Pria Lumpuh Itu, Suamiku
Siang hari di Bandara. Seorang gadis dengan koper dan tas yang ia sandang beru saja turun dari pesawat lantas duduk di ruang tunggu menanti kedatangan saabat tercinta yang akan menjemputnya.
Dialah Elvira Pranata, seorang gadis yang baru saja mendapat cuti dari pekerjaannya diluar kota. Ia sudah setaun sengaja tak mengambil libur dari pekerjaannya sebagai seorang perawat di sebuah rumah sakit jiwa. Ia pulang demi menghadiri acara pernikahan saabatnya yang akan diselenggarakan seminggu lagi sejak hari ini dan bahkan ia diminta menjadi pendamping di pernikahan itu nanti.
"Ta, dimana?" tanya El pada sahabatnya yang kemungkinan telat.
"Lagi di jalan, El. Sabar, ya? Bentar lagi sampai kok," balas MIta padanya. Di tempatnya saat ini terjebak macet cukup parah, dan lagi ia telat karena harus mengambil pesanan kebaya untuk El yang akan jadi pendampingnya nanti. Mita sengaja memesankan kebaya abu-abu yang begitu indah sesuai dengan kebaya pernikahannya nanti.
"Temen kamu kalau kelamaan, suruh naik taxi aja, Sayang. Kasihan loh dia capek," sahut Bayu pada calon istrinya itu. Ia memang begitu pengertian, mengenal El meski amat jarang beretemu
Bayu dan Mita sudah dekat sejak masih sama-sama kuliah, dan saat itu El takt ahu karena mereka beda jurusan dan Mita tak terlalu terbuka mengenai asmaranya. Apalagi ketika bersama El, maka Mita akan fokus hanya pada mereka berdua dan tak mau membahas pria yang akan membuat El kurang nyaman.
"Gimana?" tanya Mita, yang sebenarnya tak enak pada El karena sudah berjanji untuk menjemputnya sejak membujuk El pulang demi dirinya. Mereka sudah lama sekali tak bertemu, hingga kini rasanya rindu itu sudah terlalu menggebu-gebu. Ingin sekali Mita berlari menghampiri dan memeluk El saat ini dengan begitu erat.
"Yaudah, aku tunggu setengah jam lagi aja. Nanti kalau kamu masih belum jemput juga, tandanya aku udah naik taxi ya," jawab El, dan Mita hanya meng'iyakan dengan anggukan kepalanya.
El mematikan hpnya kemudian duduk santai di kursi yang tersedia sembari mengenang persahabatan mereka dari masa kecil karena bertetangga. Siapa sangka, meski El pindah, mereka akan bertemu lagi dibangku SMA hingga bahkan kuliah di universitas yang sama meski dengan jurusan yang berbeda. Mita sebagai Dokter dan El sebagai perawat. Mereka bahkan sempat bercita-cita untuk membuka klinik bersama dan membuat Yayasan amal disana.
Elvira bahkan tersenyum sendiri membayangkan betapa konyol mereka berdua ketika remaja, yang bahkan sempat diberi predikat Duo somplak oleh guru-guru mereka.
Hingga setengah jam lebih karena akhirnya El melirik jam tangan yang ia pakai. Itu adalah hadian dari Mita ketika kelulusan, dan El pakai hingga saat ini karena butuh jam tangan ketika bekerja. El menghubungi nomor Mita saat itu namun taka da jawaban darinya, hingga ia berdiri dan berjalan menghampiri taxi yang sudah mempromosikan jasanya sejak tadi.
"Lagian udah janjian, kalau setengah jam belum sampai maka aku naik taxi." El mengingat perjanjian keduanya barusan. Bahkan dalam taxi, ia terus berusaha menghubungi Mita untuk memberitahu keberadaannya saat ini.
Chhiiitzzzz! Mobil mengerem mendadak hingga El nyaris tersungkur ke depan dan menabrak kursi supir taxi didepan.
"Bapaaaak," omel El sembari mengusap kepalanya saat itu.
"Maaf, Non. Itu, macet di depan ada kecelakaan." Pak supir tampak sedikit tak enak hati dengan apa yang terjadi saat itu.
El kemudian memperhatian keadaan diluar yang memang begitu ramai dengan kerumunan orang banyak, dan bahkan sudah ada mobil Ambulance disana. Ia hanya menganggukkan kepala, lalu menyandarkan bahu di sofa mobil sembari terus memainkan hpnya saat itu, dan sesekali kembali menghubungi Mita. Karena jika belum kembali mengkonfirmasi, maka ia masih begitu penasaran rasanya.
