Sama-sama terluka

Prasangka. Isak tangis Qilla tidak ada yang tahu, dia juga tidak tahu jika tak ada seorangpun yang mengharapkan keadaan ini menimpanya, entah kapan dia menyadari kesalahan fatalnya? Mungkinkah dia akan benar-benar hanya berteman sesal?

Benak Qilla dipenuhi oleh tanya. Sejak kapan mereka dekat, mungkinkah Khanaya menggoda suaminya?

Khanaya takut dengan prasangka, Qilla harusnya tidak mencurigai sahabatnya, tapi ternyata semua jadi seperti ini.

"Maaf aku benar-benar tidak tahu harus meminta tolong siapa, Avila terus menanyakan mu."

Khanaya menghela napas berat. Ada apa dengan laki-laki itu. Apalagi yang ingin dibicarakan? Tidak bisakah dia berpikir waras di saat kondisi seperti ini?

"Aku tidak bisa ikut campur, aku sayang sama Avila, tapi menemuinya saat ini bukan waktu yang benar, tolong mengertilah!" kata Khanaya dengan nada lelah.

"Tidak banyak yang bisa dilakukan Qilla, mereka tidak dekat, Avila lebih mengenalmu ketimbang ibu kandungnya sendiri." sesal Huston.

Lidah Khanaya terasa pahit, sekarang dia tahu dan semakin bisa meraba akibat dari menuruti semua permintaan sahabatnya. Tidakkah Qilla mengerti jika khanaya pun ikut terluka atas keadaan ini?

"Aku mohon demi Avila Khanaya." pinta pria itu lagi.

Khanaya mengetahui selama ini selalu Huston yang mengalah dan pria itu tak pernah mengatakan lelah, demi Qilla dan pastinya demi putri mereka.

"Kenapa bukan Qilla yang datang menemui ku?"

"Dia memilih pergi, dia mengatakan bahwa lebih baik aku yang menemui mu, bahkan memintaku untuk menikahimu demi Avila."

Khanaya terkesiap, "Apa maksudmu?" tanya Khanaya tidak ingin salah paham.

"Dia menuduh kita berselingkuh."

Khanaya tidak percaya Qilla melakukan hal itu.

se-marah apapun seorang istri pantaskah melakukan tuduhan seperti itu? Khanaya takut Qilla akan menyesali perbuatannya.

"Maafkan dia," kata Khanaya bijak dia juga sudah memaafkan sahabatnya, berharap Qilla bisa melewati masalah ini.

"Aku selalu memaafkannya."

Khanaya lega mendengarnya.

"Tapi yang dikatakannya benar." lanjut Huston yang menarik kembali perhatian Khanaya. "Dibandingkan dia kamu yang lebih cocok berada di tengah kami, iya, dia yang melahirkan Avila. Tapi bisa dihitung berapa kali dia...."

"Jangan lupa, kalian pernah saling mencintai, pernah gila bersama." Khanaya tidak ingin Huston semakin ragu dengan Qilla.

"Jadi kamu ingin aku terus bertahan bagaimanapun keadaannya?"

Khanaya mengangguk.

"Aku bukan malaikat, yang bisa menahan hawa nafsu. Kamu tahu berapa lama kami..."

"Haruskah aku mendengar hal itu?"

"Lalu siapa yang pantas mendengarnya, Keluargaku?"

Khanaya terdiam. Dia memiliki maksud baik pada rumah tangga mereka, tidak ingin melihat Avila mendapatkan keluarga broken home.

"Karena kamu satu-satunya orang yang mengenal Qilla, kamu juga yang selalu mengerti dia, lantas mengapa pura-pura tidak memahami ku?"

Huston hanya ingin Khanaya menilai dengan objektif.

"Hampir tiga tahun Khanaya, tolong pikirkan."

Ucapan Huston yang dikatakan penuh permohonan menyentuh dadanya.

"Papa Avila, kita tidak sedekat itu kan?"

Bahkan tak sekalipun Khanaya mau menyebut namanya.

"Sikapku hari ini karena pertemuan kita selama dua tahun lebih, karena diabaikan aku takut tak ada yang bertanggung jawab atas perasaanku."

Untuknya kah kalimat itu? Khanaya tidak mampu berpikir jernih.

Jika memang ucapan Huston benar adanya, mengapa harus dia yang di sukai lelaki itu? Mengapa Huston harus jatuh cinta padanya?

******

Yang dirasakan Huston sama seperti Avila, merindukan wanita yang yang selama ini selalu ada untuk mereka, namun Khanaya membentengi dirinya membuat langkah Huston tertahan. Bahkan Huston juga terpaksa berbohong jika Khanaya sedang pergi untuk waktu yang cukup lama.

Dia pria dewasa yang mudah memahami sebait kata penolakan, namun untuk perasaan yang hadir di dalam kalbu tidak bisa dikatakan tiba-tiba. Selama ini tentu ada proses.

