*
*
Setelah mengobrol selama sejam dengan sang ibu, Siska kembali ke rumah dengan menitipkan kedua anaknya bermain di rumah sang nenek.
Siska membereskan semua perabotan yang berserakan dan mencuci semuanya. Menyapu dan mengepel sampai semua ruangan terlihat bersih.
Setelah selesai, ia kemudian masuk ke kamar, mengambil tas besar di atas lemari, dan membuka lemari bajunya. Memberesi baju-baju milik suaminya ke dalam tas tersebut.
Siska berencana mengantarkan baju tersebut pada suaminya yang saat ini pasti sedang berada di rumah orang tuanya di daerah bekas stasiun yang tidak terpakai. Di sana didirikan rumah rumah oleh warga. Dan disanalah tempat tinggal suami dan orang tuanya tersebut.
Mengingat hal tersebut, Siska tertawa miris. Menertawai dirinya sendiri yang sangat bodoh di kehidupan lalu. Suaminya ini, dulu hanya seorang pengamen jalanan. Keduanya juga bertemu di angkot sewaktu Siska berangkat kerja. Dari sana, keduanya mulai berhubungan dekat dan akhirnya saling jatuh cinta.
Dia memang benar-benar bodoh dan naif sekali, berharap suaminya tersebut akan berubah jika sudah menikah. Yang pada akhirnya, hanya harapan kosong saja yang tidak pernah terwujud, dan malah makin parah.
Harusnya, dirinya sadar sejak awal. Dia adalah pengamen, suka ikut tawuran, dan pernah masuk penjara. Dulu sekali bahkan kakak pertamanya sudah memperingati dirinya, orang tuanya pun tidak setuju. Tapi Siska si keras kepala, dengan keras menentang restu tersebut. Sampai akhirnya, semuanya mengalah, membiarkan Siska menikah dengannya.
Padahal dulu, Siska hidup enak. Punya pekerjaan tetap, keluarga, teman dan lingkungan kerja juga sangat nyaman. Tapi, malah memilih masuk neraka bersama si bajingan yang tidak tahu apa itu tanggung jawab. Benar-benar sial. Otak Siska waktu itu, seperti dicuci, tapi ia sadar betul, terbutakan oleh cinta saja.
Setelah beres memasukkan semua baju dan peralatan sehari-hari milik suaminya, Siska beralih ke dapur.
Ia sudah memikirkannya, ia akan mencari uang dengan berjualan.
Melihat bahan apa saja yang ada di dapur, Siska tersenyum kecil. Ada tepung tapioka, terigu, telur, cabai, bawang putih, sisa Ayam mentah dua, garam, mucin pun juga ada.
Melihat bahan tersebut, ia tiba-tiba memikirkan akan membuat Cireng isi Ayam yang dikehidupan sebelumnya pernah ia jual. Itu cukup laku ketika dia menjualnya di tahun 2022.
Tapi, karena suaminya tidak berotak, modal dan gerobak jualan miliknya diambil dan dijual, untuk memenuhi ambisinya yang ingin membeli motor. Membuat dirinya benar-benar tidak bisa menafkahi kedua anaknya lagi.
Siska mulai memanaskan air di dua kompor. Satu air untuk adonan, dan satu lagi dimasukkan Ayam. Kemudian ia beralih pada tepung. Ia menuangkan tapioka ke dalam wadah yang cukup besar, kemudian menambahkan sedikit terigu, dan menambahkan bawang putih yang sudah dihaluskan, garam, serta micin.
Setelah menambahkan bahan utama, Siska beralih kembali pada air yang sudah panas. Dan menuangkan air panas tersebut ke dalam wadah yang sudah diisi bahan-bahan utama.
Dengan menggunakan sendok nasi yang agak besar, ia mulai menguleninya hingga menjadi adonan sampai Kalis.
Setelah Kalis, seraya menunggu adonan dingin, ia beralih pada ayam yang sudah direbus sampai matang. Mengangkat dan membuang airnya. Kemudian menyuirnya dengan garpu, agar panas dari Ayam tidak mengenai tangannya.
Setelah selesai, Siska memanaskan wajan yang sudah diberi minyak. Kemudian memasukkan cabai yang sudah dihaluskan, serta bahan penyedap lainnya seperti bawang putih, garam, micin, dan daun jeruk yang diiris kecil, serta tidak lupa memasukkan setengah dari ayam yang telah disuir tadi. Lalu mengosengnya sampai bahannya menyerap sempurna.
