Sepuluh panggilan masuk dari Qilla tak satupun Khanaya jawab.
Meskipun berusaha tak memikirkan tetapi nyatanya ucapan Ibu mertua sahabatnya itu mengusik harga dirinya.
Khanaya menarik napasnya dalam membaca pesan dari sahabatnya.
Aku nggak minta kamu sering datang ke rumah, biar Avila yang ku antar ke apartemen mu. Enam bulan lagi, Khanaya.
"Bukan aku tidak mau bantu, kamu juga tahu jadwalku juga sedang padat."
Akhirnya Khanaya terpaksa menemui sahabatnya yang mendatanginya ke apartemen.
"Mungkin caramu membuktikan kemampuanmu ini ada yang salah Qilla." keritik Khanaya.
Qilla menggeleng tegas.
"Apapun itu aku mau bisa terlihat baik-baik saja meski menikah tanpa restu."
Khanaya tidak percaya mendengar perkataan sahabatnya. Ini sudah seperti perang ego nggak sih?
Qilla memohon dengan penuh harapan. "Aku cuma punya kamu."
"Aku kerja, Qilla." alasan yang sebenarnya bukan cuma pekerjaan, tapi dia ingin berhenti ikut campur dalam urusan rumah tangga Qilla juga Huston.
"Kay, please. Selesai kontrak aku pikirkan rencana lain. Yang penting kontrak kerja ku selesai dulu."
Khanaya masih menggeleng.
Mata Qilla berkaca-kaca.
"Kay, kenapa kamu jadi begini sih?"
"Aku udah nggak bisa terus bantu kalian."
Dengan putus asa Qilla menunduk, ia tak malu-malu meraung seperti orang gila di depan Khanaya.
Tapi Khanaya tidak bergeming. Bahkan meskipun Qilla pergi dari apartemennya Khanaya tidak menahan langkah sahabatnya.
******
Di rumah Huston menenangkan istrinya. Qilla tertawa terbahak-bahak dan menangis tersedu-sedu karena Khanaya tak mau membantunya lagi. Dan sekarang dia memaksa Huston untuk membujuk sahabatnya itu.
Tapi Huston menolak. Khanaya berhak melakukan itu, Huston sadar selama ini Khanaya sudah sangat kerepotan dengan keinginan Qilla.
Rencana Qilla sudah jelas. Dia ingin sukses dalam karirnya berusaha semaksimal mungkin untuk membuat Ibu suaminya menyesal dan akan melemparkan hinaan dan cacian yang wanita itu pernah berikan padanya.
Huston hanya bisa diam mendengarkan kemarahan Qilla.
"Biar aku yang jaga Avila, aku bisa kerja dari rumah." Kata Huston dengan tenang. Meminta sang istri berhenti pun tidak akan dituruti, padahal Huston adalah laki-laki yang memiliki keinginan sederhana yang hanya butuh istrinya di rumah menjaga anak dan mengurus dirinya. Perihal lain bisa dipenuhi tapi hingga kini dia tetap gagal membawa pembantu ke rumah.
Qilla menolak mentah-mentah usulan Huston. Dia tidak mau sampai Ibu mertuanya tahu jika Huston yang menjaga putrinya, bisa tambah hancur namanya di mata Ibu Huston.
"Kamu masih menganggap ku suami? tanya Huston, saat tatapan sang istri menuju padanya dia melanjutkan. " Jika masih dengarkan aku, ini menyangkut keluarga kita aku berhak bersuara."
"Tapi apa kata keluargamu nanti? Menjadikan suami budak?"
"Kamu tidak perlu dengar ucapan orang, ini tentang keluarga kita "
Qilla tidak paham apa yang di pikirkan suaminya, menurutnya tindakannya tidak ada yang salah. Dia hanya ingin menunjukkan kemampuannya.
"Semua keluarga mu ingin kau menceraikan ku!" Qilla membantah.
"Dan aku menceraikan mu? Tidak kan?" Meskipun Huston terus berkata lembut dan tak tersulut emosi tampaknya tetap tak mampu menenangkan hati istrinya.
"Masih banyak waktu untuk membuat keluargaku luluh, tolong kita pikirkan bersama."
"Tidak, aku punya cara sendiri."
Pembicaraan dua orang itu tidak menemukan kesepakatan, keduanya bersikeras dengan rencana masing-masing.
"Lama-lama aku bisa gila."
Sudah Khanaya tidak mau membantunya di tambah suaminya juga tak bisa diajak kompromi membuat pagi harinya mood Qilla hancur berantakan.
Hari pun terus berjalan Huston yang mengurus putrinya.
Ayah anak satu itu belajar banyak tentang bayi dan rasanya mulai membuahkan hasil. Avila tumbuh dengan baik.
Pria itu memaklumi perangai sang istri, tidak marah dengan sikap Qilla yang seenaknya, Ayah satu anak itu juga rela bergadang setiap malam demi bayi mereka.
