BCR #6. PENUTUPAN SEREN TAUN

Diantara para anggota personel rampak gendang, hanya Rashmi yang kostumnya berbeda sendiri. Ia tidak memakai bulu perias, ataupun sanggul yang tinggi macam rumah siput entah apartement penthouse serta perintilan hiasan demi menunjang penampilan. Tapi justru ialah yang paling shine.

Hari ini mereka bersama rampak nyiblung dan karawitan mengharmonisasikan suara alam, semuanya yang indah kembali ke alam, sebagai representasi kebersahajaan masyarakat Sunda.

Rashmi berdiri dengan tiga buah gendang di depannya, ada gendang indung dan dua buah gendang yang ukurannya lebih kecil, mereka berdiri siap untuk Asmi tabuh, eaa--ayo mainkan den Rara.

Agah menjadi penonton paling depan, sudah sejak lama ia mengagumi gadis dengan perbedaan usia lebih muda darinya 5 tahun itu.

Kang Cecep pun turut serta dalam pagelaran ini, ia bersama grup karawitan berada di posisi sebelah kanan sementara para gadis rampak gendang berada di kiri.

Dentuman telapak tangan di atas permukaan air sungai mulai bersambut membentuk irama musik salah satu lagu dari daerah sunda, inilah dia rampak nyiblung. Disusul dengan pengrawit yakni para pemain gending berlaras salendro memainkan rincik, boning, saron I dan II, peking, kenong, demung, gong dan rebab.

Belum apa-apa saja riuh tepukan tangan sudah menggema saking memuji bakat anak negri. Kekaguman semakin terpancar saat satu set angklung dimainkan bersama calung dan juga bass serta alat band.

Rashmi sudah bersiap mengangkat kedua alat pemukul di atas kepala, lenggokan badan para gadis pemain gendang yang bergerak ceria dan dinamis sesekali diselingi teriakan semangat dan pukulan gendang dengan ketukan-ketukan tertentu menyihir mata juga telinga para penonton.

"Woaahhhh, neng Asmi!" bidikan kamera tak luput meliput pagelaran ini. Jangan salah, pagelaran ini bahkan sudah mendunia, bukan sekali dua kali saja, para anak negri ini sering diundang ke berbagai belahan Eropa, Asia dan Amerika sampai belahan semangka sekalipun.

"Bi Asmi!" teriak Kelana dan Dhara.

"Tetehnya Sasi itu!" tak ketinggalan Sasi mem-videokan kakaknya, meski ia pun sudah sering melihat tetehnya itu tampil begini.

Asmi memainkan gendangnya dengan lihai, patahan-patahan tarian jaipong yang ia bawakan pun terlihat begitu luwes. Sebagai anak menak juga anak tanah pasundan tak mungkin ia tak bisa.

Senyuman gembira begitu lepas ia lemparkan, membuat wajahnya semakin berseri diantara ratusan pasang mata yang ikut tersihir oleh perform-nya.

Kang Hendi tertawa kecil melihat Filman sampai melongo dibuatnya, "baru kali ini liat rampak gendang sama rampak nyiblung bro?" senggolnya.

"Asli ini mah kang, Epic lah epic!" decak kagum Filman.

"Liat rampak nyiblung apa liat pemain rampak gendangnya yang kebaya item?" tanya Vera, setengah mencibir Alva yang sejak tadi ikut spechless dibuatnya.

"Alva aja sampe mangap ya Va, kesirep?"

"Awas ah! Lalat masuk !" ejek Filman, Alva langsung menelan salivanya, mengenyahkan pikiran yang ternyata tebakan kedua temannya itu on point. Kang Hendi tertawa sampai matanya menyipit, "den Rara? Waduh, saingan berat aa brad!" ujarnya.

Ia kemudian menunjuk dengan dagunya ke arah Agah, pria yang saat ini tengah berbaris paling depan dan tingginya sama dengan Alvaro.

"Turunan asli menak," tambahnya.

Alva hanya menyunggingkan senyuman miring saja, sementara Filman sudah kembali menyikutnya, "wah aa bro, harus punya saham di Bakrie group dulu, baru bisa bersaing!" tawanya sumbang.

"Bener," kang Hendi memberikan jempolnya di depan bibir Filman.

"Kadang mah suka kasian juga saya teh sama den Rara--- cantik, baik, kesayangan semuanya tapi kaya terkekang," ia bergumam seraya menggeleng prihatin membuat ketiganya menoleh, Vera dan Filman mengangguk paham, "aturan keluarganya ya kang, seperti hidup dalam sangkar emas?"

"Aslina euy! Padahal mah da baik anaknya teh, ceria, gampang akrab sama siapapun mana kocak pula," lanjutnya terkekeh, seolah sedang membayangkan tingkah Asmi selama ini.

Alva cukup menyimak dengan alis mengkerut, ia setuju dengan ucapan kang Hendi.

Sepanjang rampak nyiblung itu, mata Alva tak lepas dari wajah ayu Rashmi, bahkan video berdurasi setengah jam disini hampir tak ada yang tak menampilkan wajah Rashmi dalam frame.

Rashmi dan yang lain menutup acara dengan lagu Juragan Empang membuat mereka semakin dibawa dalam euforia dinamik.

"Neng Asmi makin kesini makin cantik saja, ceu..." gumam kanjeng Kutamaya.

