*
*
Selesai belanja kebutuhan, Siska dan Ergan kini sudah kembali ke rumah dengan kedua tangan yang masing-masingnya menjinjing keresek.
Ayah dan Ibu Siska, begitu melihat kedua anaknya kembali, dengan cepat menghampiri. Dan langsung membantu keduanya, mengambil alih belanjaan untuk disimpan ke dalam rumah.
Setelahnya, semuanya pun duduk di ruang keluarga seperti biasa. Dengan Uqi dan Uni yang ternyata tertidur setelah makan siang bersama Kakek dan Neneknya.
"Ma, kakak membelikan baju. Lihat suka atau tidak." Ucap Ergan yang memang keresek yang satu itu tidak diberikan pada Ibunya. Sedangkan keresek makanan dan box makanan ia kasihkan, dan sudah diamankan oleh ibunya.
"Banyak sekali? Pasti mahal, kan? Kau ini, boros sekali. Tabunglah untuk keperluanmu nanti, juga biaya untuk Uqi dan Uni." Ucap Ibunya begitu melihat isi keresek uang diberikan oleh Ergan.
"Benar, baik-baiklah simpan uangnya, baju kami masih layak pakai. Jangan sembarangan menghamburkan uang." Ucap Ayahnya ikut menasehati.
"Aiya, Ma, pak, jangan khawatir. Hari ini aku dapat 920rb dari cireng, dan 1.2jt dari Cirambay. Semuanya dijumlah jadi 2jt 120rb, masih ada sisa 470rb ditambah sisa uang kemarin. Cukup untuk sehari-hari." Ucap Siska menghitung dengan cepat.
"Ma, aku sudah memberitahu kakak untuk tidak boros, tapi tidak didengar. Kau tahu ma, kakak memang benar berjualan dan dagangannya benar-benar sangat laris! Habis dalam hitungan menit! Hari ini mendapat 2jt lebih. Tapi sayangnya, kakak menghabiskan 400rb untuk membeli baju, 500rb diberikan sebagai uang muka kios, 50rb membeli satu set alat untuk cat beserta catnya, 400rb untuk kami makan siang dan membeli makanan yang dibawa ke rumah barusan, 300rb untuk membeli bahan dagangan dan box makanan. Semuanya dihitung-hitung menghabiskan 1jt 650rb! Kalian bayangkan Ma, Pak, Uang sebesar itu dihabiskan dalam satu hari. Rasanya aku ingin menangis saja." Ucap Ergan menggerutu, menjelaskan semuanya dengan raut tak terima.
Semua orang fokus pada uang yang didapatkan dan dihabiskan Siska. Tidak lagi memikirkan masalah apakah Siska benaran dapat uang dari hasil jualannya.
Siska tertawa melihat raut Ergan. "Aiyooo, kau tahu sekali pengeluaran kakakmu hari ini? Diam-diam adikku ini perhatian juga, ya?" Goda Siska seraya merangkul Ergan akrab.
"Astaga, tahan aku." Ucap Ibunya dengan raut yang menahan diri agar tidak pingsan. Yang langsung disangga oleh Ayah Siska.
"Siska, kau ini, benar-benar ya." Ucap Ayahnya tanpa melihat Siska, fokus pada menenangkan emosi istrinya.
Siska tersenyum kecil, ia tidak marah dan tidak kecewa sama sekali dengan respon kedua orang tuanya. Justru merasa geli. Karena keluarganya hidup susah dalam beberapa tahun, jadi respon semuanya sangat wajar.
"Ma, Pak, Adik, tenang saja. Besok semua uang yang dibelanjakan tadi akan terganti, malah lebih banyak dari jumlah yang tadi kita dapatkan." Ucap Siska membujuk.
"Tapi, uang sebanyak itu, nak!" Ucap Ayahnya dengan tatapan tidak ikhlas, sangat menyayangkan uang yang telah dibelanjakan.
"Sudahlah, sudahlah, ke depannya kita akan dapat uang lebih banyak. Kalian semua jangan khawatir. Serahkan semuanya padaku. Okay?!" Ucap Siska seraya tersenyum menenangkan.
Sedangkan ketiga orang di sekitarnya hanya menghela nafas pasrah. Meski menyayangkan, tetapi uang tersebut tetaplah uang Siska. Jadi, mereka merasa hanya bisa membiarkannya saja meski berat.
"Ngomong-ngomong Ma, Pak, Kakak pertama dan Kakak kedua apakabar? Apa mereka baik-baik saja?" Tanya Siska kemudian, tiba-tiba saja teringat kedua kakaknya.
Siska merasakan sedikit ketidak enakan. Kedua kakaknya ini sangat menyayangi Siska. Apalah daya Sisk di kehidupan pertamanya yang hanya menyia-nyiakan kasih sayang kedua kakaknya ini.
