Pertengkaran

Pagi harinya Huston hanya bisa tersenyum. Ia tak percaya bisa tertidur di restoran Khanaya. Ah, dia ingat semalam karena agak pusing dia berbaring sejenak tidak tahu malah ketiduran.

Khanaya sudah membawa Avila turun kebawah, balita dua tahun setengah itu berceloteh riang.

"Wanginya anak Papa, Avila sudah mandi ya?" tanya Huston pada sang putri yang tengah memainkan selimut yang baru ia lipat, Huston menghirup harum rambut Avila yang wangi buah segar dan bercampur dengan wangi minyak telon.

Khanaya turun dengan membawa perlengkapan mandi untuk Ayah satu anak itu.

"Aku mandi di rumah saja." tolak Huston merasa tidak enak terlalu banyak merepotkan Khanaya.

"Kamu tidak ke kantor?"

"Ini sudah jam berapa?" bukannya mengiyakan Huston malah balik bertanya.

"Setengah tujuh."

" Oh, my God!"

"Mandi di atas saja," kata Khanaya lalu menyerahkan keranjang dan handuk di meja samping bangku.

Selama dua tahun lebih, setiap bangun pagi selalu wanita ini yang menyapanya. Bagaimana ada orang setulus ini? Tidak adakah satu makna pun di balik kebaikan ini?

*******

Khanaya tidak menyangka jika sang sahabat baru muncul di hadapannya setelah tiga hari dari kejadian Huston ketiduran di restoran.

"Apalagi yang ingin kamu kejar, tidak cukupkah dengan apa yang kau capai saat ini?" Tentang Khanaya yang ingin meminta Qilla tidak terlalu sibuk hingga mengabaikan keluarganya. Akhirnya bisa ia sampaikan.

Qilla menatap sahabatnya.

"Mas Huston dan Avila tidak keberatan." jawab Qilla enteng.

"Tujuanmu menikah untuk ini? Aku memintamu tidak mengabaikan mereka."

Qilla memberi pengertian pada Khanaya. "Aku berterima kasih, karena posisi yang ku capai juga karena peran mu Khanaya. Tapi kamu jangan khawatir, selama ada kamu tidak akan terjadi apa-apa."

Lalu seperti biasa, Avila kembali di titipkan kepada Khanaya yang kasih sayangnya sudah tidak diragukan lagi.

Sebelum pergi Qilla memeluk Khanaya. " Terimakasih sudah mengurus mas Huston dan Avila selama ini."

Tanpa pamrih, itu yang Khanaya lakukan.

******

Sabtu pagi, Khanaya berkunjung ke rumah sahabatnya untuk menjemput Avila, seperti pesan dari Qilla bahwa hari ini suami istri tersebut akan pergi ke lokasi syuting untuk menyelesaikan episode terakhir yang diperankan oleh Qilla.

"Kamu marah, Mas?"

"Tidak berhak ya?"

Khanaya yang baru tiba tidak sengaja mendengar pembicaraan Qilla dan Huston.

Khanaya tidak mendengar nada bentakan atau kemarahan dari Huston, namun lebih ke nada yang terdengar putus asa.

"Mas, ini peluang untukku. Selangkah lagi aku bisa jadi aktor terkenal."

"Itulah, up to you!"

"Aku tidak suka mas bersikap seperti ini." berbeda dengan nada Huston yang lembut, ucapan yang keluar dari mulut Qilla nadanya penuh tekanan.

"Jadi, apa yang kamu mau? Aku marah? Memangnya ada hak ku?" masih tertata kalimat Huston meski nada ya sedikit lebih besar dari sebelumnya.

"Ini demi kita," kata Qilla. "Dengan menerima kontrak ini aku bisa lebih terkenal dan juga mendapatkan pendapatan yang tinggi."

"Kamu lupa jika suamimu ini punya perusahaan sendiri? Bukan takabur. Tapi insyaallah aku bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anak kita "

"Aku belum puas, aku ingin lebih, mas!"

Khanaya terpaku.

"Karena hinaan dari keluargamu aku jadi seperti ini, lebih puas jika aku punya harta sendiri."

Huston menatap tak percaya pada istrinya.

"Ini mimpiku, untung ada Khanaya. Aku beruntung memiliki sahabat sejati sepertinya."

"Apa kamu tidak melihat keadaan kita sekarang?" Huston merasa istrinya sudah terlalu jauh berjalan, dan akan tersesat jika terus dibiarkan.

Apa yang harus kulihat? Tidak ada satupun yang kurang dari kita."

"Tidak ada ya?" Huston tersenyum masam. Ia tidak pernah memiliki waktu berbicara dengan istrinya, setiap pulang syuting Qilla selalu mengeluh capek hingga tidur sampai pagi, belum lagi jika Qilla ada syuting di luar kota istrinya lebih memilih menginap ketimbang pulang untuk kumpul bersama dia dan Avila.

