tidak akan pulih jika aku tidak bisa bertemu dengannya langsung. Karena itu aku berharap bahwa dia tetap bersamaku.

"Crow, kemarilah,"Aku memanggil gagak bodoh yang mulai menujukan dirinya bersama Fel.

"Cow! Makan!"Dia berkokok, sementara ku mulai mengikat surat di kakinya. "Saat Ves keluar dari sini, berikan ini."

"Coo! Coo! mengerti!"Dia mengepakan sayapnya dengan semangat.

"Bagus, jika sudah aku akan memberiandagingmu,"Kataku, membuat dia lebih bersemangat.

"Ayo, Fel..."

"Baik, guru..."

Segera kami mulai perjanan untuk pulang, namun ada sesutu yang ku ingat. Aku harus mengunjungi Rinia untuk memberikan dia sesuatu. Karena itu kami mulai berbelok, kearah hutan Elshire.

Menavigasi hutan berkabut adalah hal mudah bagiku. Namun di tengah jalan aku menemui masalah. Sebuah bandit yang sedang menculik para elf.

Mau itu laki-laki atau seorang gadis, dia menculik semunya. Bahkan wanita elf hamil sekalipun. Dan pada saat itu aku mulai bergegas memulai misi penyelamatan.

Misi penyelamatan adalah hal yang tidak mudah seperti melawan Beast. Namun berbeda dengan manusia. Meskipun mereka bandit, mereka memiliki strategi formasi yang mematikan.

Aku maupun Fel bekerja sama, dan tidak berani melakukan hal yang ceroboh. Kami membunuh para bandit secara diam-diam. Namun yang membuatku takjub adalah Fel, dia mengangumkan dan sangat ahli dalam bersembunyi dan membunuh secara diam-diam, jadi itu lebih sebentar dari yang aku pikirkan.

Segera setelah membunuh para bandit, aku membebaskan mereka. Untung saja orang yang di kirim oleh Rinia sudah kembali padaku, jadi aku memintanya untuk membawa elf yang ketakutan pergi.

Mereka takut padaku, dan meludahiku yang menyelamatkan mereka...

Aku tidak marah, juga aku menghindari semua itu. Tapi yang paling menganggu adalah, gadis Elf yang tidak lebih tua dari ibuku.

Dia menatapku dengan penuh hormat, dia berterimakasih padaku. Juga saat aku mulai meninggalkan orang yang dikirim Rinia dia memanggilku.

"Tunggu! Tuan, bisakah kamu mengantarku kesuatu tempat?"Gadis itu memanggilku.

Segera aku memiringkan kepalaku. "Kau meminta bantuan pada Manusia?"

"Tidak, itu... Elf itu... dari keluarga Grephin, kan?"Aku mendengar itu mengangguk.

"Ya, lalu?"

"Bukankah umurnya 15 tahun? Dan itu miliki Nenek Rinia? Jika kamu tidak keberatan, bolehkah kamu membawaku padanya? Seseorang menungguku di sanah."

"Kepercayaan dirimu cukup besar, tapi aku manusia, loh?"Aku menunjuk diriku.

"La, lalu kenapa kamu menyelamatkan kami? Bukankah itu karena permintaan nenek Rinia?"

"Tidak, aku kebetulan lewat,"Jawabku, dengan datar.

"Tapi... tetap saja, kumohon bawa aku padanya..."Dia menatapku dengan sedih.

"Ck, baiklah, ikut aku jika kamu bisa sanggup mengejarku,"Kataku sambil berbalik kebelakang.

Tepat saat aku hendak melompat kedahan pohon, tangan yang lembut meraih tanganku.

"B-bawa aku bersamamamu,"Dia memegang tanganku dengan erat.

"Tidak, hei... argh, baiklah,"Mengkatnya dari tanah, aku meraihnya kepelukanku.

"Aya, aku akan pergi,"Aku menoleh pada elf muda yang tangguh. Dia yang sedang melepas ikat kuda terkejut, saat melihat orang yang ada di pelukanku.