Begitupun di tungku kompor yang satunya, ia melakukan hal yang sama mengoseng suiran Ayam yang sisa setengah lagi. Yang membedakan, yang satu ini tidak pakai cabai. Ia berniat membuat isian cireng dua macam, yaitu pedas dan original.
Setelah selesai, Siska memiriskan kedua masakannya ke dalam dua mangkuk yang berbeda. Dan membawanya ke bawah, untuk mencetak cireng.
Siska mengambil satu bulatan adonan, kemudian mencetaknya menjadi bentuk gunung yang biasa anak-anak gambar, tanpa ada ujung runcing.
Tidak ada cetakan di rumahnya, jadi dia mencetaknya dengan manual, setelah bulatan, membentuknya menjadi piringan, memasukkan oseng suir ayam tadi, dan membentuknya seperti gunung tanpa ujung runcing, memvariasikan ujungnya dengan garpu, agar ada garis-garis di ujungnya.
Untuk membedakan yang pedas dan tidak pedas, Siska sengaja menambahkan garis-garis dengan garpu sebagai penanda yang pedas, dan tidak ada garis sebagai penanda yang tidak pedas.
Begitu seterusnya, sampai tiga jam kemudian, ia selesai membuat semuanya. Masing-masing berjumlah 50 buah cireng, jadi semuanya ada 100 buah cireng.
"Ah, ini sangat melelahkan tanpa cetakannya." Ucap Siska yang kini sedang beristirahat sebentar setelah mencetak semuanya.
Mata Siska kemudian tak sengaja menatap sebuah kompan berisikan minyak. Matanya berbinar penuh semangat. Ia jadi punya ide untuk sekalian menggorengnya saja. Padahal awalnya ia berencana akan menjualnya mentah-mentah.
Setelah melihat minyak tersebut, setelah minum air, Siska kemudian memanaskan wajan yang lumayan besar dengan minyak setengah penuh.
Setelah dirasa panas, kemudian ia memasukkan ke-50 buah cireng pedas ke dalam wajan satu persatu. Menggorengnya hingga matang dengan api kecil. Jangan sampai kecoklatan, cireng isi terlihat jelek jika warnanya begitu. Dan itu akan membuatnya keras.
Satu jam kemudian, Siska selesai menggoreng semuanya. Ia mengambil box bekas makanan ringan, melapisinya dengan koran, dan memasukkan cireng ke dalamnya menjadi dua tempat dengan sekat tipis.
"Ah, siap dijual! Aku hanya tinggal membeli plastik dan kresek saja nanti." Ucap Siska seraya tersenyum.
Setelah menata semuanya kembali, Siska kemudian mengambil box tersebut, tak lupa juga membawa tas besar berisikan baju-baju milik calon mantan suaminya.
"Ma, Siska akan pergi ke pasar sebentar, Titip lagi Uqi dan Uni, apa tidak apa-apa Ma? Siska sekalian mengantarkan baju miliknya." Ucap Siska setelah berada didepan sang Ibu.
"Ya, ya, sangat boleh, Uqi dan Uni baru saja tertidur di ruang tengah. Kau cepatlah pergi, hati-hati dijalan. Jika ada masalah, kabari Mama. Jika bajingan itu menindasmu, teriak saja. Mengerti?!" Nasihat Ibunya tegas.
Siska tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Mengerti, Ma. Aku janji, kali ini dia tidak akan bisa menindasku lagi. Aku akan pulang dengan selamat." Ucap Siska meyakinkan Ibunya.
"Baiklah, pakailah sepeda punya adikmu, agar tidak terlalu berat membawanya. Dan ingat, hati-hati." Ucap Ibunya lagi.
"Siska pergi, Ma." Ucap Siska yang kemudian menyimpan tas besar di jok pemboncengan belakang sepeda tersebut. Sedangkan box makanan ia simpan di depan. Dengan sama-sama dipakaikan tali agar keduanya tidak jatuh dan berserakan.
Siska siap berjualan.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Carmila Noviyanti
maaf nih kak othor...itu pas mati anaknya umur berapa? kok balik lagi ke 13th yg lalu anaknya 6 sama 1 tahun?? waktu mati itu udah pada gede kan berarti? 19 sama 14 tahun dong..umur segitu dah pada bisa bantu cari duit kan🤦♀️🤦♀️ ...sorry kak othor ✌️✌️✌️😁😁😁
2024-10-10
0
Figuran
kalau kata gue mah..
GO block😊
2024-01-24
1
Erni Nofiyanti
aku mampir KK
dari novel KK yg xabiru.
sambil nunggu up
2023-08-09
2