"Sudah berapa lama kita tidak berhubungan?" Huston mulai menuntut kewajiban Qilla terhadapnya. "Jangankan itu, apakah kita pernah menikmati sarapan bersama?"

Khanaya tidak percaya, pikirannya sama seperti Huston bahwa Qilla sudah berjalan terlalu jauh dan itu semua karena karier wanita itu sekarang.

Qilla tidak mau kalah, dia juga punya alasan."Tolong mas, tolong mengerti keadaanku sekarang, ini kesempatan yang tidak datang dua kali, lagian untuk hal yang mas sebutkan, Mas tidak memintanya."

"Tidak meminta ya?" Senyum masam Huston telah hilang."Setiap pulang kamu bilang lelah, saat aku sentuh kamu bilang nanti saja. Sosokku kurang berharga dibanding kariermu itu?"

Huston memijit pelipisnya.

"Kapan semua ini selesai? Menjadi aktor terkenal kesibukanmu bertambah dua kali lipat, lalu Khanaya lagi yang akan mengurusku dan Avila?"

"Khanaya tidak komplain Mas, dia baik dan juga sangat menyayangi Avila seperti anaknya sendiri."

"Dia memang baik, kenapa tidak sekalian kamu memintaku menikahinya?"

Apa? Qilla terkejut. Pun dengan Khanaya di luar.

"Sudah bertahun-tahun Qilla, karena sikapmu tak juga berubah kamu yakin hatiku masih stuck di sini?"

Qilla kehilangan kata.

"Lalu siapa yang akan kau salahkan saat aku jatuh cinta padanya? Kau yang terus menyodorkan Khanaya untuk kami, mengisi kekosongan hari kami tanpa hadirmu." tanya Huston lagi.

Khanaya tidak jadi masuk kedalam rumah sahabatnya. untuk sekarang dia lebih memilih pergi.

Kalimat yang di dengar dari bibir Huston tidak ingin dia pikirkan. Tapi bayangan selama dua tahun ini tentang kebersamaannya dengan keluarga sahabatnya menari apik di benak.

Bagaimana dirinya dengan telaten mengurus Avila, lalu disela waktu menyiapkan sarapan bahkan pernah sengaja memasak untuk pria itu, bahkan merawat suami Qilla saat pria itu sedang sakit. Bukan hanya satu atau dua tapi terlalu banyak hal yang dilewati dengan suami dan anak sahabatnya.

Khanaya tidak ingin membenarkan tapi faktanya sikapnya selama ini tak bisa lagi disebut sebagai penolong, mengorbankan karier nya sendiri, impiannya bahkan kebebasannya nongkrong bersama dengan teman-teman bahkan keluarga. Khanaya seperti sudah menjadi pemeran utama dalam rumah tangga sahabatnya.

Posisinya sudah seperti seorang istri, saru hal yang belum dilakukannya adalah tidur dengan suami sahabatnya.

Khanaya menyadari kesalahannya, karena hubungannya dengan Qilla tanpa sadar dia sudah terlibat terlalu jauh.

Sekarang setelah pertengkaran Qilla dan Huston yang ia ketahui dan hubungan keduanya yang sedang panas bisakah dia bersikap biasa saja?

Khanaya belum memutuskan akan bersikap bagaimana pada keluarga kecil sahabatnya, mungkin yang harus dia lakukan saat ini adalah mulai menjauh, dan menghilangkan rasa perduli terhadap Avila, tapi apakah bisa?

#####

Silahkan vote atau comment jika suka dengan cerita ini. Senang juga rasanya jika ada yang mau kasih kritik/ saran, koreksi, pendapat, unek-unek, maupun pertanyaan juga boleh.

Cerita ini ditunjukkan untuk sekedar menghibur sahabat pembaca semua. Syukur-syukur jika turut dapat memberi motivasi maupun iktibar yang bisa dipetik bersama. Ambil yang positif buang yang negatif.

Happy reading ❤️

Terpopuler

Comments

Heryta Herman

Heryta Herman

pusing sendiri dgn kelakuan mereka bertiga...krna mau menang sendiri..mereka mengabaikan sosok si imut avila...

2024-09-18

0

Sandisalbiah

Sandisalbiah

mungkin terlalu larut dlm plotnya jd tiap koment yg aku tulis selalu julit dan kasar.. hah.. kecewa banget dgn sikap Qilla.. tp gak sepenuhnya salah dia krn suami dan sahabatnya turut memdukung perbuatanya walau tidak secara langsung.. . jd intinya ini kesalahan mereka bertiga..

2023-08-28

1

meta

meta

huhhh... makin panas nih kayaknyaa... sebeell tp akyuu sukaaa ceritanya.. gimna donk...wkwkkwkkk...

2023-06-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!