*
*
Siska menatap bungkusan di tangannya dan Baron bergantian. "Bos, terimakasih banyak. Kau begitu baik, semoga daganganmu selalu laris!" Ucap Siska sangat berterimakasih. Ia tidak salah mempercayai Baron. Ia Ia begitu baik, padanya, padahal dirinya orang baru di mata Baron.
"Sudah, sana, bukankah kalian mau jalan-jalan hari ini?" Ucap Baron mengingatkan Siska.
"Kalau begitu aku pergi, bos. Sekali lagi terimakasih." Ucap Siska seraya tersenyum, dan melenggang pergi setelah membayar semuanya.
Baron menganggukkan kepalanya. "Hari ini benar-benar untung banyak!" Ucapnya senang. Siska sudah membantunya dari awal, kemudian ia malah membantunya lagi dengan membeli ponsel bekas di tokonya. "Gadis ini memang bintang keberuntunganku." Lanjutnya seraya tertawa dengan semangat.
Siska kembali ke kiosnya, disuguhkan dengan pemandangan Ayah, ibu, dan Ergan yang menatapnya dengan penasaran.
Siska hampir menyemburkan tawanya begitu melihat ketiganya dengan ekspresi yang menurut Siska sangat lucu. "Aku membeli sesuatu, kalian ingin melihatnya?" Tanya Siska Manahan diri untuk tidak tertawa, kemudian bergabung, duduk bersama keluarganya. Disamping Uqi dan Uni yang sedang bermain berdua.
"Ponsel, kan?" Tanya Ergan dengan malu. Karena sebetulnya, dia menguping pembicaraan Siska dengan Baron tadi.
"Wah! Kau mengikutiku ya?" Goda Siska dengan alis di naik turunkan.
"Aiya, kak! Kios bos Baron kan tepat di sebelah. Tidak perlu mengikuti, pembicaraan kalian juga terdengar sampai kemari, tahu!" Elak Ergan dengan wajah yang dipalingkan.
"Ma, Pak, begitukah?" Tanya Siska beralih pada kedua orang tuanya yang tersenyum tertahan melihat interaksi kakak adik di depan keduanya.
"Ma, Pak! Bukankah kalian mau ke toilet? Ayo, aku antar!" Ucap Ergan menyela, sebelum kedua orang tuanya menjawab pertanyaan Siska.
Siska tertawa kecil, "Sudah, sudah, tidak menggodamu lagi. Cepat lihat ini, kau suka yang mana, pilih satu." Ucap Siska seraya mengeluarkan ketiga ponsel yang baru saja dibelinya.
"Wah kak! Model baru? Temanku juga pakai yang ini! Bukankah mahal?" TanyaEegan antusias, tapi kemudian ingat harga yang disebut temannya, satu ponsel bisa mencapai 4juta an.
"Tidak, ini ponsel bekas, tapi memang masih baru, modelnyapun juga baru, kata bos Baron dia mendapatkannya dengan harga murah dari anak-anak orang kaya yang ingin cepat-cepat ganti ponsel baru." Ucap Siska menjelaskan, kemudian keningnya mengerut, menatap Ergan. "Tunggu, bukankah kau menguping pembicaraan kami? Kenapa bertanya lagi?" Tanyanya, kembali menggoda Ergan.
"Aiya, kapan aku menguping? Memangnya kakak lihat?" Dengus Ergan.
"Baiklah, pilih satu, tapi aku sarankan yang biru ini. Ini paling bagus, kau juga bisa membuat konten-konten nanti, di publikasikan di tutub! Nanti aku sarankan kontennya, bagaimana?!" Tanya Siska, seraya memberi usul.
"Konten apa, sih, kak? Aku begini, mana mungkin kontenku banyak dilihat orang?" Ucap Ergan seraya mengibaskan tangannya, menolak. "Lagipula, ponsel ini saja sudah mahal untukku, terimakasih banyak, kak!" Ucap Ergan seraya tersenyum lebar.
"Ey~ kau tidak percaya padaku? Tunggu dan lihat saja, kita buat konten percobaan nanti! Aku yakin, pasti banyak ditonton! Lagipula, wajahmu tampan begini, orang juga akan suka, tahu!" Ucap Siska, memuji Ergan seraya mengedipkan mata kanannya.
