Di kehidupan ini kami tinggal di Dicathen pada Juli tanggal 03 siklus 952 sejak dibangun kembali peradabannya. Di Dicathen saat itu tampaknya dalam masa perang, jadi demi keamanan Yeon. Kami tinggal di Beast Glades. Kami memasang sisitem keamanan tinggi di sanah.
Disana Aku juga bukan mengurus Yeon, Aku mengurus dua anak yang kehilangan masa depannya. Lania dan Rinia: mereka dua Elf bersaudari yang kehilangan orang tuanya. Lania berusia 10 tahun, sementara Rinia masih seorang bayi dan tidak pernah melihat orang tuanya.
Ayahnya mati dalam perang saudara ini, sementara ibunya mati karena melahirkan, itu di akibatkan depresi ketika mengetahui kehilangan suaminya.
Sebelum aku sempat untuk memutuskan tinggal di Beast Glades, aku saat itu sedang mengamati area yang aman sebelum memutuskan untuk tinggal. Namun tak sengaja melewati wilayah di pedesaan Elf, Aku menemukan makam yang terdapat anak yang di tengah hujan dengan bayi di pelukannya.
Aku bisa merasakan tatapan Lania saat itu. Itu kosong dan hampa, sementara Rinia terus menangis. Tidak ada Elf yang sadara karena mereka datang pada larut malam.
Itu mengingatkan Aku dulu saat bayi. Setelah bertemu dengan Aisha di depanku, 'Aisha' yang memberikanku fregmen jiwa milik Yeon padaku. Dan sampai saat itu pikiranku berkembang tidak seperti bayi pada umumnya.
Saat itu aku dibawa oleh pesuruh wanita yang kukira ibuku. Setelah mentelentarkanku di jalan hanya dengan selimut tebal, saat itu juga hujan cukup deras.
Namun sialnya pelayan itu memiliki maslaah serius, diaman dia di tangkap oleh seorang geng di gang yang dia lewati sebelumnya. Aku melihatnya di lecehkan sebelum dia mati dengan cara yang memalukan.
Pikiranku kosong saat itu, dan aku juga ngantuk karena tubuhku sangat dingin. Tapi pikiranku meledak-ledak, dengan amarah dan bersumpah akan membunuh semua pria di dunia ini. Tapi itu semua hilang ketika mengetahui keadaanku, dan berpikir aku akan mati.
Hingga saat mata safir cerah menatapku, dan sosok pria paruh baya menatapku dari atas.
"Apakah kamu marah?"Dia bertanya.
'Aku marah!' Aku menjawab dalam hati.
"Apa yang kamu inginkan?"
'Balas dendam!'
"Balas dendam tidak akan menyelsaikan masalahmu, dan pria tidak sepenuhnya bersalah atas hal itu, jadi tahan lah dirimu."
"Aku akan memberikanmu kesempatan menjadi putriku, kamu akan memiliki setengah dari darahku dan setengah dari dagingku. Matamu harusnya hijau, dan rambutmu perak. Tapi aku akan memberikan kemapuan tambahan yang bisa mengendalikan penampilanmu sesuai keinginanmu."
"Toh, aku juga akan membatasimu, dimana setiap perubahan akan memakan usiamu,"Saat dia mengqtakan itu, dia berpikir sejenak.
"Tapi.... Aku ingat, aku baru mengangkat putri saat ini. Kupikir ini hadiah untukmu, karena kamu putriku tidak ada batasan untuk itu."
Sampai saat itu, Aku menjadi putrinya yang berumur panjang.
Dan berbeda dengan situasiku saat itu, dimana Lania yang membenci manusia. Namun aku melihat itu mulai tanpa ragu mendekatinya, tanpa pikiranlan selain untuk membawanya.
Dia sama denganku dulu, Jadi kuharap dia bisa merubah pikirannya.
Tepat di depannya, dia menatapku tanpa mempedulikan penampilanku.
"Apakah kamu marah?"
"Ya, aku sangat marah, tapi juga tidak,"Jawabnya dengan suara serak.
"Lantas apa itu?"
"Sedih dan hampa... namun marah, karena kalian manusia, merebut mereka dariku dan adikku yang belum pernah melihat mereka."Medengar itu, jantungku berdegup begitu kencang.