"Aku pergi dulu mas, aku usahakan pulang cepat hari ini, sekarang tidak ada Khanaya aku berharap mas bisa mendukung ku."

Huston melirik istrinya. Benar kata Qilla, harusnya dia mendukung apapun yang dilakukan wanita itu. Tak perlu mengeluh dan menerima jalan yang dipilih ibu anaknya. Namun dengan cara Huston sendiri, tak akan tanggung-tanggung Huston akan melepaskan Qilla seperti keinginan wanita itu.

*******

Senin malam tiba-tiba Khanaya datang menghebohkan ruang rawat Avila.

Gadis kecil itu begitu antusias menyambut kedatangannya.

Bagaimana tidak? Sudah hampir satu minggu dirawat, baru kali ini wanita yang menemaninya selama ini muncul.

Qilla menatap wajah sahabatnya penuh sesal, dari lubuk hatinya yang terdalam dia sungguh merasa bersalah dengan Khanaya.

Penampilan Khanaya sudah kembali seperti sebelum-sebelumnya, modis, cantik dan berkelas meski pakaiannya begitu terbuka.

Ya, akhirnya Khanaya kembali bekerja, dan sekarang dia kesini hanya ingin mampir dan sekedar berpamitan pada Avila.

"Khanaya?"

Dan disinilah dua sahabat itu berada, di sebuah kafe yang tidak jauh dari rumah sakit tempat Avila di rawat.

"Aku sudah cukup minta maaf, aku ingin mengatakan bahwa setelah semua ini aku menyesal membantumu."

Sama seperti Khanaya Qilla juga menatap dingin.

Khanaya melanjutkan, "Keikhlasan ku membantumu dan merawat Avila, tapi apa balasan mu?"

"Kamu ingin memperjelas kesalahanku dan membandingkan dengan kesempurnaan mu?"

Di hati Qilla dia merasa bersalah dengan sahabatnya, tapi dia juga tidak mau di sudut kan.

"Aku hanya menyadarkan kesalahanmu Qilla bukan mau menyudutkan mu." tatapan Khanaya tidak lepas dari wajah sahabatnya. "Lihat Avila tatap wajah laki-laki yang telah kamu pilih. Lalu tanyakan pada hati, apa hanya sampai sini kalian mau berjuang?"

Dalam kesalnya air mata Qilla menitik.

"Aku tak memintamu melihat peranku selama ini, tak perlu juga ungkapan terima kasih atas apa yang telah kulakukan."

Qilla tak mampu lagi menyembunyikan isak. Hatinya begitu sakit.

"Aku tidak memiliki rasa untuk suamimu, jadi jangan menyudutkan posisiku. Aku tak mengundangnya datang apalagi merayu, aku tak se-hina itu."

Khanaya meraih tangan Qilla.

"Jika tak ingin tersakiti perbaiki apa yang selama ini keliru, raih kembali bahagia yang selama ini kau perjuangkan, tapi jangan abaikan kewajiban mu. Kamu tak ingin Avila tumbuh tanpa kasih sayang yang utuh kan?"

Sebaik itu Khanaya, dia tetap menasehati Qilla dengan tutur kata yang tertata, tidak dengan emosi meski sahabatnya sudah merendahkan dan menghinanya dengan tuduhan kotor.

Satu kalimat lagi dikatakan Khanaya sebelum mengakhiri pertemuannya dengan Qilla.

"Aku sedang dekat dengan seseorang, dan sepertinya akan lanjut ke jenjang yang lebih serius, ku harap kita bisa bertemu di waktu yang tepat.

Setelah mengatakan itu, Khanaya benar-benar meninggalkan sahabat yang selama ini dia utamakan dari segala urusannya sendiri, kenyataannya hubungan yang benar-benar abadi itu tidak ada, meskipun sedarah perselisihan akan tetap ada. Dan Khanaya harap setelah kejadian ini ada pelajaran yang bisa dipetik oleh Qilla.

######

Author butuh penyemangat...

Terpopuler

Comments

Heryta Herman

Heryta Herman

kasihan khanaya...serba sulit posisinya..
saranku...mantqpkan hati..tinggalkan sahabat ga ada akhlakmu itu..biarkan dia selesaikan mslhnya sendiri...wanita egois sprti qilla tdk layak menjadi sahabatmu

2024-09-18

0

Sandisalbiah

Sandisalbiah

harusnya dr dulu kamu mengambil keputusan ini Khanaya... gak harus sampau 2 thn.. gak harus sampai bikin suami org jatuh hati akan perhatianmu.. nyatanya kebaikanmu malah membuat kamu di pandang rendah kan...

2023-08-28

0

M. salih

M. salih

khanaya mau jadi ibu pengganti untuk Avila kh Thor, antara rela dan enggak

2023-05-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!