"Kamu harus makan yang banyak, supaya kandungan kamu sehat nak." Ucap Rita menaruh sayur di piring Vania.
"Terima kasih ma." Jawab Vania bahagia.
Keluarga Dani sangat bahagia mendengar kabar kehamilan Vania, terlihat dari perlakuan semua orang yang mengistimewakan Vania. Darman dan Rita yang sudah lama menunggu kehadiran cucu akhirnya terkabul walau kehadiran cucu mereka karena sebuah kesalahan.
Keduanya tidak mempermasalahkan hal tersebut, mereka sangat menantikan kehadiran penerus keluarga mereka. Darman bahkan sudah memperingatkan semua orang yang ada di rumah untuk ikut menjaga Vania, selalu siap membantu menantunya itu jika membutuhkan sesuatu. Bahkan Vania sudah tidak boleh membantu di dapur seperti yang biasa di lakukan wanita itu.
"Dani, besok bawa istrimu ke rumah sakit. Periksakan kandungannya pada dokter terbaik yang ada di sana. Mulai sekarang kamu harus lebih perhatian kepada Vania." Suruh Darman.
"Hmmmm" Jawab Dani malas.
Disha berdecak kesal melihat kelakuan kakaknya, dari wajahnya saja sudah bisa di tebak jika lelaki itu tidak suka dengan kehamilan Vania.
"Suram amat muka kak Dani, bininya hamil bukan bahagia. Kasian sekali keponakan aku ini." Sindir Disha yang tidak tahan melihat sang kakak.
"Kamu benar kakak tidak bahagia, karena kehadirannya tidak di inginkan." Jawab Dani tanpa perasaan.
"Dani...." Bentak Darman tidak suka.
"Siapa bilang kehadiran keponakanku ini tidak di inginkan, semua orang bahagia mendengar kabar ini kecuali binatang. Manusia punya otak dan perasaan. Tunggu sepertinya yang tidak suka dengan kabar ini lebih rendah dari binatang, karena binatang saja tahu cara menyayangi anaknya." Sindir Disha.
"Disha jaga mulut kamu." bentak Dani marah.
"Kenapa gak suka, tapi itu kenyataannya kak. Ingat kak, anak ini tidak meminta untuk di lahirkan. Dia ada karena perbuatan kakak. Dia darah dagingmu, tolong sayangi dia. Jangan libatkan makhluk kecil tak berdosa ini dengan kebencianmu." Tutur Disha.
"Sudah jangan di perpanjang lagi, Kakakmu hanya belum terbiasa. Mana mungkin dia membenci anaknya sendiri. Ayo kita lanjutkan makannya."
Rita terpaksa menjadi penengah di tengah keributan tersebut, melihat Vania yang sedari tadi diam menahan air matanya membuat Rita menyudahi perdebatan antara kedua anaknya itu. Rita tidak ingin menantunya mendengar kata-kata yang lebih menyakitkan jika perdebatan itu terus berlanjut.
"Ayo nak makan lagi, jangan dengarkan suamimu. Kami semua sangat bahagia dengan kabar kehamilanmu ini." Darman mencoba menghibur sang menantu yang sudah berkaca-kaca.
*****
Dani bersiap untuk berangkat bekerja, terlihat lelaki itu sudah rapi. Dani merasa sangat malas untuk melewati harinya karena harus berdekatan dengan Vania. Seperti yang di katakan papanya tadi malam, Dani terpaksa membawa istrinya ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan.
"Saya tunggu di bawah, jangan lama-lama karena saya bukan pengangguran yang punya banyak waktu." Ucap Dani pada Vania yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Vania menitihkan air matanya saat Dani menghilang di balik pintu. Di saat hamil seperti ini Vania membutuhkan kehangatan seorang suami tapi sepertinya itu hanya angannya saja. Nyatanya Dani tidak peduli sama sekali.
Bahkan untuk membantu Vania yang mengalami morning sickness Dani tidak mau, lelaki itu bahkan berteriak saat mendengar Vania muntah. Dani merasa terganggu dengan suara muntahan vania. Bahkan Dani menyebut Vania hanya mencari perhatiannya saja.
Vania yang baru selesai memuntahkan isi perutnya melangkah dengan pelan dan duduk di atas ranjang. Wanita hamil itu menumpahkan semua sesak di dadanya.