Ergan tertawa, "Kak, apa sih yang kau katakan?! Buat aku malu saja!" Dengusnya kemudian.
"Pulang dari jalan-jalan, kita pergi peralatan untuk membuat konten!" Final Siska, bukan memaksa, lebih tepatnya mendukung keinginan adiknya. Siska ingat, adiknya suka sekali membicarakan konten-konten tutub yang dilihatnya dari ponsel temannya.
Siska begini juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri Ergan. Ergan juga cukup tampan dengan kulit sawo matangnya, juga hidung mancung dan kedua alis tebal, serta bibir tipis.
Hei! Bibit dari kedua orang tuanya tidak main-main, meski tidak mempunyai kulit putih, tapi semua orang di keluarga memang terlihat bagus. Bedanya, Siska saja yang memang sedikit putih, berbeda dengan para lelaki yang ada di rumahnya.
"Kak, aku benaran tidak bisa sepertinya." Ragu Ergan.
"Sudah, ikuti saja nanti. Anggap saja sebagai hiburan. Kalaupun tidak ada yang menonton, yasudah, tetap dipublikasikan sebagai kenang-kenangan." Ucap Siska seraya menepuk bahu Ergan, untuk membuatnya semangat lagi.
"Baiklah!" Seru Ergan, seraya mengambil ponsel biru yang tadi disodorkan oleh Siska. Ia membuka ponsel dan melihat beberapa aplikasi yang ada di dalamnya.
"Mama dan Bapak, Siska belikan satu ponsel, apa tidak apa-apa?" Tanya Siska beralih. Membiarkan Ergan mencoba menggunakan ponsel barunya.
"Keputusanmu ini sudah betul, nak. Bapak kan setiap hari ke kebun. Tidak ada waktu memegang ponsel, biar satu ini saja, di simpan di rumah untuk mengabari jika ada apa-apa. Lagipula, di rumah juga ada televisi, kalau bosan Bapak juga bisa menonton saja." Ucap Ayah Siska seraya mengangguk dan tersenyum lembut.
Siska menatap Ayahnya dengan haru, ayahnya sudah tidak muda dan Siska benar-benar menyayangkan waktu yang ia sia-siakan sebelumnya, yang ia punya dengan Bapaknya. "Baiklah, Bos Baron juga memberikan radio kecil sebagai bonus. Buat Bapak, bisa di bawa ke kebun untuk menemani Bapak." Ucap Siska seraya tersenyum, menyodorkan radio kecil ke tangan Ayahnya.
"Terimakasih banyak, nak." Ucap Ayahnya, Siska bahkan tahu beliau menahan air matanya agar tidak tumpah, terlihat dari kedua matanya yang berkaca-kaca.
Ayahnya pasti terharu dengan sikap Siska, terlebih sudah berapa tahun ini keduanya memang menjadi tidak dekat, karena pertengkaran-pertengkaran yang terjadi antara keduanya, atas ketidaksetujuan Ayahnya Siska menikah dengan Aldo.
Padahal, dulu sekali Siska meskipun sudah di sekolah menengah, Masih suka bermanja pada Ayah dan kakak-kakaknya. Siska satu-satunya perempuan di keluarga mereka. Jadi semuanya pun ingin yang terbaik, dan ingin memanjakannya.
"Maafkan Siska ya Pak, Ma." Ucapnya dengan tiba-tiba.
"Maaf apa kau ini? Harusnya Bapak dan Mama yang minta maaf, karena tidak bisa mengabulkan keinginan kalian seperti dulu." Ucap Ibunya.
"Maaf, karena Siska begitu bodoh mengabaikan nasihat dan meninggalkan keluarga bahagia kita." Ucap Siska tulus. Saat ini, meski kedua kakaknya tidak ada di tempat, Siska sepenuh hati menyesali perbuatannya yang lebih memilih bajingan tidak tahu diri dari pada keluarganya yang sangat menyayanginya.
