PDKT

Hari Khanaya sedikit berwarna sejak mengenal Aksa.

Kejadian saat pria itu menciumnya juga sudah Khanaya lupakan. Aksa juga sudah memohon maaf atas perbuatannya kala itu. Tapi satu yang Aksa tekankan pria itu tidak menyesal telah mencicipi bibir Khanaya. Menyebalkan tapi parut di acungi jempol keberanian Aksa.

Hari ini Khanaya terpaksa akan menemani ibunya menghadiri acara pernikahan sahabatnya.

Tante Mulan itu yang Khanaya ingat nama sahabat karib ibunya yang sedang mengadakan pesta pernikahan untuk putri pertamanya yang Khanaya tahu umurnya kurang lebih dengannya.

*******

Bertemu disini bukan keinginan keduanya Aksa masih berbalut stelan kantor mereka hanya saling memandang dari jarak jauh.

Di sana berdiri seorang laki-laki yang jauh dari penampilan biasanya, pria yang berapa kali ia temui sedang menatapnya dengan pandangan tak biasa, Khanaya melihat perbedaan yang cukup besar malam ini.

Padahal dia orang yang sama tapi bisa berbeda seperti ini.

"Benarkah ini kebetulan?" Aksa mengulurkan tangan untuk berjabat dan di sambut Mama Khanaya pun dengan Khanaya sendiri.

"Jujur baru berpisah beberapa jam yang lalu tapi aku sudah kangen."

Khanaya ter-batuk mendengar kata-kata Aksa dia tidak melupakan keberadaan dan tatapan menggoda dari wanita yang sudah menghadirkannya ke dunia ini.

"Kalau tidak keberatan aku mau memperkenalkan mu pada mereka."

Sebuah kebetulan Aksa adalah anak ke-dua Mulan sahabat Mama Khanaya.

" Ini pertama kalinya Aksa ngenalin gadis, jadi bisa Tante pastikan kamu yang pertama."

Yang pertama apa? Antara dirinya dan Aksa tidak ada apa-apa.

"Mama harap pendekatan ini berjalan lancar." Tirani berbisik di kuping putrinya Khanaya hanya meringis.

Orang tua Aksa tidak mempermasalahkan umur. Tidak apa lebih tua Khanaya asal putranya bahagia mereka setuju terlebih jika itu putri dari Tirani sahabatnya, sudah jelas bibit bebet dan bobotnya.

"Aksa tidak pernah pacaran, dia satu-satunya anak laki-laki dengan sederet kesibukannya." terdengar seperti promosi nggak sih?

"Percaya atau tidak dia hanya punya waktu luang dua hari dalam satu Minggu. Selebihnya dia sibuk membantu Papanya di perusahaan."

Khanaya tidak tahu dan tidak mau tahu tapi dia tetap mendengarkan.

Obrolan itu terus berlanjut sampai pada saat Khanaya menyadari ujung gaunnya di tarik-tarik. Khanaya menunduk.

"Ibu...."

Deg!

Avila? Kenapa disini?

Kehadiran Avila yang memanggil ibu pada Khanaya menarik perhatian sekitar tidak terkecuali Aksa.

"Anak siapa? Kamu kenal?" tanya Mulan ibu Aksa pada Khanaya yang langsung membungkuk mensejajarkan tubuhnya dengan Avila tak lama Khanaya langsung memeluk anak itu dengan penuh kerinduan. Matanya hanya menangkap Avila tidak menemukan keberadaan Huston ataupun Qilla.

Khanaya mengangguk menjawab pertanyaan Ibu Aksa sebelumnya.

Aksa perlu bertanya sepertinya, dia penasaran kenapa anak itu memanggil Khanaya Ibu.

"Family?"

"Ibunya sahabatku." benarkan? Meski sekarang mungkin hubungan mereka tak lagi sama.

Aksa jadi berpikir melihat Khanaya yang akrab dengan anak kecil sudah siapkah gadis itu untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengannya? Aksa menyukai gadis yang berjiwa keibuan.

Obrolan masih baru mengingat usia pertemanan masih dalam hitungan hari, Aksa ingin Khanaya lebih mengenalnya begitupun sebaliknya.

"Maaf, aku benar-benar panik, tadi aku sedang ke toilet." Huston datang untuk mengambil Avila dari gendongan Khanaya tapi Avila tidak mau ikut ibunya.

Setelah sekian lama suara itu kembali Khanaya dengar.

Kenapa ini? Khanaya harus melihat situasi yang seharusnya tak dilihat olehnya. Mengapa Huston tampak berbeda? Terlihat lelah dan tampak tak terurus.

"Tidak apa biar bersamaku."

Tidak ada yang aneh menurut Khanaya dengan ucapannya, tapi tidak bagi Aksa dan beberapa mata yang menyaksikan keakraban mereka.