"Ah jadi Mama jadi ingat. Kemarin bibi Darmi kemari, selain bertanya masalah Siska yang punya uang untuk belanja banyak, dia juga memberitahu Mama masalah Kakak pertama kalian." Ucap Ibunya kemudian, membalas pertanyaan Siska.
'Cih! Bibi Darmi? Si menyebalkan itu?' Ucap Siska dalam hati, menggerutu tak suka. Ia pasti sengaja memanasi ibunya. Ia juga tak perrcaya jika bibi julit itu sekedar memberitahu, pasti ada saja satu dua hal yang sekalian menyindir Ibunya.
"Hm? Kakak pertama ada masalah, Ma? Ada apa?" Tanya Siska.
"Bibi Darmi bilang, Kakak pertama kalian yang ada di kota sebelah itu, katanya bekerja di pasar sebagai kuli panggul." Ucap Ibunya dengan raut sedih.
"Bukankah Kakak pertama kerja di kantor property Ma? Kenapa tiba-tiba menjadi kuli panggul?" Tanya Siska terkejut, raut khawatir jelas mulai terlihat. Begitupula dengan Adik dan Ayahnya yang menghela nafas, sudah tahu lebih dulu masalahnya.
"Mama tidak tahu jelasnya, katanya bersangkutan dengan masalah istrinya. Anak bibi Darmi kebetulan satu kantor dengannya, jadi tahu masalah kakakmu." Ucap Ibunya lagi.
Siska terdiam. Ia ingat masalah ini. Waktu itu, dikehidupan pertamanya, Siska masih tinggal disini bersama Aldo. Masih bersama-sama meski setiap hari ditindas. Kemudian ada kabar jika Kakaknya menjadi kuli panggul.
Siska yang waktu itu sama-sama sedang bermasalah dengan suaminya, yaitu hendak pindah mengikuti suaminya setelah ada keributan antara suami dan kedua orang tuanya. Jadi, tidak terlalu hafal dengan masalah yang menimpa kakaknya.
"Lalu bagaimana keadaan kakak pertama, Ma?" Tanya Ergan, gantian yang melanjutkan pertanyaan.
"Kalian tahu jelas bibi Darmi, dia suka sekali melebih-lebihkan cerita. Jadi Mama sedikit tidak percaya padanya. Mama juga tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang, kakakmu tidak mengirim surat. Ponsel satu-satunya yang ada disini juga sudah rusak, jadi tidak bisa menghubungi kakakmu." Ucap Ibunya dengan nada khawatir.
"Begini saja, Ma. Kita kirim surat saja. Suruh kakak pertama pulang kesini. Daripada menjadi kuli panggul di pasar, lebih baik ikut aku berjualan. Untungnya juga lebih besar, kalian tahu sendiri." Usul Siska.
"Begitu juga bagus, coba saja dulu. Suruh kakak pertamamu pulang saja dulu. Untuk sisanya nanti kita bicarakan semuanya jika sudah sampai kemari." Ucap Ayahnya menyetujui usul Siska.
"Baik, Ergan tulis dulu suratnya." Ucap Ergan inisiatif, ia langsung pergi ke kamar untuk menulis, karena peralatan tulisnya ada di kamarnya.
"Oh ya, Ma, Pak. Besok ikut Siska jualan ya. Aku sudah ada Kios, di samping kios juga ada lahan kosong. Mama dan Bapak bisa membawa tikar, nanti kita gelar tikar di sana. Sekali-kali Bapak libur ke kebun, setelah dagangannya habis, aku akan membawa kalian makan enak!" Ucap Siska dengan senyum antusias dan senang.
"Bapak dan Mama baru saja bilang, jangan boros, nak!" Peringat Ayahnya seraya menghela nafas.
"Ikut sajala Pak, Ma, Siska ingin jalan-jalan bersama kalian. Sudah lama sekali, kan? Terakhir kali ketika aku berumur 17 tahun tuh." Ucap Siska membujuk keduanya.
"Ergan, mau jalan-jalan!" Ucap Eegan seraya berlari menghampiri ketiga orang ini. Membuat Uqi dan Uni terkejut, dan langsung terbangun.
"Kau ini! Lihat keponakanmu langsung bangun!" Omel Ibunya seraya memelototi Ergan yang kini malah tersenyum bersalah.
Siska tertawa, tapi ia kemudian menghampiri kedua anaknya yang terbangun. Uqi aman, tidak menangis sama sekali. Sedangkan Uni, mungkin karena terkejut jadi takut dan menangis begitu bangun. Membuat Siska harus menenangkannya.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
semangat semangat semangat
2023-06-27
1
Krislin Meeilin
di up lagi ceritanya 👍👍👍👍
2023-05-21
2