Alva yang melihat kebimbangan dan keraguan di wajah Asmi dengan sengaja menyeringai menarik Asmi ke arah motor miliknya, "tunggu! Tunggu---tunggu ih!" Asmi menahan tangan yang digenggam Alvaro ke arah parkiran dimana ia memarkirkan motor kesayangannya berada dekat fakultas Budaya.
"Bray---bray!" tepuk Anjar yang masih ada disana pada Filman. Mereka masih asik menikmati mie instan di gazzebo dekat fakultas.
"Anjayyy! Baru beberapa menit langsung strike! Alva emang sip," Saka dan Sony ikut memperhatikan kedatangan mereka.
"Justru yang diem-diem gini menghanyutkan, mirip air!" tawa kelakar tercipta diantara mereka, Filman menatap nyalang pada kedua insan yang seperti sedang tergesa itu, "nenggar cadas kamu teh Va," gumamnya.
(nabrak tembok batu cadas kamu tuh, Va.)
Tatapan Asmi jatuh pada anak-anak Antropologi Budaya dan media lalu kemudian ia menunduk malu saat pandangannya dibalas tatapan usil mereka, gadis itu mengikuti saja tarikan Alvaro.
Ia masih diam ketika Alva melepaskan genggamannya dan memakai helm fullface, kaki yang dibalut sepatu warrior tinggi itu memundurkan motor dan menyuruh Asmi naik.
Netra coklat Asmi jatuh pada jok belakang motor model cross Alva yang minim space cukup lama, ia ragu dengan keputusannya saat ini.
"Jadi ngga?!" sentak Alva membuyarkan lamunan Asmi, wajah Alva cukup bikin Asmi takut karena kedinginannya.
"Jadi---jadi..." Gadis itu naik ke atas jok belakang Alva, mendadak Asmi dilanda panic attack, seperti ini rupanya tak berjarak dengan lelaki, Asmi lantas memegang dadhanya yang hampir meledak itu.
Nalurinya mengatakan untuk refleks berpegangan pada kemeja hitam Alva, maka itu yang ia lakukan meskipun terasa kaku dan malu.
Alva melajukan motor tak terlalu kencang, mengingat Asmi tak memakai helm, mana ia tau jika sepulang ngampus bakalan bawa rejeki nomplok begini.
"Kita mau kemana?" tanya Asmi, namun Alva tak menjawabnya, apakah pertanyaan itu terlalu sulit baginya? Atau Alva memang sedang sariawan akut!
Kemudian gadis itu diam, daripada makan hati tapi tak diberi minumnya ia lebih memilih untuk menghafalkan jalanan saja, mana tau Alva berniat jahat untuk menculiknya.
Oke----motor itu berbelok melewati beberapa jalanan besar lalu berhenti di simpang lampu merah, lalu Alva membelokan motor masuk ke dalam gang kecil pemukiman yang hanya muat dimasuki satu motor saja dengan di sisi kanan kiri tembok kasar rengginang, gerak sedikit saja mungkin lututnya akan habis tergerus.
Hingga akhirnya jalanan melebar, memberikan ruang untuk mereka, deretan rumah yang dindingnya menempel satu sama lain menunjukan jika disini adalah pemukiman padat penduduk.
Alva menghentikan motornya di halaman kecil diantara deretan motor lain, sebuah rumah yang dari luar saja sudah terlihat cukup bersahaja namun bisa dibilang kumuh?! Yeah! Bagi Asmi.
"Itu rumah siapa?" tanya nya turun memperhatikan sekeliling, rt berapa, rw berapa, dan jalan apa?! Alva sungguh pintar mencari tempat, jauh dari pinggiran jalan agar tempatnya tersembunyi dan Asmi tak mengenalinya, cocok!
Grep!
Kembali, Alva menggandeng Asmi. Dan Asmi anggap itu adalah bentuk ketidaksabaran Alva? Kenapa ia mendadak takut sekarang?
"Kang," lirihnya dengan wajah meringis takut sedikit mirip orang nahan pipis, Alva menyunggingkan senyuman miringnya, satu hal yang ia tau pasti, gadis ningrat ini takut!
"Lo takut?" tanya Alvaro menatap Asmi, gadis yang ia genggam tak memberikan jawaban hanya menggigit bibir bawahnya saja, yang justru bagi lelaki normal tindakan itu bisa memicu meningkatnya hawa panas dalam tubuh.
"Udah telat kalo sekarang lo bilang takut. Gue udah keburu hor ny," jelas Alva semakin membuat Asmi pucat.
Alva menarik Asmi terkesan memaksa untuk masuk ke dalam rumah, di terasnya ada beberapa sendal jepit dan sepatu dokmar, juga sendal tayo biru milik bocah.
