“El kenapa diam melamun?” tanya ibu yang masuk ke dalam kamar El saat itu. Ibu hanya ingin mengingatkan mengenai janji El pada Bayu dan memintanya kesana sebelum malam semakin larut.
“Bu… Ibu tahu kecelakaan Mita terjadi ketika akan menjemput El di Bandara?”
“Ya, kenapa?” tanya ibu kembali membelai rambut Elvira dengan tangan keriputnya.
“Ibu, tak lantas menuduh El sebagai penyeban meninggalnya Mita, kan?” Gerakan tangan ibu langsung berhenti dan menatap El di kaca meja riasnya, dan jantungnya terasa perih seketika.
“Bu, maaf…”m El menyesal ketika melihat mata ibu yang tampak berkaca-kaca.
Tampak ibu menarik napasnya panjang saat itu dan menghembuskannya dengan lega. Ia juga kembali menyisir rambut El yang masih basah dengan tangannya. “Kamu tahu ap aitu takdir, El? Bahwa meski saat itu kami kurung Mita di dalam rumah selama seminggu penuh, maka akan ada saja cara Mita menjemput takdirnya.”
Sedikit lega, karena ternyata ibu tak ikut menyalahkannya saat ini. Tapi, bagaimana dengan mama Lita dan yang lain? Bahkan nyaris semua orang disini ikut mempersalahkannya atas semua kejadian yang ada. Ia takut jika mama Lita juga akan beranggapan hal yang sama.
“Sudahlah, El tak perlu berfikiran macam-macam setelah ini. El fokus saja sama pekerjaan El, dan semua yang sudah El rintis sejak awal hingga sampai sekarang ini.” El menganggukkan kepala mendengarnya.
Harusnya besok pernikahan itu terlaksana, dan malam ini harusnya sudah banyak tamu yang datang kesana dan El_Mita harusnya tengah mempersiapkan semuanya.
Memang banyak tamu yang datang, tapi mereka Sebagian terkejut ketika acara yang ada amatlah berbeda, bukan acara untuk sebuah pernikahan. El perih melihat ekspresi mereka semua, apalagi ketika mendengar bapak harus lagi dan lagi bercerita tentang kejadian yang ada.
“El mau pergi?” tanya bapak ketika melihatnya keluar dan telah rapi.
“Iya, Pak. Ibu ingetin tadi, supaya ngga kemaleman. Pamit, ya? Besok pagi El balik,” ucapnya meraih tangan bapak dan ia kecup seperti bapaknya sendiri. Memang sedekat itu mereka selama ini.
El menghela napas ketika masuk kedalam mobil Mita. Keadaan saat ini membuatnya ngeri dengan semua pandangan orang terhadapnya, apalagi ia menggunakan semua milik Mita saat ini. Pemikiran negatef pasti akan ada diantara mereka.
Sepanjang perjalanan itu El yang sendiri kembali terkenang akan kebersamaan keduanya. Meski jauh, tapi Mita selalu rajin menghubungi El walau hanya sekedar mengabarkan dan mengingatkan agar gadis itu tak lupa untuk makan.
“Inget, kamu magh kronis. Nanti kalau sakit, siapa yang akan jaga kamu disana.” Mulut cerewet Mita begitu ia ingat saat ini dalam bayangannya.
“Iya, ini lagi makan malem loh, Mit. Cerewet ih,”
“Lah, siapa lagi yang bakal cerewetin kamu kalau bukan aku? Ibumu udah ngga ada, pacar ngga punya.” Mita tertawa dari tempatnya.
“Bahas terus, Mit! Kamu kalau deket udah aku lempar pake sendok nih,” ancam El, dan Mita justru terbahak-bahak disana.
“Makanya ku bilang jangan jauh-jauh, kangen kan sama aku?”
“Mboh lah, ngeselin.” El sembari mengunyah saat itu memperlihatkan wajah masamnya pada Mita.
“Nanti kalau aku ngga ada, ibu sama bapak gimana ya? Kasihan berdua aja di rumah. Biasanya ada aku yang urus mereka,”
“Apaan? Orang deket juga. Kayak bakal dibawa kemana aja sama bang Bayu. Paling lama satu jam dari rumah ibu ke rumah mertuamu,” cici El masih dengan makan malamnya. Ia menangkap wajah Mita mendadak sedih saat itu ketika membahas kedua orang tuanya.
“Kamu balik deh, El. Disini kamu tinggal sama bapak ibu, terus gantiin aku jaga mereka. Kita buat klinik, aku minta bang Bayu urus nanti.” Ingat pula segala bujukan Mita padanya saat itu, seolah Mita memiliki firasat pada kedua orang tuanya bahwa usianya tak lama lagi.
Tapi entahlah. Jika semua itu terbaca sejak awal, pasti kejadiannya tak seperti ini.