"Tunggu! orang..."Aku mengabaikannya, karena gadis di pelukanku mendesakku. Segera aku melompat kedahan pohon dan kedahan pohon lain.

"Fel, kamu di situ?"Aku bertanya saat melewati pohon berlubang.

"Ya, Guru..."

"Eh? Siapa orang yang di pelukanmu?"Dia tercengang saat mengikutiku dengan sejajar.

"Na—namaku..."Saat elf hendak memperkenalkan dirinya, aku mempercepat laju pelarianku. Aku takut terdeteksi oleh kabut pelacak. Jadi aku bergerak sangat cepat, dan lompat sini lompat sana sampai elf di pelukanku tidak bisa menyulap penghalang lagi.

Namun aku berhasil tepat waktu sebelum wanita ini tak sadarkan diri.

"Kita, sampai..."Kataku sambil menurunkannya yang mulai terhuyung.

"Te-Terlalu cepat, aku... Ugh..."Dia bersandar ke dahan pohon dan bersiap untuk muntah. Namun aku segera mengalihkan perhatianku.

Aku menatap rumah pohon di depanku. Itu tidak jauh dari sini. Segera aku berjalan kesana.

Namun setiap aku melangkah mendekat, aku bisa mendengar keributan.

—Tidak! Kemana dia, bukankah dia di bawa oleh bandit?!

—Tenanglah, nak! Rinia, cepat hubungi Aya secepatnya, bahwa tunangan pangeran menghilang di sanah.

—Baik, tapi kumohon tenang! aku sudah menghubungi seseorang!

*Click*

Aku menarik kenop pintu, sebelum membukanya. Keheningan terjadi, sementara dua pria berzirah perak terlihat di depanku. Mereka terlihat tampak sedang kesulitan.

Namun perhatian mereka teralihkan padaku. Begitu juga wanita di antara mereka. Di tangannya adalah sebuah orb.

Sementara saku di jubahku mulai bergetar. segera meraih itu dan aku menjawab.

"Yah, aku di sini..."

"Manusia? Kenapa disini ada mahluk menjijikan disini!"Pria elf yang lebih muda menghunuskan sebuah rapier yang di lapisi oleh mana angin.

Sementara itu, pria yang lebih tua dengan wanita mencoba menghentikannya. Namun sudah terlambat.

Menusuk tepat di jantungku, aku menghindarinya dengan mulus. Aku meraih tangannya setelahnya. Memutarnya kebelakang, aku membiarkan pedang itu jatuh sementara pria itu mulai jatuh terssungkur.

"Apa-apaan bocah ini?"Aku menatap Rinia dan Virion yang terbelalak. Sementara kakiku menginjak tubuh pria itu, dengan tangannya yang kuputar kebelakang membuat dia berteriak kesakitan.

Dia terus menggila bahkan dalam keadaan itu dia tetap melawan.

"Nak, Alduin! jangan bergerak, jika tidak lenganmu akan patah!"Virion yang memperingati dengan tegas.

"Ayah! cepat bantu aku membunuh bajingan ini!"Pria yang meronta di kakiku membentak ayahnya.

"I—itu... itu tidak bisa,"Virion hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Ayah, kenapa... Argh!"

"T-tuan... a-apa yang kamu lakukan!"Triakan menyentakku.

*Bang!*

Sebuah ledakan menghantam wajahku. Cukup keras untuk menhancurkan kusen dan melemparku kesudut ruangan. Aku jatuh tepat di sebuah perabotan rumah berada. Dan itu hancur, sementara aku berada dalam kondisi terbalik.

Aku juga sedang melihat orang yang meledakan tekanan air di wajahku. Itu wanita sebelumnya, bergerak kearah pria yang ku injak.

"Kamu tidak apa-apa?"Dia bertanya dengan cemas.

"Sampai kapan kalian berdua ingin melihatku?"Aku bertanya pada Rini dan Virion yang mulutnya terbuka lebar melihatku.

"Kakak, maaf..."Rinia berlari kaarahku dan membantuku berdiri.

"Tidak, hentikan sikapmu itu!"Virion praktis menegur anaknya yang sekarang mulai meraih rapiernya.