"Iya kanjeng, hatur nuhun. Alhamdulillah, sholeha, penurut lagi..." Sekar Taji tersenyum lebar, maka dengan pujian itu ia yakin jika mereka sangat tertarik untuk menjadikan Rashmi jadi mantu anak sulung mereka.

"Wah, roman-romannya sebentar lagi ada yang mau nikah di Sumedang," bisik Candra pada Bajra tak sengaja mendengar obrolan para emak. Gerakan mata Bajra mendelik pada adiknya seolah sedang memperingatkan jarak mereka yang terlalu dekat dengan ibunda.

"Neng! Kasih love atuh neng!" gerakan bibir Katresna terbaca oleh Rashmi, gadis itu mengangguk paham dan memberikan kerlingan mata serta tautan tangan pada arah kamera ponsel Katresna sang kakak ipar, tapi rupanya love Rashmi diamini oleh beberapa orang yang memperhatikannya sejak tadi, termasuk Agah dan Alva.

Deg!

Katakanlah kedua pemuda ini adalah lelaki paling kepedean di pan tat bumi, baru dikasih love aja udah mirip dikasih rumusan jalan hidup menuju surga.

Bersama dengan hembusan angin pukul 3 sore maka berakhirlah seluruh rangkaian acara termasuk harmonisasi alam. Gadis itu membungkukkan kepalanya menutup penampilan.

"Den Rara ! !"

Beberapa kali rampak nyiblung dan para panitia meminta foto bareng, tak urung Asmi penuhi, ia seperti ikut hanyut pada euforia anak remajanya, dengan gaya-gaya khas milik Rashmi sebagai gadis biasa gadis itu menyatu.

"Hayuk!" ajak Kang Hendi.

"Hayu kemana kang?" tanya Vera.

"Eeh, masa datang kesini terus liput, ngga mau ada kenang-kenangannya gitu? Tuh udah pada di tunggu sama wartawan bule juga!" kang Hendi sampai harus menggerus rokok yang baru saja di sulutnya, karena sayang ia lantas menyelipkannya di sela daun telinga.

"Oke! Bisa dirapatkan barisannya!"

Rampak nyiblung, panitia, rampak gendang, karawitan, angklung buncis dan para penari buyung terbagi menjadi 3 sesi foto karena tidak memungkinkannya frame. Hanya saja diantara itu ada pula perwakilan dari setiap rampak, panitia, mahasiswa juga wartawan yang difoto bersama.

"Oke sekarang mangga atuh perwakilan mahasiswa lokal,"

Filman dan Vera tiba-tiba saja mendorong Alva, begitupun kang Hendi.

"Alvaro aja kang!" teriak Vera mematikan langkah beberapa perwakilan mahasiswa lain.

"Alvaro! Yuk Va,"

"Eh, tapi kang!"

Kebetulan sekali Rashmi pun diminta ikut dalam bidikan foto itu. Gadis itu menggeser ke kanan atas arahan panitia dokumentasi, tepat di samping Alvaro.

"Kang, saya minta di sebelah..."

"Den Rara, oke sudah bagus diposisinya, pas!" kang Darman memotong ucapan Rashmi yang ingin berpindah, padahal kang Hendi dan Alva sudah mendekat. Pandangan mereka sempat bertemu, sadar jika orang yang sedang mendekat adalah orang yang tadi bertemu, dimaki dan diseruduk Rashmi memalingkan pura-pura tak melihat tepatnya pura-pura buta. Karena jelas terlihat ia begitu menghindari kontak mata dengan Alva, takut dicolok.

Anggap aja ngga kenal Asmi, anggap aja ngga pernah ketemu...

Apa pura-pura pingsan aja ya? Oke ide bagus! Rashmi melirik ke bawah kakinya yang dimana tanah batu-batu kecil alisnya mengkerut, "aduh...kalo tiba-tiba pingsan ini sakit nih! Skip---skip ah pingsannya!"

"Nyari apa den rara?" tanya kang Hendi yang ternyata sudah di sampingnya bersama Alva.

Karena kebanyakan mikir, ia sampai tak sadar jika kini kang Hendi dan Alva sudah berada dalam jarak setengah meter dengannya.

"Eh ha? Kaget ih! Lagi anu nyari...jepit tadi copot kang, tapi biarin lah!" ia menepis udara, matanya sama sekali tak ingin berpindah pada Alva yang ia tau sejak tadi menatapnya sedang salah tingkah. Alva dengan ekspresi datarnya terkekeh dalam hati, "dasar menak aneh."

"Oke merapat ya, kaya lagi di angkot penuh!" ucap kang Darman, mereka tertawa kecil.

"Da bukan mahrom atuh kang gimana ?" kelakar kang Hendi.

"Biarin lah, asal jangan baper sama yang cantik weh!" tawa kang Darman dibalas tawa renyah mereka.

Jarak Alva dan Rashmi sudah benar-benar dekat, hingga kini pasokan oksigen itu seakan bisa terhirup bersama dalam satu tarikan nafas. Jujur saja Rashmi seakan sudah meleleh berada dekat Alva saat ini, karena sebelumnya mereka pernah dipertemukan dalam moment konyol, lebih tepatnya kejadian memalukan yang Rashmi lakukan. Kecerobohan membawa rasa degupan gugup untuk pertama kalinya.

"Oke lihat kesini, siap....1,2, say kacang buncissss!"

"KACANG BUNCISSS!"

Jepret!

.

.

.

.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***