*
*
"Kakak ipar kedua, beri tahu ibumu kalau kalian disini. Agar nanti Desi tidak pulang ke rumah kalian. Biarkan tetap menginap di rumah neneknya." Ucap Siska seraya tersenyum.
"Ah benar, aku belum mengabari mereka, terimakasih, sudah mengingatkan, Siska." Balas Putri seraya ikut tersenyum.
Siska menganggukkan kepalanya, kemudian pamit dan berlalu ke depan rumah. Dimana Ergan menunggui dirinya di sana.
"Bagaimana? Dapat tidak?" Tanya Siska to the point.
"Dapat! Setelah mengetahui ciri-cirinya, aku rasa itu adalah tetangga dua rumah Kakak kedua. Paman Rusdi! Yang dulu mau menghancurkan pernikahan kakak kedua dengan kakak ipar!" Ucap Ergan, berbisik-bisik tapi nada suaranya tegas dan serius.
"Paman Rusdi? Oh dia? Adik bibi Darmi, kan? Aku tahu mengapa dia cari masalah dengan kakak kedua, sekarang. Padahal sudah lama, kan kakak kedua baik-baik saja, meski keduanya perang dingin." Ucap Siska dengan nada datar.
"Apa maksudmu, kak?" Tanya Ergan bingung.
"Paman Rusdi sudah lama berhenti menindas kakak kedua, lalu sekarang tiba-tiba dia kembali mencari masalah. Kau ingat tidak kemarin? Aku membuat bibi Darmi kesal, emosi, dan malu." Ucap Siska mengingatkan Ergan.
"Ah! Bukankah berhubungan! Bibi Darmi pasti menyuruh paman Rusdi menganggu kakak kedua, karena tidak bisa membalas kakak!" Ucap Ergan, wajahnya langsung berubah muram. Tatapan matanya menggelap, menahan emosi.
"Benar. Dia tidak bisa membalaskan dendamnya sendiri, jadi menyuruh adiknya mengganggu orang terdekat kita. Cih! Bukankah menjijikkan orang seperti ini?" Ucap Siska berdecih, kesal.
"Kak, ayo beri pelajaran padanya hari ini juga." Ucap Ergan serius.
"Ide bagus, ayo pergi ke desa sebelah. Kau pinjam sepeda tetangga, aku pakai sepedamu. Pergilah, aku izin pada Mama dulu." Ucap Siska seraya masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu jawaban Ergan. Sedangkan Ergan dengan cepat ke rumah tetangganya untuk meminjam sepeda.
Begitu masuk, terlihat Ibunya sedang mengobrol bersama Putri. "Ma, aku pergi ke pasar dulu, mau membeli kartu perdana. Titip Uqi dan Uni, masih tidur di kamar. Oh ya, Ergan akan ikut bersama denganku." Ucap Siska, langsung mengutarakan tujuannya yang ingin keluar rumah, tanpa mengutarakan tujuan aslinya.
"Baik, Uqi dan Uni serahkan pada Mama saja. Kau berhati-hatilah." Ucap Ibunya langsung setuju. Lagipula, tadi mereka memang berencana membeli kartu perdana, tetapi tidak ada kesempatan.
Setelahnya, Siska keluar rumah, sudah ada Ergan yang duduk di atas sepeda milik tetangganya.
"Nak, berhati-hatilah, jangan sampai melukai dirimu sendiri. Beri pelajaran dengan satu cara, jangan gunakan kekerasan." Ucap Ayah Siska, tiba-tiba keluar dari rumah menyusul.
"Bapak, membuatku kaget saja. Kenapa bapak tahu aku mau memberi pelajaran seseorang?" Tanya Siska.
"Bapak mendengar percakapan kalian, tadi." Balas Ayahnya.
"Aihh, baik, kalau begitu. Siska akan ingat nasihat Bapak. Siska pergi dulu. Titip anak-anak Siska, ya, pak." Ucap Siska seraya meninggalkan Ayahnya, menuju ke sepeda yang terparkir. Setelah Ayahnya mengangguk dan menyetujuinya.
"Ayo, pergi." Ucap Siska begitu menaiki sepeda, kemudian mengayuh sepedanya lebih dulu, diikuti Ergan di belakangnya.
20 menit kemudian, keduanya telah sampai di desa tempat kakak keduanya tinggal.
"Kak! Bukankah mau mendatangi rumah paman Rusdi? Harusnya belok ke kiri, kan? Kenapa malah mengambil arah kanan?" Tanya Ergan seraya mencegat sepeda Siska dari arah depan. Membuat Siska menghentikan sepedanya.
"Tidak, siapa bilang kita akan mendatangi rumahnya? Kita akan mendatangi kepala desa." Ucap Siska.
"Hah? Untuk apa mendatangi kepala desa?" Tanya Ergan bingung.
"Sudah, ikuti saja." Balas Siska, kemudian melanjutkan perjalanan, membuat Ergan dengan cepat menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu melaju dengan sepedanya.