"Kamu baik-baik saja?bagaimana dengan wajahmu?"Dia memegang pipiku yang sakit.

"Aku baik-baik saja,"Kataku sambil memegang pipiku yang memar. Segera aku menghela nafas, tanganku turun meraih obat di cincin dimensi.

Sementara ruangan menjadi hening, namun prubahan atmosfer terjadi ketika aku bertanya. "Jadi? Bagimana kalian bisa menjelaskan semua ini?"

POV RINIA DARCASSAN:

Ini gila... apa yang sebenarnya kakakku lakukan. Atsmosfer tiba-tiba berubah. Itu terasa berat, bahkan membuatku tidak sanggup berdiri.

Udara juga terkuras saat kakaku mulai mengoles obat kewajahnya. "Kekasihku bisa marah jika melihat ini,"Gumamnya, segera dunia kembali seperti semula.

Sementara dunia menjadi sangat hening. Tatapan semua orang tertuju pada kakaku yang mulai berjalan dan mengambil bangku.

"Jadi..."

"Maaf, ayah... ini salahku karena salah mendidiknya?"Virion yang berkata, bukan aku. Itu membuat ruangan menjadi hening.

"Ayah, apa mak—"

*Plak!"Virion menampar putranya dan menjelaskan. "Dia adalah ayah ibumu. Kau sering mendengarnya dari mulut ibumu, kan? Namanya adalah... Yeon BlackSword."

"Jangan mempermalukanku, karena diajuga ayahku..."Virion sepertinya sudah menerimanya.

"Tidak mungkin... manusia ini..."Dia berhenti saat tekanan dari ayahnya membebaninya.

"Jadi... ini adalah putramu dan Lania?"Yeon menatap putra Virion.

"Ya, perkenalkan, ayah. Dia Alduin Eralith, sepertinya dia mewarisi sifatku, jadi mohon maafkan dia jika sedikit lancang."Virion menggaruk bagian kepalanya.

"Tidak masalah, santai saja. Dan tolong panggil aku seperti biasanya."

"Paktua?"Kataku mengangkat alis.

"Na... namaku, bodoh..."Jawabnya sambil menatapku datar.

"Baik, ayah... maksudku Tuan Yeon."

"Itu membuat kita terlalu jauhh, ganti lagi,"Yeon tanpa takut mengetuk kepala Virion dengan gagang pedangnya.

Alduin yang melihat itu mulai memerah karena marah atas propokasinya yang terang-terangan. Namun Virion menatapnya dengan cemberut di wajahnya. Membuat dia meringgis dan menunduk diam.

"Eh, ya... Yeon..."

"Nah..."Yeon mengalihkan perhatiannya, pada gadis yang sedang memerah karena malu dengan wajah bersalah.

"Jadi..."

"A-aku... Merial Ivansia... aku tunangan Alduin. Dan tolong maafkan aku, Kakek."

"Pufft!"Aku dan Virion hampir tidak bisa menahan tawa. Sementara Yeon mulai menatap tajam pada kami. Aku maupun Virion mati-matian untuk menahan tawa, karena kami takut terkena pukulan seperti beberapa waktu lalu.

"Jadi... tunangan? Kapan acara pernikahannya akan di laksanakan?"

"Tahun ini, tapi jangan berharap bahwa kami akan mengundangmu,"Alduin yang menjawab dengan ketus.

"Wow, berapa umurmu?"

"Lebih 36 tahun, apa urusanmu?"

"..."Mendengar itu, Yeon mulai menoleh pada Merial dan tersenyum lembut.

"Lalu, bagaimana denganmu?"

"A-aku, aku berusia 16 tahun!"Merial bersemangat dengan wajah memerah.

"Begitu, kalau begitu... Aku tidak merestui kalian..."Yeon menatap Virion sementara ruangan menjadi hening.

"Tidak! Ini tadak ada hubungannya dengan!"

*Plak!* Sebuah kerikil menabrak dahi Alduin.