"Aku ingin balas dendam... namun aku tidak memiliki kekuatan. Kami terlahir sama seperti ibu, memiliki tubuh yang lemah dan tidak terbangkit. Kami juga belum dewasa, mengikuti perang sama saja dengan bunuh diri."Dia bagiku dewasa, namun pikirannya terlalu dangkal setelah dia mengatakan ini.
"Karena itu, dari pada mati sia-sia di medan perang, kami ingin mengakhiri hidup kami di sini."Bulu kuduk Aku merinding, dan jantung Aku berdetak sangat cepat, hampir sama seperti menghadapi Yeon yang sekarat saat itu. Aku hendak menangis, namun Aku menahannya, dan menatap bayi itu.
Dia menangis bukan karena kedinginan. Melainkan menangis karena melihat orang yang di depannya memiliki tatapan seperti itu. Dia juga memiliki rasa ingin hidup, dan berharap orang yang didepannya juga hidup.
"Nak, pikirkanlah, dan lihat adikmu,"Aku berkata tanpa pikir panjang.
Tanpa di duga, dia menuruti Aku, dia menatap mata adiknya yang menangis. Dan aku segera berkata. "Apakah dia terlihat bahagia?"
"Tidak..."
"Apakah dia mengharapkan ini?"
"Tidak..."
"Seperti apa tatapannya padamu?"
"Memohon untuk hidup dan... takut..."
Dia berlinang airmata, saat mengatakannya.
"Ya, karena itu hiduplah untuknya dan sebagai kakaknya ajarkanlah dia kebahagiaan."
Dia menangis dan menatapku. "Tidak, aku tidak bisa... bagiman... ketika kami hanya Elf biasa? Kami tinggal di pedesaan dan tidak mimiliki kerabat dekat..."
"Itu memprihatinkan, jujur... aku sangat sedih."Aku mengungkapkan isi hati Aku. Aku hendak langsung meregut tangannya, dan membawanya dengan paksa, namun Aku menahan diri. Dan sebagai gantinya Aku bertanya.
"Nak, bagimana kalau ikut denganku?"Aku menjulurkan lenganku. Di hendak meraihnya, namun ragu dan Aku melanjutkan.
"Ini mungkin sedikit tidak sopan. Tapi, perkenalkan, namaku Lyria BlackSword, kamu juga bisa memanggilku Yona. Dan ini..."Aku menunjukan Yeon di balik selimut hangat. "Ini suamiku, karena alasan yang tidak bisa di jelaskan secara singkat, tapi sumiku dikutuk untuk kembali ke kehidupan awal setelah melewati usia dupuluh tahun."
"Namaya, Yeon BlackSword, kamu bisa memanggilnya Litle Star, dia seperti bintang kecil saat kembali menjadi bayi, dan akan tumbuh kembali menjadi cahaya besar nantinya. Ya, pada dasarnya aku menyusui dan membesarkan priaku sendiri, sampai dia bisa menghilangkan kutukannya. Aku tidak lelah, namun sangat sedih melihatnya yang terus berjuangkeras setelah usianya limatahun."
Aku menatap Lania. "Dan juga, Nak, kami bukan berasal dari Dicathen. Kami terlahir di ruangan kecil, sampai kami menjelajahi berbagai dunia yang luas sampai kami berada di sini. Aku tahu ayahmu terbunuh dalam perang oleh manusia, mengakibatkan ibumu tiada juga."
"Namun manusia bukanlah pelakunya, Tetapi mereka yang mengikuti perang, juga tidak sepenuhnya tidak bersalah."
"Dengar ini, nak.... Dunia tekadang begitu kejam dan sangat kejam. Mereka rela membunuh demi uang, mereka bahkan tidak pandang bulu dan serakah akan hal harta dan kekuasaan. Yang tinggi akan duduk manis menikmati kemewahan, sementara yang rendah akan berkorban demi uang yang sedikit."
"Aku tidak tahu situasi apa yang mengakibatkan perang ini, tapi... nak, ikutlah denganku."Aku menjulurkan lengan Aku padanya.
"Selama hidupanku ini, ini kedua kalinya aku mengangkat anak secara langsung. Jadilah putriku, aku akan bertanggung jawab atas kalian,"Kataku sambil mempertahankan tanganku di udara, sementara Lania mulai menatapnya dengan pikiran, dia harus menerimanya.
