Ruang Penempaan, Dan Sebuah Lab

"Aku tidak takut, ayah,"Lydia membantah.

"Tapi, kenapa wajahmu memucat?"

Aku bertanya padanya, dimana wajahnya sedikit pucat dan berkeringat.

"I-ni... bukan ruang penyiksaan, kan? Seperti yang ayah ceritakan dalam dongeg, dimana penyihir menyiksa musuhnya di ruang introgasi..."Dia menatap lorong di depanku dengan waspada.

Sementara aku mulai menatapnya datar, dan menjawabnya. "Sepertinya aku mulai menyesal karena menceritakan dongeng itu padamu."

"A-ayah, bukan itu..."Dia tergagap, namun segera mengambil lenganku.

"Kamu terlalu di pengaruhi oleh cerita hayalan, sayang,"Kataku sebelum kami menuruni sebuah tangga spiral yang muat oleh dua orang.

"Bukahkah ayah selalu mengatakan dia akan datang jika kami tidak tidur malam hari?"Dia menggenggam erat tanganku.

"Kamu sudah dewasa, Lydia sayang. Seharusnya kamu tahu itu hanya cerita,"Aku terkekeh.

"Oh..."Dia mengangguk mengerti, sementara aku mulai berbicara lagi.

"Untuk sekarang, jangan terlalu di pengaruhi oleh itu."

"Baik, ayah."

"Tapi... Entah kenapa semakin dalam kita menuruni tangga. Semakin tipis udara disini..."Gumam Lydia sambil memegang erat tanganku.

"Takut?"Aku membuat seringai padanya, dan dia tersipu dan sedikit mengangguk. "Sebentar lagi penyhir jahat akan datang, dan menangkapmu. Tidak... aku akan memberikanmu padanya."

"Ayah!"Dia dengan wajah ketakutan menatapku tidak percaya. Seketika aku tertawa. "Tenang, sayangku. Itu hanya lolucon~"

"Tidak lucu!"Dia mengembungkan pipinya. Dia adalah naga, tapi kenapa setakut itu dengan penyihir kejam, tapi melihat reaksinya ini, membuatku tersenyum sambil melihatnya yang mulai mengoceh tidak jelas. "Reaksimu sama seperti Lyria. Sehingga aku mengira kamu adalah dia."

"Apakah ayah menyukaiku?"Lydia menatapku, dengan wajah yang memerah. "Lebih baik menjadi diri sendiri daripada orang lain, Sayang,"Jawabku.

"Maksudnya?"Dia menatapku, dan aku menjelaskan. "Setiap orang memiliki pesonannya masing-masing. Dari pada pesona lain yang sudah pernah di lihat, lebih baik pesona yang baru pertama kali di lihat, agar kamu bisa menarik perhatian pasanganmu."

"Intinya, jika kamu memasang pesona Lyria. Aku hanya akan lebih menyukai Lyria, dan menginginkan nya."

"Jadi, apakah pesona baru akan membuat ayah tertarik padaku?"Lydia bertanya padaku, sementara aku tertawa. "Itu mustahil, karena aku ayahmu~"Jawabku.

Aku tahu reaksinya tadi adalah alami, tapi aku membuat alasan yang lebih baik untuknya. Maafkan aku, Lydia.

Setelah beberapa menit menuruni tangga yang melingkar, aku mulai mengamati area di sekitar, aku bisa merasakan udara semakin menipis dan dengan hawa panas yang menyelimutinya.

"Di area ini memiliki oksigen yang tipis, sepertinya kita hampir sampai,"Aku mengumumkan sambil menatap Lydia yang terdiam, mungkin karena penolakanku yang jelas.

Bagimanpun aku adalah Ayahmu, Lydia.

Taklama berpikir seperti itu, kami menemukan pintu logam, sebelum membukanya dengan suara yang berdengung.

*Pssshhh!*

"Ah?"Lydia tersentak ketika oksigen yang segar mendesis dan keluar dari balik pintu dan menerpa wajahnya. Sementara matanya tertuju pada ruang kerjaku yang luas. Sebuah perpaduan dari ruang penempa dan sebuah lab.

Dimana ruang penempa dan sebuah lab terpisah oleh sebuah kaca tebal. Disana juga terdapat perabotan khusus dengan sebuah objek yang asing bagi Lydia. Sementara di ruang penempa terdapat berbagai senjata berjejer di dinding dan kotak-kotak di susun dengan rapih.