"Ayah anak ini?" tanya Mulan.

Sementara Tirani sudah mengenal Huston sebagai suami Qilla.

Huston memperkenalkan diri tanpa canggung. "Iya, saya suami sahabat Khanaya."

Jadi bukan famili?

Seketika semangat Aksa yang tadinya menggebu kini terasa pupus di tengah jalan.

Sama seperti Huston, Aksa pun bisa melihat tulusnya Khanaya mengasihi Avila.

Saat Avila sudah mau melepaskan leher Khanaya dari dekapan kecilnya, dia mau di ambil oleh ayahnya dipindahkan ke gendongan lelaki itu.

Rasa penasaran mengusik hati Khanaya.

"Qilla tidak ikut?"

Hanya sebatas ingin tahu tapi mata Khanaya ikut menatap kearah lawan bicaranya.

"Ikut."

Khanaya tersenyum kecut. Jadi Qilla lagi-lagi menghindar bertemu dengannya?

"Dia buru-buru pulang. Aku tadi sedang ke toilet dan dia menghubungiku mengatakan jika dia ada pekerjaan mendadak dan harus pergi, dia bilang meninggalkan Avila di depan toilet, tapi begitu aku keluar dari toilet Avila tidak ada, syukurlah ada kamu."

Apa?

Masih segila itu sahabatnya?

"Selama sakit Avila terus menanyakan mu."

Mata mereka bertemu kembali.

"Kangen... mungkin."

Sahabat, Aksa harus menggaris bawahi status itu dan tidak boleh berprasangka buruk.

Tapi dia juga seorang pria, melihat tatapan ayah Avila pada gadis incarannya bukan tatapan yang bisa di nyakini sebagai tatapan kekaguman seorang teman.

Mendengar penuturan Huston Khanaya maju dua langkah mendekat kearah Huston untuk mengelus kepala Avila.

Perbuatan sederhana tapi Huston menilai istimewa. Dia bahagia, mungkin antara dirinya dan sang istri Khanaya lah yang paling mencintai Avila.

Semua karena ketulusan Khanaya, berkat Khanaya rumah tangganya masih utuh hingga sekarang meski tak bisa se harmonis dulu tapi Huston bertahan. Jujur bukan demi Qilla tapi demi wanita yang kini berada di jarak yang bisa ia gapai. Huston menghargai nasehat Khanaya perkataan gadis itu tentang Avila yang butuh sosok kedua orang tuanya untuk masa kembangnya menguatkan ikatan tali kasih pada sang istri yang sebenarnya sudah berkali-kali hampir putus.

Tatapan Huston pada Khanaya terlalu kentara. Kini tidak hanya Aksa tapi Tirani pun ikut mempertanyakan arti dari tatapan itu.

Tatapan yang seolah menyiratkan kerinduan, kebahagiaan dan...... binar cinta?

"Kay, kami pulang dulu." pamit Huston ramah begitu juga pada yang lainnya.

Selepas kepergian Huston membawa Avila, Aksa mendekat.

"Aku bisa melihat pandangan pria itu tidak menganggap mu sebagai seorang sahabat, aku dapat menangkap tatapan rindu di matanya."

Kata-kata seperti itu pernah didengar Khanaya tapi dia tidak pernah baper.

Dan Khanaya tidak mau mendengar hal itu lagi.

"Besok aku balik ke Jakarta. Kamu?"

Khanaya mengangguk sebagai jawaban 'iya.

"Mau bareng?"

"Boleh!"

Sejak Huston ikut bergabung hingga pria itu pergi baru muncul senyum manis di bibir Aksa.

Tanpa sepengetahuan seorangpun jika sedari Huston bergabung Aksa merasa tersaingi. Dia memang lebih muda tapi pesona Huston juga tak kalah menawannya walaupun pria itu jauh terlihat semerawut tapi di mata perempuan penampilan pria seperti Huston tampak hot bahkan seksi? Mungkin!

"Haruskah aku membawamu pergi dari mereka yang berniat menikung mu?" pertanyaan itu di katakan penuh keseriusan oleh Aksa tapi di tanggapi Khanaya dengan memutar bola mata.

"Sinting!"

"Hai! kau mengatai ku di depan calon mertuamu?"

Ucapan Aksa memancing derai tawa.

Khanaya tidak perduli gadis itu pilih pergi menghindari Aksa yang ucapannya tak pernah di saring.

Terpopuler

Comments

meta

meta

aku dukung kanaya sm aksa ajh,rasanya gak rela klo kanaya ama si beton itu 😅

2023-06-11

1

Nani Evan

Nani Evan

iih kenapa sih masih bisa ketemu aja ama huston dan Avila yg buat Kanaya berat hati.

2023-05-31

1

mia

mia

ku bilang juga pergi yg jauh cari jodoh sekalian ,.😂

2023-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!