"Di dunia ini ada kekuatan yang di namai dengan Ether. Mereka sama dengan Divine power..."Aku berhenti, dan aku bisa melihat cahaya harapan di mata Lania.
"Dekrit Takdir. Aku yankin kamu bisa menggunakannya. Namun itu tidak bisa memutar waktu, dan memerlukan usahamu sendiri. Kamu akan mengerti jika sudah merasakannya."
"Apakah... aku bisa?"Dia meraih tangan Aku dengan cahaya harapan yang lebih besar. Aku mengangguk, dan menjawab. "Ya, kamu memiliki potensi, matamu adalah milik para Regalia yang bisa membaca mata seseorang."
"Regalia?"Dia bergumam.
"Sebuah mahluk mitos yang sangat kuat, terutama Viena sang pohon kehidupan. Melihatnya sekarang aku yakin, kamu adalah keturunan langsung darinnya, kamu bisa menggunakan ether, dan memiliki umur panjang. Dan matamu juga sangat mirip."
Aku ingat saat dia meminta sebuah benih saat itu. "Mengingatnya sekarang, membuatku sangta iri, karena bagimanapun kamu keturunan langsung dari suamiku dan dirinya."
"Tetapi, itu masa lalu. Bahkan Viena sudah tidak ada lagi. Kehadirannya menghilang setelah perang besar melawan naga, tapi aku yakin... dia masih hidup, dan mengamatiku di matamu."
"Lupakan, aku tidak mengungki masalalu. Dan apakah kamu ingin ikut denganku?"Hujan mulai berhenti saat itu, dan Lania menatap tanganku dengan tubuh bergetar dan mengangguk.
"Aku akan ikut... demi adikku..."
"Bagus, kalau begitu panggil aku ibu, dan adikmu mulai sekarang adalah Rinia Darcassan."
Sampai saat penerimaan itu, Lania tak sadarkan diri. Dan kami mulai tinggal di Beast Glades. Saat itu juga Lania menganggap Yeon ayahnya, namun Yeon tidak mengerti, jadi Yeon menganggpanya kakanya. Sementara saat Yeon tumbuh bersama dengan Rinia, Yeon menganggapnya adiknya.
Hari-hari melihat mereka tumbuh membuatku bahagia. Dan Lania juga mulai menyaksikan Yeon yang mulai melatih ototonya di usia limatahunnua, dan melihat perjuangannya.
Dan selama itu juga, aku mengajari Rinia tentang ether, dan bagaimana melihat takdir melalui matanya. Melihat takdir secara singkat tidak masalah, namun terlalu lama sampai kalian tidak bisa melihat lagi adalah mengkonsumsi bahan bakar yang sangat fatal.
Karena bahan bakarnya adalah kehidupannya sendiri. Aku juga mengajarkan bagaimana dia harus bekerja dan bagimana takdir akan berjalan, dan tidak bisa di kendalikan sepenuhnya. Karena itu dia harus mengubahnya dengan usaha dari tindakannya sendiri.
Aku tidak bisa melihat takdir, namun aku merasakannya. Aku akan gelisah dan takut jika sesuatu yang berbahaya mendekat.
Aku bisa menggunakan ether dan melihatnya. Dan aku juga bisa menggunakan mana dengan setiap elemen. Namun aku lebih jarang bertarung ketika Yeon takut kehilanganku. Bahkan Yeon tidak mengizinkan istrinya yang lain bertarung, namun Yeon mengalah ketika istrinya memiliki tanggung jawab untuk melindungi wilayah kekuasaan mereka.
Tapi bukannya mereka mengabaikan Yeon. Mereka tidak pernah bertarung, dan jika perang terjadi mereka akan memerintah bawahan terkuat mereka. Juga jika mereka bosan dan sangat merindukan Yeon. Mereka akan berkunjung, bahkan membuat pertemuan, dan melakukan hal yang membuatku... marah.
Mereka menciptakan pertarungan duel di kebun sayuran yang ku tanam sepenuh hati. Dan itu hancur membuatku marah dan menghukum mereka dengan keras, dengan memerintahhkan mereka membersihkan ladang yang mereka hancurkan, dan menanamnya lagi.