Hingga suatu hari Avila kembali masuk rumah sakit, bayi yang kini berusia enam bulan itu kejang-kejang.
Huston sudah menghubungi Qilla tapi belum tersambung bahkan pesannya juga belum dibaca oleh sang istri.
Ingin menghubungi Khanaya tapi dia ingat dengan ucapan istrinya jika Khanaya tidak ingin berurusan lagi dengan mereka.
Huston juga menyadari hal itu, dia sungguh banyak berhutang kepada sahabat istrinya itu.
Huston sedang duduk seorang diri menunggu Avila saat Mommy nya datang.
"Kenapa tidak menduda saja?" sayangnya kekesalan ibunya beralasan karena dia mengetahui keadaan biduk rumah tangga anaknya.
"Mom.." lirih Huston.
"Bela terus istrimu, ku pikir begitu membuat pengasuh anak kalian tersinggung dia akan lekas sadar, ternyata malah menjadikan mu babu! Sudah berapa bulan kamu tidak ke kantor Huston? Haruskan surat PHK itu sampai hari ini juga di rumahmu?"
Dari sederet amarah yang di lupakan ibunya, Huston malah fokus dengan kata membuat pengasuh anak nya tersinggung. Apakah itu maksudnya Khanaya?
"Mommy menemui Khanaya?"
Ibunya melirik sinis.
"Kau ingin hidup dengan terus membenarkan perzinahan?"
Huston melebarkan matanya.
"Apa dia sama sekali tidak bisa memuaskan di atas ranjang sampai kau membawa wanita lain untuk menghangatkan ranjang mu?"
Huston menggeleng tegas.
Tapi belum sempat menjawab suara seorang wanita mengalihkan perhatiannya pada sang Ibu.
"Apa yang terjadi pada Avila?" Khanaya datang dengan pakaian yang baru saja ia kenakan di pemotretan. Jangan tanya bagaimana bentuknya, yang jelas seluruh lekuk tubuhnya dan aset berharganya menjiplak dengan jelas.
Ibu Huston terbelalak. Syok dengan kehadiran Khanaya juga tampilan wanita itu. Tidak lama berselang seseorang membawakan Khanaya jaket dan juga kain rajut yang digunakan untuk menutup lekuk tubuhnya.
"Kau meninggalkannya." ungkap pria bencong yang membantu Khanaya memasangkan kain rajut itu di pinggang.
"Sorry, aku terburu-buru, karena mendengar kabar mengejutkan ini." ucap Khanaya yang membuat Huston terpana.
Tanpa sadar Huston membandingkan kesigapan Khanaya dengan Qilla dan ini bukan pertama kalinya dia membandingkan hal itu.
Mata Ibu Huston menatap apa yang di sodorkan waria itu pada Khanaya. Sebuah tas yang dia tahu nilainya mencapai ratusan juta rupiah. dan juga jaket yang baru dikenakan oleh Khanaya yang termasuk sebuah karya edisi terbatas.
Begitu Dokter memperbolehkan seseorang melihat keadaan Avila di banding Huston Khanaya lebih cepat melangkah kakinya kedalam ruang tindakan tersebut.
"Apa yang Mommy tuduhkan itu tidak benar." setelah Khanaya hilang dari pandangan Huston melihat kearah ibunya.
"Jika hanya seorang sahabat, mana mungkin sampai rela mengasuh anak dan suami orang lain?"
Ini juga yang kerap Huston pikirkan. Mengapa Khanaya sebaik itu?
"Dia nggak ngelunjak sama kamu? Minta ini minta itu?"
"Uangnya sendiri banyak. Buat apa minta-minta sama aku?"
"Tapi dia seperti wanita murahan."
"Dia seorang model Mom."
"Modal madul maksudnya? Mana ada model mau jadi pengasuh anak dan suami orang."
Huston hanya mengangkat bahu acuh.
Dia sudah mengatakan apa yang dia tahu soal Khanaya, karena pada kenyataannya dia juga tak cukup mengenal gadis itu.
Aku sudah hubungi Khanaya, dia pasti nanti segera datang. Maaf mas, aku masih ada sesi syuting yang tidak bisa aku tinggalkan.
Sebaris pesan dari sang istri membuat senyum miris terbit di sudut bibir Huston.
Siapa disini Ibu kandung Avila? Mengapa yang terlihat kalang kabut malah Khanaya? Sedang Qilla yang menjadi Ibu kandungnya malah terlihat santai dan tak begitu perduli.
#######
Ada yang masih menunggu lanjutannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Nesya Yanuar
Qilla ini bnr" istri tak berguna, ibu tak punya hati, Dan sahabat tdk tahu diri.
2025-02-28
0
Heryta Herman
Qilla egois...klo tdk mampu untuk menjalani rmh tangga....lps kan semua...cari kebahagiaan sendiri"...
2024-09-18
0
YK
bagus. tuh anak egois. heran, deh...
2024-01-13
0