"A, ayah... apa itu, besar sekali?"Lydia berlari dan menempel dari balik kaca. Dia menatap kagum pada sebuah objek yang belum sempurna. Sebuah kerangka logam yang tingginya sepuluh meter.

"Itu sebuah kerangka Knight Golem,"Jawabku sambil menutup pintu di belakangku.

"Knight Golem? Itu terdengar sangat luar biasa!"Lydia berbinar. "Apakah itu nanti akan hidup?"Dia kembali bertanya dan menatapku dengan bersemangat.

Mengangguk dengan senyuman, aku menjelaskan. "Ya, itu akan hidup, bukan hanya itu, aku bisa mengendalikannya, bahkan itu bisa aku jadikan sebuah senjata pamungkas."

"Benarkah? Itu kerena!"Dia berseru lebih keras.

"Tapi, ayah bukankah itu belum sempurna?"Lydia merenung dan aku mengangguk.

"Itu hanya kerangka, dan kekurangan matrial adalah masalahnya, dan aku sudah menghentikan proyeknya dua tahun yang lalu."

"Tunggu, dua tahun yang lalu?"

"Ya, tapi aku membuat sesuatu yang lain, dan lebih penting untukku sekarang,"Jawabku sambil menoleh kesebuah meja dimana sebuah sarung tangan cakar ku letakan di sanah.

"Ikut aku,"Aku menarik Lyria untuk melihatnya lebih dekat.

"Wah, ini indah!"Lydia menatap kagum pada sarung tangan cakar yang memiliki warna seperti sisik naganya, hitam kemerahan.

"Kupikir begitu, tapi ini masih jauh lebih buruk dari pada karya lama yang ku buat. Mungkin... ini hanya rongsokan?"Kataku sambil mengingat armor lamaku.

"Benarkah? Tapi... bukahkah ini terlihat bagus?"Dia menatapku dengan penuh harap.

"Jangan terlalu berharap, sayang, ini kusus untukku,"Aku menatap datar padanya, dan dia mulai mengembungkan pipinya, dan bergumam. "Pelit."

Aku yang melihatnya tertawa kecil dan berkata. "Ini di buat untukku, dimana ini bisa membantuku menggunakan mana."

"Apa! Benarkah?!"Lydia berbinar.

"Ya, namun ini hanya bersifat eksternal, dan aku tidak benar-benar menggunakan mana, dan aku juga baru menyelsaikan satu bagian armornya,"Jelasku sambil meraih sarungtangan itu.

"Dan juga... aku belum mengujinya. Karena aku lupa tentang pengolahan mana stone,"Tambahku sambil menekan  bagian punggung lengannya. Dimana dengan suara klik, sebuah celah terbuka dan memperlihatkan sebuah perangkat pengambilan mana dengan rune di bagian dasarnya.

"Wah~ alangkah baiknya jika yang lainnya melihatnya~"Lydia bergumam, lebih pada dirinya sendiri.

"Itu bagus, namun aku takut tanpa pengawasan, kalian akan terluka. Jadi tolong rahasiakan ini,"Aku menolak, terlepas dari kekhawatiranku yang sangat besar pada mereka.

"Maaf, ayah..."Lydia tertunduk, dan aku yang melihat itu segera menghiburnya.

"Tidak apa-apa, dan..."Mendekatkan sarung tangan pada Lydia aku melanjutkan. "Bisakah kamu memberikan sedikit mana pada benda ini?"

Lydia awalnya sedikit ragu, namun dia mengangguk. "Baiklah,"Segera dia menyalurlan mana pada perangkatku. Sebuah dengungan kecil terdengar, dan siulan menandakan pengisian mana di lakukan.

"Oh, cukup,"Aku menghentikan Lydia ketika salah satu rune bersinar merah.

"Ayah, bukankah itu terlalu sedikit? Aku hanya mengisinya sedikit dari manaku,"Lydia menatapku.

"Ya, memang inilah kapasitas yang bisa di tampung oleh benda ini. Jika terlaku berlebihan itu akan meledak,"Jawabku dengan senyum tipis.

Dia yang mendengar itu wajahnya tiba-tiba berkeringat. "Oh,"Dengen itu, dia tertuduk lagi karena suatu alasan.