Dan jika di antara mereka berani memberontak, aku akan memukulnya hingga tak sadarkan diri, sebelum mengurungnya di sangkar penekan mana. Di Abyss mereka adalah tiran, tapi di dunia luar, kekuatan mereka di tekan dan melemah.
Begitu pula aku di Abyss, namun di tekan di dunia luar. Namun aku tetaplah tiran bagi mereka. Karena itu Yeon menyebutku (Istri iblis). Aku bangga dengan julukan itu, karena aku lebih berkuasa dari mereka...
...Ups... aku hampir lupa, Yeon lah yang berkuasa sepenuhnya pada kami.
Aku adalah istri yang baik, dan aku mengetahui dirinya lebih baik. Aku tidak melarangnya mengambil istri lagi, dan lagi... Mereka juga baik, tapi akan berebut jika bersatu. Mereka akan bersaing untuk memperebutkan Yeon, ya walau mereka sudah di bereskan olehku, mereka tidak ada kapoknya.
Kembali pada kehidupan yang sekarang, aku tidak mau menceritakan kenangan masa lalu yang ujung-ujung mengingatkanku pada kenenangan yang menyakitkan.
Tidak hanya merawat mereka, di Dicathen, aku membantu Elf berperang. Aku membatu tidak langsung, dan juga meminta persetujuan penguasa tua yang taklama lagi berada di tanah.
Dan penguasa Elf itu menyetujui itu, dan aku mulai memberikan konstribusi pertamaku padanya.
"Elf tidak lemah, namun lemah, kan? mereka tidak berani bertarung secara langsung di luar wilayah berkabut, karena itu akan merugikan mereka."Meraih sesuatu di saku bajuku, aku melemparkan itu kepadanya.
"Ini..."Penguasa Elf, Airen menatap sebuah orb Beast di tangannya. "Berikan itu pada putramu, itu adalah Orb tingkat A milik Shadow Phanter, aku membunuh beast itu dalam perjalanan."
"Tunggu, apakah kamu benar-benar ingin membantu kami?"Suara Elf muda terdegar, segera pintu ruangan pertemuan terbuka.
"Virion?! Nak, bukankah itu tidak sopan? Dan sejak kapan..."Ayahnya berdiri, tidak percaya kalau putranya melihatnya dengan manusia.
"Maaf atas prilaku aku, ayah. Dan aku baru datang beberapa menit yang lalu, ayah."Dia segera menatapku dengan marah.
"Tapi, ayah... apakah baik-baik saja untuk bergatung pada manusia?"Airen tampaknya di bungkam, dan masih tidak percaya padaku.
"Seperti yang kujelaskan sebelumnya, aku tahu kau mendengarnya hingga akhir percakapan."Virion tampaknya terkejut, karena sebelum dia menyembunyikan kehadiranya dengan artefak kuno.
"Biar kujelaskan, sekali lagi. Aku bukan dari Sapin. Aku tinggal dengan suamiku dan kedua putriku. Dan kedua putriku adalah Elf, aku mengangakat mereka sepuluh hari yang lalu. Sementara suamiku yang ada di pelukanku, dia menjadi bayi karena kutukan jika usianya melebihi dupuluh tahun.
"Aku tidak berbohong, dan jika kalian tidak percaya."Menjentikan jariku, segera kabut memenuhi ruangan.
"Ayah! Hati-hati–"
"Jangan panik,"Aku membungkam mulut Virion dengan tekananku. Sementara kabut mulai hilang, menunjukan gadis sepuluh tahun yang bersembunyi di dalam kabut.
"Apa?!"
Airen terbelalak saat dia mengetahui dia sudah di kelabuhi olehku. "Jadi ini alasannya tidak ada penjaga pintu yang melihatmu dan mendengarkanku?"
Aku mengangguk. "Begitulah."
"Dan... ini..."Airen manatap Lania dan Rinia. Dan segera aku menepuk punggunya dengan lembut.
"Salam, raja penguasa Elf,"Lania membungkuk sedikit, dan melanjutkan. "Namaku Lania Darcassan, umurku sepuluh tahun. dan ini adikku, Rinia Darcassan yang baru lahir limabelas hari yang lalu."
Virion tampaknya sudah diam dan Airen tampak diam dan cemas saat Lania mulai melanjutkan. "Ayah kami tebunuh dalam perang, namanya David Darcassan. Dan ibuku Malia Darcassan meninggal pada saat melahirkan adikku, dia tampaknya terlalu depresi sehingga kurang fokus dengan kesehatannya."