"Kang, itu sendal siapa? Ini rumah siapa ih?! Masa mau di rumah orang, nyewa hotel kek kost'an gitu?!" tanya Asmi mencecar tanpa spasi.
"Buka sepatu lo," pinta Alva karena ia pun melakukan hal yang sama dengan membuka sepatunya.
Dari luar saja sudah dapat terlihat keadaan di dalam, ada beberapa orang sedang bercengkrama, tertawa dan berdendang tak jelas, yang pasti dari suara yang Asmi tangkap, ke-semuanya rata-rata lelaki.
"Kang ih, kalo Asmi nanya teh jawab atuh!" gerutunya mulai keluar tanduk, Asmi'nya keluar!
"Iya, ini rumah orang....biar ada sensasinya disaksiin orang lain!" Alva menampilkan senyuman dan terkekeh tanpa suara yang justru mendapatkan tatapan horor dari Asmi.
Oh, ayolah kenapa ngga sekalian produksi massal video me sum.
Sesosok bocah lelaki berusia 3 tahun keluar hanya memakai kaos singlet biru dan celana pendek, "dedek cepet dikunyah, jang!" teriak seorang perempuan.
"Djul, makannya dikunyah. Aa punya permen?!" Alva melepaskan tangan Asmi dan berjongkok menangkap bocah itu yang terkikik saat ditangkap Alva.
"Va, baru balik?!" tanya wanita kira-kira seumuran dengannya, ia keluar dengan stelan daster stelan sambil menenteng mangkok plastik berisi menu makan siang si anak.
Matanya menangkap sosok Asmi lalu tersenyum, "cewek baru nih? Ki! Si Alva bawa cewek baru euy!" ucapnya ke arah dalam.
"Wah?! Peje atuh Va!" seru yang di dalam.
"Masuk neng, jangan di luar?! Tuh ada Eki, Uheng sama Pilox!" ujarnya ramah, Asmi nyengir saja mendengar nama-nama asing itu, justru terkesan kaget, apakah lelaki si alan ini membawanya untuk digilir rame-rame?!
"Kang!!" Asmi menendang kaki Alva dari samping, membuat lelaki itu mendongak lalu berdiri, si anak kembali berlari masuk ke dalam bersama si wanita yang ikut tenggelam, "sok masuk neng!"
"Ngga sopan," jawabnya. Wajah Asmi keruh kaya susu coklat, "maksud akang apa?! Mau nyuruh temen-temen akang jadi saksi atau justru digilir ?! Ha!!" Asmi membeliak seraya menyilangkan kedua tangannya di dadha, "ngga mau!"
"Maunya lu gimana?" tanya Alva menantang, alis Asmi semakin menukik tajam lalu melayangkan tasnya pada Alva, "brenk sek!"
Bukannya kesakitan ia malah tertawa renyah dan menepuk jidat Asmi, "dasar menak oon!" sontak saja Asmi melotot disebut oon.
Alva menggenggam tangan Asmi kembali seolah tak ingin buruannya lepas, "kang ih!" tolaknya, namun tak cukup kuat untuk melepaskan genggaman Alva.
Asmi tak bisa lebih terkejut lagi saat mendapati ruangan depan itu dihuni oleh 3 orang lelaki beda bentukan. Anak punk dan metal yang wujudnya mirip anak buah lycan.
Bukan main!
"Bro! Asik, geulis (cantik) ini mah! Saha (siapa) Va?!"
Tak lama seorang yang Asmi pernah temui muncul dari arah dalam membawa secangkir kopi panas, "eh! Neng geulis!"
"Va...Ah pantes, waktu konser teaa! Ngomong atuh, pacar!" Gigih duduk bergabung bersama ketiga lainnya, Alva bergabung duduk dan menaruh tasnya sementara Asmi masih melongo di gawang pintu, posisinya tak berubah sedikit pun, kalau-kalau mereka mulai mendekat Asmi bisa kabur.
"Duduk atuh neng, ngga apa-apa lah! Ngga usah sawan sama muka-muka mereka mah! Anggap aja hidup berdampingan sama dunia astral!" tawa si perempuan tadi.
Asmi tersenyum getir menanggapinya, "Merry," ia memperkenalkan dirinya.
"Ubay mana Mer?" tanya Alva.
"Kamar mandi, lagi konser sama toilet!" jawabnya kembali menyendok nasi untuk anaknya, "nih cepet, aaaaa!" ia kembali mengejar putranya.
Alva menarik kursi kayu yang ada disana lalu menaruhnya di samping posisi Alvaro, "duduk..." pintanya tapi Asmi menggeleng.
"Kenapa? Bukan singgasana? Disini ngga ada sofa mahal atau singgasana raja," jawabnya mencibir, lantas gadis itu langsung duduk dengan wajah ketus.