"Mana sih, Mit?" gumam El sedikit kesal padanya. Hingga sebuah nada dering dari Hp terdengar ditelinga El saat itu, seperti nada dering yang sering MIta pakai karena itu adalah lagu kesukaannya. Begitu dekat meski samar karena kebisingan yang ada.
"Ah, nada begitu mah yang pakai banyak." El berusaha santai saat ini. Namun, makin lama nadanya semakin pas ketika El menghubungi MIta saat itu.
El menelan saliva, ia kemudian pamit keluar pada pak supir untuk mencari sumber suara yang ada disana. El menutup pintu taxi itu kemudian menerobos satu persatu kerumunan yang ada hingga tiba dititik kecelakaan dengan kondisi yang begitu parah disana.
"Parahnya," ngeri El melihat semua kondisi yang ada. Apalagi ketika mobil tampak hancur dibagian kanan karena menabrak pembatas jalan yang ada, tak terbayang oleh El bagaimana keadaan penumpangnya saat ini.
"Iya, katanya si cewek meninggal ditempat sedangkan cowoknya kritis," celetuk salah seorang dengan ucapan El didekatnya. Sekujur tubuh El seketika merinding dibuatnya, meski ia sudah seirng melihat yang seperti itu selama bekerja.
Beberapa petugas dan polisi ada disana dan bekerja sama mengidentifikasi semuanya. Tampak sebuah tandu disana dengan sesosok mayat yang ditutup seluruh tubuhnya, dan beberapa petugas Kesehatan berusaha mengangkat untuk dibawa ke Ambulance saat itu juga.
"Kasihan," ucap El ketika melhat kaki dan tangannya yang terbuka dari kantong jenazah itu begitu banyak darah. Namun, ada satu yang menjadi perhatiannya saat itu dengan jenazah yang sudah masuk kedalam Ambulance.
"Ngga mungkin!" Jantung El berdegup dengan kencang, dan ia segela melihat jam tangan yang ia pakai saat itu begitu sama dengan jam tangan wanita yang ada disana.
"Engga... engga... Ngga mungkin!" El berusaha menolak, tapi hati dan langnkah kakinya membawa EL berjalan menuju ke Ambulance saat itu juga hingga penampakannya semakin lama semakin jelas dimata Elvira.
"Permisi, Mba. Maaf, Jenazah akan segera kami bawa ke Rumah sakit untuk segera di identifikasi." Seorang petugas menghalangi El dan berusaha membawanya pergi dari sana agar tak mengganggu semua proses yanga da.
"Tapi Mba, itu teman saya. Saya harus lihat dia dan memastikan itu semua," raung El padanya. Tapi petugas it uterus mendorong El kebelakang agar Ambulance dapat pergi segera dan membawa jenazahanya.
"Mitaa!!" El berusaha memberontak dan mengejarnya. "Lepasin! Saya mau sama sahabat saya," erang Mita sekuat tenaga, seakan ia lupa dengan segala prosedur yang ada.
"Mba, kalau Mbanya mau pastikan, ke Rumah sakit aja. Semua barangnya juga sudah dibawa kesana, bahkan teman prianya juga Sudah mendapatkan perawatan sesuai lukanya."
Seakan tak mau mendengar apapun lagi, saat itu El melepaskan diri dan segera kembali naik kedalam taxi yang tadi. Em langsung meminta sang supir untuk segera membawanya menuju Rumah sakit yang membawa jenazah itu pergi darinya.
Sepanjang jalan El begitu gelisah dan cemas hingga airmatanya keluar tanpa sadar. Ia menggigiti bibir dan kukunya sendiri saat itu sangking tak bisa melakukan apa-apa lagi saat ini dengan semua kejadian yang ada.
"Aku maunya disambut senyum dan pelukan kamu, bukan seperti ini." El tersedu dengan suara seraknya saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
mama Al
aku mampir mbei
2023-06-24
0
Pelangi Senja
iya betul suamiku pria lumpuh.tapi sayang lanjut ceritanya si Reza dah di pending..padahal ceritanya seru
2023-06-05
1
Akhmad Soimun
siang² gini mau nongkrong disini ahh, walopun dah ketinggalan jauh ,kalo critanya bagus pasti bisa dinikmati
2023-05-29
0