*
*
Sesampainya di rumah, kedua orang tua Siska, langsung turun dari mobil tanpa membawa barang-barang saking khawatirnya. Membuat Ergan dengan inisiatif mengeluarkan barang-barang tersebut satu persatu dibantu oleh Siska, setelah dirinya menurunkan Uqi dan Uni.
Pun dengan paman tetangga, lelaki setengah baya yang menyusulnya tadi, ia telah terlebih dahulu turun, untuk menunjukkan pada orang tuanya keadaan kakak keduanya, Sapta.
Kemudian terlihatlah seorang laki-laki terbaring di atas lantai teras rumah kedua orang tuanya. Beralaskan tikar dan bantal milik tetangganya. Disisinya, ada istri dari Sapta yang masih menangis-nangis sampai saat ini. Kakak ipar Siska ini, jika menyangkut Sapta memang cengeng sekali.
Siska tidak menegur sama sekali, karena ia tahu, itu artinya kakak iparnya yang bernama Putri, sangat menyayangi Sapta.
"Putri, nak, apa yang terjadi?" Tanya Ibu Siska, Estika. Dengan raut khawatir ia menghampiri Sapta yang tidak sadarkan diri dan Putri yang menangis sesenggukkan.
"Ma, hari ini kami pergi ke pasar bersama, di jalan ada tetangga kami di desa sebelah yang memfitnah kami. Dia mengambil barang dari satu kios pedagang dan sengaja memasukkannya ke tas kami. Lalu, semua orang di pasar marah tanpa mencari tahu, suamiku dipukuli Ma, lihat wajahnya banyak memar, hiks hiks." Ucap Putri.
"Kakak ipar kedua, kau tidak membawanya ke klinik?" Tanya Siska.
"Tidak, Suamiku bilang karena dekat kemari, bawa pulang kemari saja. Aku menurut, karna uang untuk ke kliniknya pun juga tidak ada. Sudah kami berikan semua untuk ganti rugi pada pemilik kios." Ucap Putri lagi dengan raut muram, sesenggukan ya sudah mulai berhenti.
"Ma, bawa masuk kakak kedua dulu." Ucap Siska yang kemudian disetujui. Rautnya terlihat muram saat ini, kakaknya ditindas sampai seperti ini. Siapa yang akan merasa senang.
"Benar, benar, bapak-bapak tolong bantu pindahkan anakku." Ucap Estika pada para tetangganya yang memang belum bubar dari melihat Sapta.
Kemudian dengan cepat, semuanya pun membantu mengangkat Sapta ke dalam rumah. Ayah Siska, dilarangnya ikut mengangkat sebab kekuatannya saat ini tidak terlalu membantu, terlebih Siska takut sendiri jika Ayahnya malah ikut sakit setelah mengangkat kakak keduanya.
Banyak orang yang mau mengangkatnya, jadi Ayahnya yang sudah cukup berumur, Siska larang dengan tegas.
"Terimakasih, semuanya, atas bantuannya. Terimakasih juga sudah membawa kakak keduaku kemari." Ucap Siska dengan tulus, ia bahkan membungkukkan badannya pada semua orang yang telah membantu.
"Aiya Siska jangan sungkan."
"Benar, benar, kita semua tetangga, harus saling membantu."
"Benar, jika anakku yang ada diposisi ini, aku juga pasti khawatir dan akan sangat berterimakasih pada orang yang membantunya. Tapi kita semua tetangga, sudah seharusnya saling membantu."
"Benar yang pak RT katakan, kita semua harus saling membantu."
"Ya, ya, siapa yang tahu kedepannya malah salah satu dari kita yang butuh bantuan."
"Baiklah, terimakasih banyak semuanya." Ucap Siska lagi dengan senyum tulus.
Disamping banyak para ibu-ibu yang julid dan ingin tahu, ada juga para bapak-bapak yang jangan ditanya lagi kebaikannya. Sudah pasti bagus, meski ada juga beberapa yang seperti bibi Darmi, Saswi dan Resti.
Yah, disetiap daerah pasti ada saja yang seperti itu. Tidak usah heran berlebihan.
"Kalau begitu kami sekalian pamit, Siska. Karena kalian juga sudah datang, kami serahkan semuanya padamu. Semoga kakak keduamu baik-baik saja, ya." Ucap Pak RT yang dipanggil oleh semua orang, dan kemudian pergi mengikuti pak RT setelah mendengar Siska kembali mengucapkan terimakasih.