Kamu tidak berpikir untuk menambahkannya lagi, kan? Aku bertanya di dalam hati.

"Baiklah, mari kita coba ini,"Segera aku memasang sarung tangan di tanganku. Meskipun sudah mencoba mengenakannya beberapa kali, ini tetap berat dan menghambat gerakanku.

Mengepelkan lenganku, segera perangkat aktif dan mana berpusat pada beberapa titik penyaluran mana di sarung tangan. Aku bisa merasakn kehangatan di luar kulitku, dan juga sebuah mana murni menyelimuti sarung tanganku.

"Woah..."Lydia lagi-lagi berbinar cerah. Sementara itu aku mulai meningkatkan output mana, dan sarung tangan berdengung.

"A-ayah... kenapa itu bersuara?"Lydia terbelalak.

"Tenang, ini adalah suara muatan mana. Dimana sebuah mana bekumpul di satu titik, dan berputar seperti inti. Aku menyebutnya..."

[Mana Engine]

"I-itu nama yang keren!"Lydia melompat sementara aku tersenyum karena merasakan sebuah prasaan yang familiar di tangan kananku...

*Bzzzh!*

"Eh?"Sebuah suara samar yang tidak menyenangkan terdengar, sebelum...

*Bom!*

Mana yang berputar menyebar dan membuat gelombang kejut cukup besar untuk mendorong Lydia kebelakang, dan prabotan mulai berjatuhan.

"Ayah!"Lydia berteriak ketika sebuah api melahap tangan kananku.

Tampaknya, matrial yang kugunakan tidak sanggup untuk menampung pusaran mananya.

"Ayah, bertahanlah!"Lydia mulai bersinar, dan rambut merah seketika menjadi putih kebiruan. Dengan mata merahnya yang menjadi biru, dan sebening kristal.

"Padamlah!"Lydia berteriak saat menembakan air es ketanganku. Seketika api padam di tanganku.

"A-ayah... biar kulihat!"Lydia menarik tangan kananku, memeriksa bagian bajuku yang terbakar sampai siku, sebelum menarik sarung tangan yang retak. Dia melihat tanganku denggan tatapan yang sangat cemas, sebelum menatapku. Memeriksa apakau aku kesakitan atau tidak. Sebelum dia memeriksa tanganku sepenuhnya.

Melihatnya seperti ini, membuat dia bebenar sangat mirip dengan Lyria...

Apakah dia anak dari Lyria dan aku di masa depan? Pikirku sambil terkekeh kecil.

Setelah memastikan tidak ada luka bakar, dia menghela nafas lega.

"Huuh... untung tidak ada luka bakar."

"Atribut itu di lengkapi oleh pengaman, jadi jangan khawatir. Terlebih lagi..."Menunjuk kelangit, aku meneruskan. "Disanah ada sebuah sensor untuk sistem pemadaman api, jadi jangan khawatir aku akan terbakar."

"Ayah!"

"Ah?"Aku terkejut dengan Lydia yang membentakku.

"Y-ya, sayangku?"Aku bingung, melihatnya yang tertunduk sambil menyeka airmata.

"Setidaknya... beritahu aku..."Dia mengangkat pandangannya yang hampir menangis.

"A-ah... ya, maaf... aku hampir lupa tidak menjelaskan sistem pengaman..."Aku menggaruk kepalaku.

Aku hampir lupa, meskipun dia terkadang dewasa, sebenarnya dia belum sepenuhnya dewasa. Jadi aku tidak boleh membuatnya khawatir.

"Cup cup cup... jangan menangis, Lydia. Aku tidak apa-apa,"Aku mengelus kepalanya.

"Hump!"Dia berpaling, sementara aku terkekeh sebelum tertawa lelah.

"Ah, biasanya anak-anak di usiamu akan mengalami puber, ternyata itu omong kosong,"Gumamku, pada diriku sendiri.

"Apa? Apakah ayah mengatakan sesuatu?"Lydia menatapku, dan aku menggelengkan kepalaku.

"Ah, ngomong-ngomong, apakah ada sesuatu yang membuat putri ayah tertarik disini?"Aku bertanya pada Lydia, karena bagaimanapun aku harus berterimakasih padanya.

"Benarkah? apakah aku boleh memilikinya?"Lydia bersemangat kembali.

Aku mengangguk. "Ya, tapi hanya satu, dan itu juga kalau bukan milikku."