"Apa yang—"

*Plak!* Dia menerimanya sekali lagi. Dengan itu akhirnya dia bisa diam.

"Ini, tidak ada hubungannya denganmu..."Dia menatapnya dengan kebencian.

"Ya, aku juga tidak suka ikut campur masalah orang lain... tapi..."Yeon menunjuk Alduin.

"Darahku mengalir di dalam darah ibumu. Dan itu juga sekarang mengalir di dalam dirimu. "Karena itulah aku melakukan ini demi kelangsungan hidup keturunan putriku."

Alduin yang mendnegar itu tercengang, dan tidak mengetahui fakta ini. "Ya, kalian bisa hidup bersama tanpa moral. Kecuali kau Alduin..."Yeon memiringkan kepalanya pada Virion.

"Virion, pikirkanlah martabat raja selanjutnya. Umurnya lebih dari 30 tahun. Namun dia menikahi wanita yang baru mencapai umur 16? Sementara rata-rata gadia elf minikah pada usia 25 tahun."

"Itu benar, aku maupun Lania dan Rinia juga berpikir seperti itu, Ayah. Karena itulah kami akan mengundur pernikahannya sampai umur Merial setidaknya di umur 19 tahun.

"Tudak mungkin, ayah... ini... Tidak ada di dalam perencanaan pernikahan."

"Diam, kamu boleh mengeluh, ini belum terlambat, karena ini belum tersebar kepublik. Dan bagaimana denganmu, Merial?"Virion bertanya pada calon menantunya.

"Aku setuju, ayah. Aku juga tidak ingin menghancurkan martabat yang sudah di bangun oleh nenek moyang keluarga kerajaan ,"Dia menyetujuinya.

"Tidak itu..."

*Plak!* Krikil terbang lagi kearah wajahnya.

"Ka-kakek, kumohon jangan bersikap kasar padanya,"Merial memohon pada Yeon.

"Hemm... baiklah-baiklah..."Yeon melambaikan tangannya, segera menoleh padaku dan Virion yang menatapnya dengan rasa iri. "Apa?"

"Kau tidak pernah memukulnya? Itu curang, tahu?"Aku dan Virion berkata bersamaan.

"Apa maksudmu... ah?"Dia mulai membuat seringai di wajahnya. "Merial dan Lania memiliki sifat yang sama. Itu imut dan memiliki hati yang lembut... jadi aku tidak akan memukulnya."

"Curang... itu curang..."Virion mendengus.

"Ck, lupakan keluhan kalian itu. Dan seperti janjinya, aku membawakan ini."Yeon meletakan sekotak botol kaca yang memiliki cairan bercahay emas.

"Ah? Itu!"VirIon berlari dan menatap benda itu. "Ini sama seperti elixir yang sering Lania minum. Namun itu sudah habis, dan baru di bawakan oleh kakak hari ini.

"Dengar ini, awasi dia..."Untuk pertama kalinya Yeon bersikap sangat serius.

POV YEON BLACKSWORD:

"Jangan biarkan matanya bersinar. Karena itu mempengaruhi tubuhnya,"Kataku sambil memberikan botol itu pada Rini dan Virion.

"Aku tahu di antara kalain tahu ini. Aku bisa membuat ini selama lima tahun sekali, kuharap kalian bisa menjaga Lania kecilku. Jangan biarkan dia menggunakan kekuatannya lagi..."

Ruangan menjadi hening, dan Virion mengangguk. "Baik, ayah."

"Masing-masing botol akan memberikanmu duapuluh tahun kehidupan. Namun penggunaan kekuatan Lania snagat broros, jadi kuaharap kalian bisa menahannya selama limatahun."

"Baik, ayah..."Virion yang tersenyum cerah menatap elixir di tangannya.

"Ya, kalau begitu aku pergi dulu. Aku tidak yakin kapan aku akan kembali, namun kemungkinan taklama lagi aku akan menjadi bayi lagi."

Terpopuler

Comments

Heydra

Heydra

Wah, ibunya tegas tapi lembut. Btw... Mcnya berubah jadi bayi lagi, kah?

2023-05-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!