Setelahnya, Siska pun masuk ke dalam lagi, dan Kakak ipar keduanya sudah mulai mengompres Sapta dengan air hangat.
Siska tersenyum, meski cengeng, Putri juga masih bisa menjaga pikirannya tetap sehat disaat-saat seperti ini. Ini hal yang bagus.
Siska tidak langsung mendatangi mereka, tapi mengajak Uqi dan Uni ke kamar, berniat menidurkan keduanya karena jalan-jalan tidak jadi, waktu tidur siang keduanya pun juga sudah sampai.
"Mbuu?" Panggil Uni seraya menatap Siska dengan tatapan mengantuk.
"Ya, sayang?" Tanya Siska.
"Peyuk, mbuu." Ucapnya membuat Siska gemas bukan main. Sedangkan Uqi yang berada tepat di samping Uni, ikut merasa gemas, menoel pipi gembul adiknya berkali-kali.
"Ibu peluk, Uni tidur ya? Uqi juga ya, nak, sudah mengantuk kan?" Ucap Siska seraya menatap kedua anaknya bergantian.
Uqi dan Uni mengangguk mengiyakan, kemudian keduanya dengan patuh menuruti perkataan Siska, dan perlahan memejamkan matanya.
Tapi Uqi, kembali membuka matanya, membuat Siska bertanya, "Uqi mau ibu ceritakan sebuah cerita?" Tanya Siska seraya tersenyum.
Uqi dengan antusias mengangguk, meski mengantuk Uqi tidak bisa langsung tidur, biasanya jika tidak menonton televisi, pasti dibacakan cerita oleh Siska sebagai pengantar tidur.
5 menit kemudian, keduanya sudah tidur dengan lelap, pun Siska langsung bangun, dan beranjak pergi untuk menghampiri kakak keduanya.
"Bagaimana? Apa parah?" Tanya Siska begitu tiba.
"Tidak, Bapak lihat hanya luka luar bekas pukulan saja." Ucap Ayah Siska, ia berpengalaman babak belur begini, jadi kurang lebih, tahu tentang keadaan yang menimpa anak keduanya. "Tidak sadarkan diri mungkin terbentur sesuatu ketika dipukuli." Lanjutnya.
"Ada yang memukul dengan balok kayu, mengenai punggung dan leher belakangnya." Ucap Putri.
"Astaga, begitu sadar, kita harus membawanya ke klinik, leher belakang sensitif. Untuk berjaga-jaga, kita harus memeriksakan Sapta." Ucap Ayahnya lagi.
"Baik, Bapak, nanti Siska carikan mobil untuk membawa kakak." Ucap Siska.
"Kalau begitu, Mama masak dulu untuk makan siang ya." Ucap ibunya seraya berdiri.
"Ma, biar Siska saja. Mama temani kak Putri saja, disini ya." Ucap Siska seraya tersenyum. Putri butuh seseorang agar tetap tenang ketika berada di samping Sapta.
Ibunya terlihat ragu, tapi kemudian mengiyakannya begitu Ergan dengan inisiatif menawarkan diri untuk membantu Siska di dapur.
Sesampainya di dapur, Siska menjadi lebih pendiam. Membuat Ergan ikut diam, tidak berani mengeluarkan kata selain 'apa yang bisa kubantu, kak.'
"Ergan, aku akan memberimu satu tugas. Mau lakukan tidak?" Tanya Siska menatapnya dengan serius.
Ergan tiba-tiba menjadi gugup. "Apa itu, kak?" Tanyanya.
"Caritahu orang yang memfitnah kakak kedua di pasar hari ini. Nanti kita tanyakan detail tempatnya pada kakak ipar." Ucap Siska lagi.
"Ya, aku akan mencari tahu. Tapi, kak, setelahnya apa yang akan kita lakukan begitu tahu orangnya?" Tanya Ergan.
Siska diam, matanya berubah tajam dengan raut muram. "Tunggu dan lihat saja nanti, kau boleh ikut aku untuk memberi pelajaran pada orang ini." Gumam Siska dengan nada dingin. "Kakak kedua begitu baik, dia berani sekali memfitnahnya sampai begini. Jika tidak diberi pelajaran, takutnya dia tidak akan pernah jera, dan terus menindas kakak kedua dan kakak ipar." Lanjut Siska serius.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
lanjut lanjut thorrrr kuh
2023-06-28
1
christie Ciciz
lagiii seru2 ny ini
2023-05-25
3
Vhie Chuevie
up lg donk 😊😊
2023-05-25
2