Sesampainya di rumah kepala desa, Siska langsung turun memarkir sepedanya, dan mengetuk pintu rumah kepala desa.
"Kau adiknya Sapta, daei desa sebelah kan? Aku mendengar kabarnya, bagaimana keadaan kakakmu sekarang?" Tanya Kepala desa.
"Kakakku luka-luka, tapi sudah diobati, sore nanti akan dibawa ke klinik. Terimakasih kepala desa karena sudah perhatian." Balas Siska seraya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Aiya, Sapta juga warga desa sini, untuk apa sesungkan itu? Oh, ya, Ngomong-ngomong ada urusan apa sampai membuat kalian datang jauh-jauh kemari?" Tanya Kepala Desa lagi.
"Tidak, aku hanya mau melapor, kakakku akan menginap di rumah orang tuaku selama dua Minggu ke depan. Kepala Desa, aku minta tolong bantu jaga rumah kakakku. Dan Desi, keponakanku ada di rumah neneknya. Jadi sekalian menjemputnya juga." Ucap Siska kembali tersenyum.
"Ah itu, aku kira ada apa. Baik, baik, tenang saja. Aku akan bantu jagaa." Ucap Kepala Desa.
" Kepala Desa baik sekali, aku berterimakasih Ah ya, ngomong-ngomong kepala Desa, kemana istrimu?" Tanya Siska.
"Pulang ke rumah ibunya. Sudah satu Minggu, kami sedang bertengkar." Ucapnya sedikit malu.
"Ah begitu... Kepala desa, karena kau sudah baik padaku, aku ingin memberitahumu satu hal. Jemput istrimu, jangan biarkan dia tinggal di rumah ibumu lebih lama. Jangan sampai menyesal." Ucap Siska.
"Apa maksudmu dengan berkata begitu?" Tanya Kepala desa dengan raut bingung, pun dengan Ergan.
Siska hanya tersenyum kecil membalas pertanyaan bingung dari kepala desa. "Kalau begitu, aku pamit, harus segera menjemput Desi." Ucap Siska.
"Tunggu, tunggu, aku benaran tidak mengerti. Bisa kau jelaskan dulu maksud perkataanmu?" Tanya kepala Desa lagi, menahan Siska yang sudah berdiri, berniat meninggalkan rumahnya.
"Ingat kata-kataku saja, segera jemput dia." Ucap Siska, kemudian pergi, diikuti Ergan. Meninggalkan tanda tanya besar di benak kedua laki-laki ini.
Siska menghela nafas, agak tertekan sebenarnya, karena melakukan hal ini. Ia mengandalkan ingatan di kehidupan pertamanya. Kebetulan kepala desa ini berkata jika istrinya pergi ke rumah ibunya. Sekalian saja manfaatkan kesempatan untuk membongkar perbuatan Rusdi yang masih diingatnya.
Rusdi ini, selalu melecehkan para wanita di desanya. Para gadis muda bahkan tidak berani membuka mulut atas apa yang mereka alami. Tetapi kemudian, Rusdi dengan berani meniduri istri kepala desa yang masih muda, seumuran ipar keduanya.
Ia ingat dengan samar, istri kepala desa tidak terima diperlakukan begitu, sehingga dirinya memilih bunuh diri sebelum Rusdi melakukannya. Dan perbuatannya malah diketahui oleh ibu dari istri kepala desa yang baru pulang dari ladang.
Siska tersenyum sinis memikirkan hal bajingan itu.
Tunggu, dan lihat saja hasil akhirnya nanti, Rusdi. Siapa suruh dia mengusik keluarganya. Jangan salahkan Siska bertindak kejam. Dengan membongkar perbuatannya lebih awal. Lagipula, bajingan seperti itu memang pantas mendapatkannya.
Sedangkan disisi lain, kepala desa bergegas pergi ke rumah ibu mertuanya, sebab perkataan Siska begitu mengganjal dipikiran dan hatinya. Perasaannya juga mendadak tidak karuan, tidak nyaman.
Setelah menempuh 10 menit untuk datang ke rumah ibunya, kepala desa langsung berlari begitu mendengar jeritan istrinya dari dalam rumah.
Area rumah sekitar ibunya memang sepi, tidak banyak rumah yang ada disana. Hanya 3 rumah, termasuk rumah Ibunya.
Di jam seperti ini, semua orang tidak ada di rumah siang begini. Pemilik pergi ke ladang, dan bekerja di pasar.
Lalu, kepala desa ini mendengar jeritan istrinya. Membuat hatinya tiba-tiba mencelos.
"RUSDI! KAU BAJINGAN! APA YANG MAU KAU LAKUKAN PADA ISTRIKU?!"
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
lanjut thorrrr kuh
2023-06-28
1
christie Ciciz
lagiiii lagii
2023-05-25
2
Krislin Meeilin
aduh up lagi ceritanya 🥰🥰🥰🥰
2023-05-25
2