"Benarkah! kalau begitu aku akan melihat-lihat dulu!"Lydia segera berbalik dan melihat-lihat benda-benda yang ada di dinding dengan bersemangat.

Hingga satu jam berlalu, Lydia melihat-lihat tanpa bertanya. Sementara aku sedang duduk sambil mulai memisahkan bagian-bagian Gountlet yang hancur.

"Ayah."

"Apakah kamu sudah memilih?"Kataku sambil mendongak pada Lydia yang berbicara.

"Tidak ayah, tapi benda apa ini? Ini seperti sebuah pemahat, namun menggandung mana begitu tinggi?"Lydia menunjukan sebuah pemahat kecil yang bersinar di ujungnya.

"Ah, itu pemahat yang mengandung Magic Craft,"Jawabku, dan Lydia yang mendengarnya memiringkan kepalanya.

"Magic...Craft?"

"Ya, aku menggunakannya untuk mengukir rune di sebuah batu yang tidak bisa di ukir, juga meningkatkan saluran mana hingga melewati batas dari matrial tersebut. Bahkan aku juga bisa mengatur batasn untuk manannya hingga sesuai dengan matrialnya,"Jelasku.

"Begitu,"Lydia mengangguk bersemangat. "Kalau begitu, apakah Gountlet yang sebelumnya melewati batasnya?"

"Benar,"Aku mengangguk.

"Lalu kenapa ayah tidak membuat batasan padanya?"Dia menatap benda hacur di meja.

"Alasan aku tidak memberikan batasan padanya adalah, karena aku harus mengetahui batasan yang dia miliki, sehingga aku bisa mempelajari matrial yang kugunakan lebih baik,"Jelasku.

"Oooh, lalu ayah!"Lydia belari menghampiri sudut dinding yang lebih jauh, dan dia segera membawa sesuatu di tangannya.

"Kenapa benda ini terlihat berbeda dengan yang lainnya?"Lydia memperlihatkannya padaku. Itu adalah senjata api, namun itu senjata api kuno yang menggunakan bubuk mesiu dan bola timah. Di desain dengan penampilan serba hitam dengan hiasan bergaris di pegangannya.

"Senjata api,"Kataku sambil meraih dari tangan Lydia.

"Senjata api?"Lydia bergumama, lebih pada dirinya sendiri.

"Ya, ini senjata lamaku. Aku menyimpannya karena aku masih memerlukannya,"Jawabku sambil memeriksa larasnya yang masih kokoh.

"Senjata api adalah sebuah benda yang kegunaanya untuk menembakan peluru logam dengan ledakan bubuk mesiu,"Gumamku. "Akan sulit untuk menjelaskannya, tapi aku mendesain senjata ini dengan menggunakan mana."

"Benarkah?"

"Ya, ini memiliki sebuah rune penyimpanan dan pengisian otomatis,"Membuka telapak tanganku, segera senjata api mengeluarkan cincin logam ke tanganku.

"Wah? Itu cincin,"Lydia bergumama. "Bagimana cara kerjanya? Ayah bilang, apakah ada semacam mantra pengisian ulang?"

"Ya, biar ku jelaskan,"Membersihkan tenggorokanku. Aku mulai menjelaskan. "Pertama, Kegunan cincin adalah untuk menyimpan bubuk mesiu dan sebuah bola timah. Dan cincin mesiu dan bola logam di buat terpisah."

Memasukan cincin kembali kepada senjata api, aku melanjutkan. "Dan di dalam pistol ini, bubuk mesiu dan bola timah akan di muat kedalam laras, dan memadat dengan sendirinya."

Memegang senjata api di tangan kiriku, aku menarik pematik yang sebenarnya tidak perlu kutarik, karena aku membuat pematik hanya untuk situasi genting, di mana aku takut mana stone yang ada di senjata ini habis.

Mulai menjulurkan larasnya ke sudut ruangan yang lebih jauh, dan aku mulai membidik. "Setiap senjata api, membutuhkan sebuah ledakan. Karena itu aku juga memasukan mana stone pada senjata ini, dan mengukir rune peledak untuk membuat ledakan lebih besar dan mendukung peluru melesat lebih cepat."Jariku mulai meraih pelatuk.

"Dan jika semuanya sudah siap... kamu hanya perlu menarik pelatuknya..."Aku mulai menarik pelatuk,

*Click*

*Baaang!*

"Ah!"