Airen duduk di kursinya, kepalan tangan terbungkus di depan mulutnya, dan dia menjadi muaram. Begitu juga Virion.
"Awalnya Aku anak bodoh yang tampak tanpa harapan, yang ingin membawa adiknya yang malang mati bersama di dekat pemakaman ibunya. Namun Lyria, Ibu Aku saat ini muncul di depan Aku, dan menasihati Aku, dan mengkat Aku sebagai putrinya."Wajah muram, tangan terkepal lebih keras, dan alis berkerut mulai dimiliki oleh ayah dan anak.
Mereka persisi sama, namun ayahnya terlalu lama berkerut sehingga menampilkan penampilannya yang begitu lelah.
"Tetapi aku tidak mau membahas ini pada awalnya. Namun ibu benar-benar ingin membantu. Aku mengerti pikiran tuan Airen yang menggap manusia sama, dan orang yang melawan ras kami. Tapi ibu berbeda, dia dari pedalaman Beast Gelades, mengasingkan diri dengan suaminya yang terkena kutukan. Awalnya Aku tidak percaya, namun... setelah hidup beberapa hari, Aku mengerti dan bagimana cara dia hidup dan membahagiakan suaminya."
Dia menatap adiknya. "Itu menjadi pelajaran bagi Aku, dan aku sangat menganggumi ibuku yang sekarang, tetapi perasaanku pada ibu yang sekarang hanyalah kasih sayang. Tapi aku ingin jadi seperti ibuku yang sekarang, menjadi setia dan membahagiakan suaminya, namun sebelum itu... aku ingin membahagiakan adikku dulu."
Mendengar itu, entah kenapa aku sangat ingin memeluknya. Bahkan ayah dan anak tampak tersentuh.
"Lania, kan? Kalau begitu, apa yang kamu inginkan sebagai konpensasi sebagai gantirugi dari kehilangan keluargamu?"Airen berkata tanpa berpikir.
"Rajaku, nyawa tidak bisa di ganti dengan uang atau harta lainnya. Dan juga banyak orang disanah yang kehilangan keluarga yang mereka cintai... tapi anda sudah berusaha berjuang untuk memberikan mereka yang kehilangan atas perjuangannya..."Lania berhenti, dia mengkat kepalanya, mendongak padaku, dia meraih tanganku.
Lania yang tidak pernah tersenyum sebelumnya, mulai tersenyum lembut padaku. "Adapula jika anda bersikaras untuk memberikan sesuatu, Aku akan menolak. Karena ibu sudah memberikanku yang aku butuhkan."
"Aku lupa mengatakan ini, ibu..."Lania memelukku. "Terimakasih karena telah menyelamatkan kami, dan menjadikan kami putrimu.
Memeluknya dengan satu tangan, aku mengelus kepalanya setelahnya. "Tidak masalah, dan trimakasih kebali. Karena kalian, tidak begitu sepi ketika aku merawatnya." Aku menatap Yeon yang yang selalu tertidur.
Segera dia tersenyum, sebelum berbalik. "Maaf, atas kelancangan sebelumnya."Dia meminta maaf.
"T-tidak masalah..."Airen tampaknya terpengaruh, matanya merah dan wajahnya berpaling dari kami, begitu dengan Virion.
"Tapi, rajaku, bisakah Aku mengajukan permintaan?"Lania menatap Airen dengan tatapan yang bukan milik anak-anak.
Tunggu, apakah dia meniruku? Tidak, itu miliknya. Airen mengunci mata dengan Lania dan mengangguk. "Kamu sagat berani, cerdas, dan tegas, andai putraku memiliki sifat sepertimu. Karena itu... tolong sebutkan. Aku akan memenuhi harapanmu, kalau itu masih dalam kemampuanku."
Lania yang mendengar itu mengangguk. "Ini permintaan yang sederhana yang mulia, hanya... aku berharap, yang mulia mempercayai ibu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Ayano
Emang paling bener kalau emosi balas dendam. Tapi ya.... mesti liat-liat kesempatan dulu
2023-11-09
0
Ayano
Pikirannya udah kemana-mana
2023-11-09
0
Awas Jatoh
Lagi ngemil, mata malah berair
2023-05-25
0