"Sebenci itu kamu padaku Kak, jika kamu tidak menyukaiku aku masih terima tapi anak ini adalah anakmu." Ucap Vania dengan tangis yang terdengar pilu.
*****
Keduanya sudah berada di dalam mobil Dani, tidak ada percakapan di antara mereka hanya keheningan yang menemani keduanya hingga ponsel Dani berdering. Dani tersenyum bahagia melihat siapa yang menghubunginya.
Dani mengangkat telepon tersebut setelah mengancam Vania untuk tidak bersuara.
"Iya mas lagi di jalan, nanti kamu antar saja ke rumah sakit. Seharusnya kamu tidak usah repot-repot membawakan mas bekal makan siang. Ingat kesehatanmu lebih penting untuk mas." Tutur Dani dengan lembut.
Sakit itulah yang di rasakan wanita hamil yang ada di samping Dani, mendengar suaminya berbicara dengan perempuan lain dengan tutur kata yang lembut membuat Vania iri. Air mata Vania kembali jatuh, pertahanan wanita itu runtuh sehingga ia tidak bisa berpura-pura untuk baik-baik saja.
Vania wanita kuat bermental baja berubah menjadi wanita cengeng yang mudah menangis, mungkin hormon kehamilan mempengaruhi moodnya sehingga akhir-akhir ini dia mudah menangis.
"Tidak usah menangis, tangisanmu tidak akan merubah apapun. Aku tidak akan takut dengan ancaman yang kamu katakan." Ucap Dani yang sudah menutup panggilan Kirana.
"Maksud kakak apa?" Tanya Vania.
"Jika kamu berani memberitahu Kirana hubungan kita, maka saya akan membuat kedua orang tua saya membencimu. Jangan macam-macam, kamu harus ingat keluarga saya adalah donatur terbesar di panti. Jika ingin anak-anak panti hidup dengan nyaman maka kamu jangan banyak tingkah. Diam dan nikmati nasibmu." Ancam Dani.
Vania memilih diam, wanita itu tidak menjawab perkataan Dani. Jika sudah menyangkut panti dan adik-adiknya Vania akan berpikir seribu kali untuk melawan Dani.
****
Dani sudah berada di ruang praktek dokter kandungan yang dulu menangani Dira. Kebetulan dokter tersebut merupakan Dokter terbaik di sana. Dokter tersebut juga berteman baik dengan Dani. Walau sempat terkejut dengan kehadiran Dani yang membawa seorang wanita yang berstatus istrinya untuk memeriksakan kehamilan. Bagaimana tidak terkejut, yang ia tahu Dani sedang dekat dengan salah satu pasiennya bahkan seluruh rumah sakit tahu jika Dani menyukai gadis itu.
Walau penasaran tapi Dokter tersebut tidak menanyakan hal tersebut pada Dani sekarang. Sebagai Dokter ia harus proporsional terlebih ada Vania di antara mereka.
"Semuanya bagus, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Saya juga sudah meresepkan obat dan vitamin. Ibu Vania harus rajin minum obatnya agar mualnya berkurang. Bulan depan ibu bisa datang lagi ke sini biar kita bisa periksa perkembangannya." Tutur Ira dokter kandungan yang menangani Vania.
"Baik dokter, kalau begitu kami permisi dulu." Jawab Dani.
Dengan cepat Dani membawa Vania keluar dari ruangan tersebut, rasanya ia sudah tidak tahan berlama-lama dengan Vania. Apalagi tatapan Dokter Ira yang seolah meminta penjelasan padanya.
"Ini untuk kamu." Dani memberi Vania sebuah kartu.
"Pakai itu untuk keperluan kamu, saya tidak ingin di katakan suami pelit yang tidak memberi kamu nafkah." Ucap Dani melihat kebingungan Vania.
"Kamu bisa tebus obat tersebut di apotik rumah sakit, kamu pulang sendiri karena saya masih banyak pasien." Ucap Dani kemudian berlalu meninggalkan Vania di lorong rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
@Kevin Ferdianto A.S
lanjut kak yang semangat ....... bikin vanianya ngilang sementara thor ... biar Daninya sadar gitu
2023-06-18
1