Ledakan keras terjadi, dan aku juga terdorong di kursiku oleh rekoilnya dan hampir membuatku jatuh. Sementara peluru logam melesat sangat cepat, dan menghantam ujung ruangan dengan suara benturan keras, dinding yang kokoh mulai retak, dengan bola timah di tengahnya tertanam.

*Pshhhh!*

"Fuh!"

Aku meniup laras senapan yang mengeluarkan asap, dan menoleh pada Lydia yang terjatuh karena terkejut.

"Apakah kamu baik-baik saja?"Tanyaku, tapi sepertinya dia baik-baik saja, karena dia berbinar cerah.

"Ayah, aku mau itu!"Dia menunjuk benda di tanganku.

Saat Lydia hendak mengambilnya dariku, aku mengelak dan menolak. "Tidak, ini berbahaya, juga tadi tembakan terakhir."

"Apa? Apa maksud dari tembakan terakhir?"Ekspresi cerahnya menghilang.

"Amunisinya habis, dan sulit untuk menemukan bahan peledaknya," Jawabku.

"Begitu..."Dia memesang ekpresi sedih, sebelum menatapku penuh harap. "Tapi, ayah... aku ingin itu."

"Ugh, jangan nakal Lydia, kamu melukai hatiku, cepat cari yang lain,"Aku mengusirnya.

"Hump!"Dia mendengus, berdiri dan berbalik mencari benda lain yang ada di kotak.

Kembali menatap senjata di tanganku aku meletakannya di meja, dan mulai mengeluarkan sebuah orb. Orb itu berwarna coklat, dan memiliki mana yang rendah.

"Aku harus segera mengolah ini agar menjadi mana Stone,"Gumamku, meletakan orb di meja sebelum mengambil benda-benda yang lainnya untuk semacam rencana dalam pembuatan armor lengan.

POV LYDIA BLACKSWORD:

Huuh, Ayah sangat pelit. Mengembungkan pipiku, aku mulai menggali kotak-kotak yang berisi rongsokan.

Aku tahu ayah khawatir padaku, tapi  aku juga ingin merasakannya.

"Haah..."Menghela nafas, aku berhenti menggali di tumpukan rongsokan, dan mencari di setiap dinding, itu penuh dengan senjata namun itu hanyalah rongsokan.

Ayah sepertinya membuat ini untuk mengetes bahan logam yang dia gunakan. Jadi karena itulah banyak senjata disini.

Menoleh pada ayahku, aku melihat dia sedang mengerjakan sesuatu. Segera aku diam-diam mendekati.

"Wah, apakah itu sketsa cetak biru untung membuat sarung tangan baru?"Aku bertanya pada ayah, dimana dia sedang merubah ubah struktur bagin-bagian Guntlet yang sebelumnya.

"Benar, aku juga ankan menambahkan bahwan bakar baru. Dimana kemungkinan cairan mana akan lebih mudah di temukan di benua ini. Dan jika mana stone sudah habis, aku bisa menggunakan cairan mana untuk menjadi cadangannya,"Jelas ayah.

"Aku butuh orb kelas D untuk mengolah mana stone lebih banyak. Jadi besok kita akan berburu,"Lanjutnya tanpa melihat kearahku.

"Benarkah?"Aku menatap ayahku dengan kagum. Wajah tampannya membuatku tersipu, tetapi melihatnya seserius ini membuatnya lebih tampan dan misterius.

"Lydia, jika tidak ada yang kamu bisa gunakan, kembali kekamarmu dan tidurlah,"Ayahku mengatakannya tanpa mengalihkan pandangannya.

Bahkan dia tidak memberikan ciuman selamat malam untukku, membuatku merasa semakin sedih dan merasa lebih jauh darinya.

"Baik, ayah..."Aku menjawab, segera berbalik menuju pintu logam yang terbuka dengan sendirinya. Tepat setelah aku berada di ambang pintu aku mengucapkan selamat malam padanya. "Selamat malam, ayah."

Ayahku yang mendengarku mengkat tangannya, dan menjawab. "Selamat malam juga, sayangku. Mimpi indah."

Terpopuler

Comments

Heydra

Heydra

Mungkikah Yeon sedang mengingat masalalunya? Padahal biarin Lydia nemenin.

2023-05-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!