"Sudah lalu, yang lalu biarlah berlalu, ya? Sekarang kita sudah bisa membuka lembaran baru. Lihatlah, Siska, kau juga sudah bisa menghasilkan banyak uang sekarang. Semuanya telah berbeda sekarang." Ucap Ibunya lagi, seraya mengelus kepala Siska lembut.
"Aiya, jangan sedih-sedih lagi. Bukankah kita akan bersenang-senang? Ayo kita foto bersama dulu, pakai ponsel Ergan ya!" Ucap Ergan berseru, dengan peka mencairkan suasana yang memang membuat semuanya tidak nyaman.
Kemudian semuanya pun berjejer, agar bisa masuk ke frame ponsel kamera yang Ergan angkat. Foto dengan kamera depan, yang benar-benar jernih.
"Untuk memakai aplikasi chat, harus ada kartu perdana, Nanti tolong kau ingatkan kakak sepulang kita bersenang-senang." Ucap Siska setelah sesi foto bersama berakhir.
"Baik!" Seru Ergan semangat.
"Baiklah, sekarang ayo kita bereskan semuanya, dan pergi bersenang-senang!" Pekik Siska semangat. Membangun semangat semua orang menjadi antusias.
"Sebentar, Mama masukkan barang-barang dulu ke kios, nanti pulang baru bawa kembali." Ucap Ibunya, dibantu Ayahnya.
Siska setuju, ia membiarkan keduanya me sreskan semuanya, karena keduanya memaksa, tidak mau dibantu oleh dirinya juga.
Siska berdiri di depan kios yang sedang ditutup oleh Ergan. Menatap sekelilingnya, dan menghela nafas dengan tenang. Merasa senang dengan kehidupannya bersama keluarganya begini.
"Siska! Siska!" Teriak seorang laki-laki setengah baya, berlari dari sebrang, dan berteriak memanggil namanya.
Siska mengerutkan dahinya bingung, bukankah itu adalah anak dari tetangganya?
"Siska!" Seru laki-laki tersebut, setelah menyebrang dan berada di depan Siska.
"Ada apa, Paman? Kenapa kau berlarian begitu?" Tanya Siska bingung.
"Kakak keduamu, sudah pulang, dia menunggu di rumah dengan iparmu. Tapi, tapi--" Ucapan laki-laki di depannya tidak ia lanjutkan, tampak ragu mengatakannya.
"Tapi apa, paman? Bicaralah," Ucap Siska.
"Kakak keduamu tidak sadarkan diri. Dan iparmu menangis tak henti. Begitu datang, juga diangkat oleh beberapa orang ke teras rumah orang tuamu." Ucapnya.
"APA?! Apa yang terjadi?" Tanya Siska
"Aku juga tidak tahu, aku kemari disuruh pak RT untuk menyusul dan memberitahu keadaannya." Ucapnya lagi.
"Nak, kita batalkan saja jalan-jalannya, ayo kita pulang." Ucap Bapak, ia kembali mengangkut barang-barang yang di masukkan ya ke kios. Dan semuanya sudah siap. Tinggal berangkat.
Pun dengan Ergan yang sudah menggendong Uni, dan menuntun Uqi dengan tangan kanannya. Untungnya kedua anak ini tidak rewel dan anteng saja. Terlebih Uqi yang memang sudah sedikit mengerti.
"Baiklah, ayo kembali, aku cari kendaraan dulu di pasar. Bapak dan Mama tunggu disini." Ucap Siska.
"Siska, aku ada teman di pasar, aku akan meleponnya agar dia bisa kemari membawa mobilnya." Ucap Baron tiba-tiba. Ia mendengar perkataan laki-laki di depan Siska, jadi kurang lebih tahu keadaannya.
"Baik, Bos, merepotkanmu." Ucap Siska dengan raut khawatir. "Paman ikut kembali denganku, tunggu sebentar ya." Lanjutnya.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
makin seru aja thorrrr alurnya nya
2023-06-27
1
Serigala Kecil
Besok lagii yaa guyss, aku ada kelas sore🤗
2023-05-24
2
L K
thor aku mau up banyak2.... aku baru aja baca hari ini tapi langsung suka... maaf gak komen d setiap chap tp lgsg di akhir. terhanyut dg ceritanya thooor 😁
2023-05-24
6