“Sono urus dulu. Nanti kalo waktunya aku balik, ya aku bakal balik. Tunggu aja,”
“Ish, kamu mah. Nanti keburu aku pergi, El… Kasihan mereka,”
“Perga pergi mulu, kek mau kemana aja. Udah ih, aku mau tidur. Inget, kamu juga jangan begadang mulu. Ngga jadi nikah ntar,”
“Idih, doanya seram.” Mita kembali tertawa padanya.
El tiba di parkiran Rumah sakit saat itu. Parkir mobil begitu rapi kemudian berjalan masuk ke dalam segera menuju ruangan Bayu. Ia disambut papa Thomas, sementara mama Lita ketiduran di sofanya.
“Pak, bagaimana perkembangannya?” tanya ramah El.
“Sejak kalian pulang, belum ada perkembangan sama sekali. Tapi bersyukur meski stuck dan tak mengalami penurunan,”
“Alhamdulillah,” ucap El yang langsung menghampiri Bayu ditempatnya. Memperihatikan bahkan dengan selang NGT terpasang dihidungnya saat itu, belum lagi dengan selang oksigen dan semua alat yang terpasang di dada dan jemari sebagai pengontrol jantungnya agar terlihat dari monitor.
“Assalamualaikum, Bang. El datang tepatin janji,” sapa El yang kemudian menggenggam tangan Bayu untuk merasakan respon yang ia berikan seperti tadi siang.
Dan benar saja, jemarinya sedikit terasa bergerak dan menggelitik telapak tangan El saat itu. El tersenyum dengan respon yang diberikan, sementara papa Thomas masih bingung melihanya. Karena sempat ia mencoba, tapi ia tak mendapat respon yang sama dari putranya.
El meninggalkan mereka sebentar untuk berkonsultasi dengan dokter jaga yang ada disana mengenai perawatan Bayu. “Kamu perawat, kan?”
“Iya, Bu. Saya perawat di Rumah sakit jiwa yang ada di kota Bumi Ayu,” jawab El padanya. Dan bahkan ia memperlihatkan kartu pegawai agar meyakinkan perizinan agar bisa merawat Bayu tanpa perlu memanggil perawat yang bekerja. Hannya ingin terus mengntrol Bayu dengan semua sesitifitas terhadap dirinya saat ini.
“Ya, baiklah. Lagipula, Bayu juga merespon ketika bersama kamu. Pak Thomas yang memberitahu semuanya. Kalian dekat?” Dokter penasaran dengan semua kejadian yang ada.
“Tidak. Hanya, bang Bayu calon suami mendiang sahabat saya.”
“Oh, yang meninggal itu ya? Baiklah, saya percayakan dia sama kamu setelah ini. Tapi jangan lupa laporannya, ya?” pinta dokter itu pada El, kemudian ia kembali ke ruangan Bayu untuk memberi kontrol istimewa saat ini.
Semuanya sesuai jadwal dari selembar kertas yang ada di nakas dekat ranjang Bayu, dari jadwal makan hingga suntikan obat semua diambil alih El selama disana. Nanti akan kembali lagi ke perawat Rumah sakit ketika El pulang ke rumahnya.
Pagi. El bangun cepat mempersiapkan air hangat untuk mengelap tubuh Bayu saat ini. Ia Sudah memakai sarung tangan dan celemek, dan satu persatu kancing piyama Bayu ia buka untuk mempermudah tugasnya.
“Hey!” Mendadak mama Lita bangun dan menggeggam tangan El dengan tatapan tajamnya. “Mau apakan anak saya?”
“Maaf, Bu. Saya Cuma mau mandikan abang sebentar, dan itu hanya di lap saja biar makin segar.”
Mama Lita kemudian meraih air hangat itu dan menyentuhnya dengan jari ,”Ini sudah dingin, kamu mau bunuh anak saya?”
“Akan semakin dingin jika ibu terus menunda apa yang harusnya saya lakukan sejak tadi. Atau ibu mau menggantikannya?” tantang El.
“Kamu!! Perawat Rumah sakit jiwa, kenapa dibiarin pegang-pegang anak saya? Dokter… Dokter!” panggil mama Lita, pada yang seharusnya lebi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Zakia
harus punya stok kesabaran banyak untuk menghadapi mama Lita El. bila sudah jadi mertua mu,,,,,, harus sabar lagi lagi dan lagi.
2023-05-20
0
𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉
ya Allah mama lita tuh bikin emosi ee.padahal el udah ijin,dan lagi bayu selalu respon klo sama el...sebenernya mama lita mau bayu cepet sembuh ga sih😩
2023-05-20
0
Tatik R
bisa gak di paketkan si mama lita ini, kirim ke tempat yg jauh sekali
2023-05-20
0