"Kenapa Va? Marah?! Makanya jangan terlalu jutek sama cewek. Neng, putusin weh lah si Alva mah! Makan hati nanti!" tawa Pilox.
"Kompor kamu!" balas Eki kembali memetik senar gitarnya tak tentu arah antara suaranya dan irama gitar. Wajah Asmi masih keruh menatap Alva sekitar 5 menit lamanya, hingga Alva angkat bicara dengan dilatari suara sumbang Pilox, Eki, Gigih dan Uheng menyanyikan lagu-lagu Slank.
"Mau jajan?" tanya Alva, "gue beli minum dulu,"
Asmi menggeleng, "ikut."
"Itu warung disitu," tunjuk Alva ke sebrang rumah samping pohon pisang.
"Ngga mau, nanti akang ninggalin Asmi sendiri disini sama mereka!" tunjuknya pada keempat makhluk di depannya, Asmi memang suka musik cadas, menurutnya gaya para anak metal juga keren tapi kalo begini jatohnya ia seperto dikeroyok setan.
Alva memajukan wajahnya dekat, dekat sekali dan menatap wajah Asmi secara keseluruhan lalu jatuh di bibir merahnya, Asmi menyadari dengan apa yang dilakukan Alva sampai menahan nafasnya beberapa detik saking gugup dan panik.
Alva tertawa sumbang, "baru gue deketin gini aja lo udah nahan nafas, kalo gue perawanin lo mau nahan nafas sampe mati?" cibirnya.
Pukk!
Asmi menepuk bahu Alva tanpa bersuara, namun raut wajahnya jelas tak terima ejekan Alvaro yang seolah mengatakan jika Asmi cupu.
"Ya maklum atuh, Asmi mah ngga kaya mantan-mantan kamu!" balasnya pedas.
"Iya, lo be go! Ngga kaya mantan-mantan gue yang pinter!" angguk Alvaro setuju.
"Cewek lain tuh mau enak-enakan justru ngga mau sampe bunting, yang kebablasan aja sampe bela-belain aborsi, nah lo...minta dibuntingin," jawab Alvaro.
"Lo liat!" Alva menangkup wajah Asmi dan mengarahkannya ke luar, dimana Merry sedang menyuapi putra kecilnya sambil sesekali jerat-jerit karena harus mengejar dan membujuknya, "Merry dulu vokalis band cadas, nikah di usia muda sama Ubay, dan sekarang teriak-teriak sambil nyuapin anak, ngga ada konser, ngga ada kumpul-kumpul yang lebih penting ketimbang urus anak, lo sanggup kaya gitu?! Kalo seandainya lo sampe hamil dan lahirin anak gue?"
"Hamil normal aja terkadang bikin perempuan suka marah-marah, nah lo?! Minta bunting tanpa minta gue tanggung jawab, lo sama anak gue bakalan hidup gimana, terus keluarga lo? Karena gue rasa mereka justru akan ngusir lo, benerin otak sesat lo, raden rara..." ucap Alva menjiwir hidung Asmi.
"Lo bukan cewek pertama yang minta enak-enakan sama gue, tapi lo cewek pertama yang minta gue hamilin tanpa minta dinikahi. Gue bukan cowok yang suka nebar benih sana-sini, karena nanti benih itu bakal tumbuh dan jadi sebagian dari diri gue...."
Asmi melolong di tempatnya mendengar ucapan Alvaro. Haruskah kini ia guling-guling di tanah karena sadar sudah ditolak Alvaro? Atau karena Asmi sudah menurunkan harga dirinya sendiri hingga bisa di cap sebagai murahan?!
Asmi menunduk seraya tertawa sumbang, "Asmi udah rendahin harga diri sendiri, apa itu artinya kamu nolak Asmi?!" Asmi menggeleng miris dengan dirinya sendiri, ia tertawa sumbang sambil menangis, tiba-tiba tangan Alva menarik kepala Asmi agar menyeruk di dadhanya, hingga kini yang Alva rasakan adalah badan Asmi bergetar. Gadis ini begitu harum. Harum yang sampai aromanya menusuk relung jiwa.
Pilox dan ketiga lainnya saling melirik kebingungan, bahkan Gigih menggidikan bahunya, "baru jadian udah dibikin mewek Va---Va."
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
lestari saja💕
aaaaa....baper ih....alva keren...dewasa dan bijak...
2024-07-13
1
lestari saja💕
hanya ava yg berani jiwir hidung menak🤣🤣🤣🤣
2024-07-13
0
lestari saja💕
hidup setelah menikah tidak gampang dan ga sulit asmi....tapi perlu dipikir kan baik2....
2024-07-13
0